Pameran 'Kabar Bumi Setengah Windu', Refleksi Perubahan Bumi Akibat Pandemi Covid-19

Pameran itu digelar sebagai bentuk refleksi manusia atas keadaan bumi pada pra-pandemi hingga era-pandemi serta harapan untuk bumi pasca-pandemi.

Istimewa
Pengunjung saat menikmati karya mahasiswa ISI Yogyakarta dalam pameran Kabar Bumi Setengah Windu, Kamis (12/5/2022). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Program Studi (Podi) S-1 Tata Kelola Seni Fakultas Seni Rupa (FSR) ISI Yogyakarta menggelar pameran seni bertajuk 'Kabar Bumi Setengah Windu' mulai Kamis (12/5/2022).

Pameran itu digelar sebagai bentuk refleksi manusia atas keadaan bumi pada pra-pandemi hingga era-pandemi serta harapan untuk bumi pasca-pandemi. Sebab, perubahan bumi yang belum banyak disadari oleh masyarakat luas.

Seperti diketahui, Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2020.

Dan pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai bidang, baik pada aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lingkungan yang justru memberikan dampak negatif dan positif. Namun, dari dampak tersebut terselip berbagai macam hikmah di dalamnya.

Kurator pada pameran ini, Gisel menyampaikan bahwa pameran ini sekaligus untuk merayakan perubahan pandemi menuju endemi. Menurutnya, kondisi endemi diharapkan membuat aktivitas masyarakat kembali normal.

"Ini merupakan napak tilas apa aja kejadian setengah windu itu. Seperti pra pandemi, seperti kerusakan lingkungan," kata dia, Kamis (12/5/2022).

Kurator seni lainnya Luna menjabarkan pada pameran kali ini menunjukkan beberapa kejadian seperti pra pandemi, era pandemi, dan harapan bumi pasca pandemi.

"Kenapa kita ambil kondisi bumi empat tahun? Karena sejak 2019 belum ada Covid tetapi ada masalah lingkungan seperti banjir, polusi udara, pemanasan global, krisis lingkungan. Itu banyak banget terjadi. Mulai masuk 2020 Indonesia masuk era pandemi sampai 2021," kata dia.

Dia menambahkan pandemi Covid sangat berpengaruh pada kondisi manusia dan bumi.

"Bumi itu rumah manusia. Jadi di dalam bumi kita juga angkat masalah sosial. 2022 ini sudah banyak kegiatan tatap muka, kita jadikan harapan kedepannya," kata dia.

Selama kurang lebih tiga bulan, tim pameran berhasil mengumpulkan beberapa seniman sekaligus aktivis lingkungan untuk berpartisipasi.

Terdapat 8 perupa yang ikut berpartisipasi dalam pameran yang berslogan "From Art To Earth Through A Heart". Di antaranya adalah Diah Yulianti, Kurt Hoesli, Alif Edi Irawan, Muhammad Fauzan, Denny Syaiful Anwar, Ilham Karim, Rifkki Arrofik, dan Muhammad Shodiq.

Di antaranya Alif Edi Irmawan, pegiat seni yang banyak membahas isu-isu lingkungan. Ia menampilkan karyanya berupa lukisan bertajuk, 'Proyek Bibit Unggul' yang membahas masalah krisis lingkungan ditengah pembangunan yang semakin berkembang pesat.

Lalu Muhammad Shodiq, pegiat lingkungan dan seniman Probolinggo yang menciptakan karya-karya seninya dari hasil tembakau.

Seniman Rifkki Arrofik menampilkan karyanya yang berjudul Cross Pseudo Zone and Reality in the Window memberikan makna bahwa dengan adanya social distancing justru memberikan dampak baik karena secara tidak langsung menjaga satu sama lain.

Seniman Kurt A. Hoesli yang menceritakan dirinya saat kunjungannya ke Indonesia dan dihadapkan pada situasi lockdown di berbagai penjuru dunia. Membuatnya dihadapkan dengan pilihan keputusan bertahan di Indonesia atau kembali ke negara asalnya di Swiss.

Dengan karyanya berjudul Kunci Menerangi Jalan, ia menceritakan pilihannya tersebut dengan sebuah ikon kunci berbentuk keris yang memiliki kekuatan magis di dalamnya.

Diah Yulianti mengekspresikan perasaannya pada pandemi saat ini yang banyak merenggut nyawa manusia dengan makhluk tidak tampak namun mematikan, virus Corona. Melalui karyanya berjudul Yang Pulang, Tumbuh, menceritakan bahwa dengan kembalinya para roh kepada Sang Kuasa juga meninggalkan bibit-bibit baru yang menjadi generasi penerusnya.

Muhammad Fauzan juga menampilkan karyanya berjudul She’s Not Pink.

Denny Saiful Anwar dengan karyanya berjudul Me and My Thought, Muhammad Shodiq dengan karyanya berjudul Peralihan dan Ilham Karim dengan karyanya berjudul A Bigger Splash yang turut serta mengulik keadaan Bumi dalam empat tahun terakhir ini.

Para perupa tersebut mencoba menampilkan gagasan perubahan alam dan budaya manusia melalui 15 lukisan serta 2 instalasi. 

Pameran ini diharapkan mampu merefleksikan kehidupan manusia bersama makhluk lainnya. Selain itu, pameran yang menjadi bagian dari Hari Bumi ini.

Bumi hanya satu dan harus dijaga serta diselamatkan. Manusia sebagai poros kehidupan di bumi, wajib berperan untuk merawat bumi melalui hati, intuisi dan pemikiran kritis. 

(*/tribun-medan.com)

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved