PENELITI IPB Khawatir Masa Depan Danau Toba, Tercemarnya Air hingga Kerusakan Hutan
Peneliti Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Eko Cahyono berpandangan, pembagunan pariwisata super prioritas Danau Toba
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Tommy Simatupang
TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Peneliti Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Eko Cahyono berpandangan, pembagunan pariwisata super prioritas Danau Toba belum memerhatikan aspek kelestarian lingkungan kawasan dan melibatkan masyarakat sekitar.
Eko mengatakan masih banyak kerusakan ekologi di Danau Toba yang belum ditangani secara serius untuk menjaga keberlanjutan kelestarian danau terbesar di Indonesia itu.
"Kalau benar pencemaran dilakukan oleh perusahaan perusahaan perusak lingkungan tersebut maka harus ada ketegasan terhadap hal itu. Namun hal ini yang belum terlihat bahkan kerusakan kian memprihatinkan," kata Eko dalam seminar, Dampak Kebijakan Pembangunan di Kawasan Danau Toba, Senin (30/5/2022).
Dari hasil riset yang dilakukan bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan, Eko menyebutkan, kerusakan kawasan Danau Toba telah membuat beberapa ekosistem sumber air tercemar.
Baca juga: Dukung Implementasi Program MBKM, UnHar Jalin Kerja Sama dengan Kecamatan Medan Labuhan
Baca juga: 30 Anggota DPRD Medan Mangkir Rapat Paripurna, Bobby Sebut Pendapatan Pemko Medan Segini
Padahal kata dia, sumber air sangat penting untuk keberlanjutan kehidupan bagi masyarakat dan ekowisata Toba.
Karena itu dia mengusulkan pembangunan Danau Toba terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan konservasi air terlebih dahulu.
"Kekeringan mata air yang kita temukan seperti Huta Gijang , Sigapiton, Sianjur mula mula dan ada enam lokasinya lagi. Ini sangat vital sekali, bagaimana cari jalan tengah, sangat elok sekali kalau pembangunan Danau Toba mengedepankan konservasi air terlebih dahulu. Ini yang belum terlihat bagaimana soal konservasi di sana, " sebut dia.
Peneliti di Sajogyo Institut itu juga mencatat banyak kerusakan hutan di Danau Toba. Padahal sejumlah kawasan hutan adalah landscape penahan air yang akhirnya meningkatkan resiko bencana.
"Kita pernah melakukan riset mengapa Bogor itu selalu kena longsor, karana yang diatasi selalu tanggulnya, selalu hutannya, tanpa pernah melihat bagaimana pembangunan vila dan hotel yang ada di puncak berada dalam kawasan kawasan landscape penahan air. Ini bisa salah kaprah jika kita tidak tau yang mana yang hulu yang mana yang hilir," sebut Eko.
Dia pun meminta agar pemerintah segera membuat konsep tata ruang yang membatasi rambu-rambu pembangunan Danau Toba yang lebih baik.
"Meningkatnya longsor tidak lepas dari rusaknya kawasan dan perusakan hutan. Ini dampak kebijakan dari pembangunan di kawasan Danau Toba," kata dia.
Oleh karena itu, Eko pun meminta agar pembangunan Danau Toba tidak saja hanya berorientasi pada konsep pariwisata namun mengabaikan hak hak masayarakat.
Sebab kata Eko, pembangunan Danau Toba juga belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Dia mencontohkan bagaimana konflik agraria yang begitu banyak sekitar kawasan Toba.
Tak hanya itu, menurutnya banyak program dan anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah pusat tidak diketahui oleh masyarakat.
Sebab itu, pembangunan pariwisata Danau Toba akan timpang tanpa peran masyarakat di sana.