Penyiksaan Tahanan
Dibantu Oknum Polisi Pecandu Sabu Siksa Tahanan Sampai Mati, Hisarma Divonis Cuma 8 Tahun
Hisarma Pancamotan Manalu, tahanan Polrestabes Medan yang dibantu anggota kepolisian menyiksa sesama tahanan hingga tewas divonis 8 tahun penjara
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Hisarma Pancamotan Manalu, penjahat yang dibantu anggota Polrestabes Medan Bripka Andi Arpino dalam menyiksa sesama tahanan bernama Hendra Syahputra sampai mati divonis cuma delapan tahun penjara.
Dalam persidangan, hakim Zufida Hanum mengatakan bahwa warga Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat ini bersalah melakukan tindak kekerasan yang menyebabkan korbannya meninggal dunia.
"Menjatuhkan terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu dengan pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata hakim, Kamis (14/7/2022).
Hakim mengatakan, adapun hal yang memberatkan Hisarma Pancamotan Manalu adalah perbuatannya mengakibatkan korban meninggal dunia.
Sementara hal meringankan, terdakwa sopan di persidangan.
"Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya," ujar hakim.
Majelis Hakim menilai, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana.
Usai vonis dibacakan, majelis hakim memberi waktu satu minggu kepada terdakwa untuk berpikir apakah terima atau mengajukan upaya banding.
Dalam kasus ini, Hisarma Pancamotan Manalu divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Pantun Marojahan Simbolon.
Pada sidang tuntutan, JPU meminta hakim agar menjatuhi terdakwa hukuman sembilan tahun penjara.
Bongkar keterlibatan anggota Polri
Pada sidang sebelumnya, terungkap bahwa penjaga RTP (rumah tahanan polisi) Polrestabes Medan, Leonardo Sinaga disebut menjadi dalang terhadap aksi penyiksaan dan pemerasan tahanan bernama Hendra Syahputra.
Hendra Syahputra sendiri merupakan tahanan dalam kasus dugaan pencabulan, yang akhirnya tewas karena disiksa sesama tahanan atas perintah Leonardo Sinaga.
Dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra VIII PN Medan terungkap, bahwa anggota Polrestabes Medan, Leonardo Sinaga memerintahkan sejumlah tahanan untuk menganiaya Hendra Syahputra.
"Kami disuruh Leo Sinaga untuk memukuli korban bu hakim," kata Hisarma Pancamotan Manalu, satu dari delapan terdakwa yang menganiaya Hendra Syahputra sampai mati di sel, Kamis (10/6/2022).
Menurut Hisarma, Leonardo Sinaga mulanya memerintahkan Hisarma dan tahanan lainnya untuk meminta uang sebesar Rp 5 juta kepada Hendra Syahputra.
Alasannya, uang Rp 5 juta itu adalah setoran kemanan dan pembinaan.
"Leo memerintahkan kami untuk meminta uang kepada korban. Kata Leo, minta uang Rp5 juta sama dia (korban), banyak uangnya itu, kawan anaknya dicabulinya, kalian siksa aja," terang Hisarma, menirukan perkataan Leonardo Sinaga, penjaga RTP Polrestabes Medan.
Mendengar pengakuan itu, penasihat hukum terdakwa bertanya, apakah Hisarma ada menerima uang dari Leonardo Sinaga setelah diperintahkan melakukan pemerasan.
"Jadi, kalau seandainya korban memberikan uang itu, apakah kalian kebagian juga," tanya pengacara terdakwa.
Secara gamblang, Hisarma mengakui ada menerima uang dari Leonardo Sinaga tiap kali memeras tahanan.
"Biasanya dikasihnya bu," ucap terdakwa.
"Ooooo, berarti sudah sering ya," timpal majelis hakim Eliwarti.
Mendengar pengakuan tersebut, keluarga almarhum Hendra Syahputra begitu terpukul.
Apalagi penyiksaan dan pemerasan ini didalangi anggota aktif Polrestabes Medan bernama Leonardo Sinaga.
Sayangnya, tidak ada kejelasan hukuman terhadap Leonardo Sinaga.
Pimpinan kepolisian, baik itu Kapolrestabes Medan atau Kapolda Sumut belum ada membeberkan, apa hukuman terhadap Leonardo Sinaga.
"Dalam sidang disebutkan, ada oknum (polisi) aktif yang terlibat. Seharusnya Kapolda bertanggung jawab atas semua ini," kata Hermansyah, adik kandung almarhum Hendra Syahputra di luar ruang sidang.
Herman mengatakan, kejadian seperti ini sepatutnya tidak terjadi di RTP Polrestabes Medan.
Kalaulah hal ini terus berulang, apa gunanya kepolisian.
"Kenapa masih ada hal seperti ini terjadi. Kejanggalan dalam perkara ini, kenapa disembunyikan bukti-bukti, kan sudah jelas anggotanya terlibat, kenapa disembunyikan," kata Herman dengan nada kesal.
Ia mengatakan, dalam persidangan juga terungkap, sebenarnya selain melibatkan anggota Polrestabes Medan, ada 12 pelaku lainnya yang menganiaya Hendra Syahputra.
Dari 12 pelaku, baru satu yang diseret ke persidangan.
Sisanya, bahkan disebut ada yang sudah bebas.
"Setahu saya ada 12 orang tersangka. Tapi dalam perkara ini, baru terdakwa Hisarma yang diadili," kata Herman.
Dia mengatakan, berdasarkan keterangan Hisarma, sudah jelas ada anggota Polrestabes Medan yang terlibat.
Ini sepatutnya diusut tuntas, agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Kalau pimpinan Polri di Sumut ini melakukan pembiaran, dikhawatirkan kejadian serupa terus terjadi bukan hanya di RTP Polrestabes Medan, tapi juga di tempat lain.
Diketahui, dalam perkara ini ada lebih dari satu orang yang dijadikan sebagai tersangka.
Mereka adalah Tolib Siregar alias Randi, Wily Sanjaya alias Aseng Kecil, Nino Pratama Aritonang, Hendra Siregar alias Jubal, Juliusman Zebua, Andi Arpino dan Hisarma Pancamotan Manalu.
Dari nama-nama tersebut, hanya terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Sementara berkas tersangka lainnya masih ngendap di Polrestabes Medan.
"Baru terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu yang diadili, sementara berkas yang lainnya belum dilimpahkan penyidik Polrestabes Medan. Kemarin sempat P-19, tapi hingga saat ini belum ada pelimpahan berkas kembali," ujar JPU Pantun Marojahan Simbolon ketika dikonfirmasi usai persidangan.
Dalam dakwaan JPU Pantun Marojahan Simbolon disebutkan, kasus pemerasan berujung pada penyiksaan hingga tewasnya tahanan bernama Hendra Syahputra ini bermula pada November 2021.
Bripka Andi Arpino, oknum polisi pecandu sabu yang merupakan Kepala Blok (Kablok) dipanggil oleh Penjaga Piket Rumah Tahanan Polrestabes Medan.
Kemudian Andi mengantarkan korban Hendra Syahputra (meninggal dunia) ke Blok G.
"Lalu, saksi Andi meminta uang kebersamaan kepada korban sebesar Rp2 juta, yang mana setiap tahanan harus membayar uang kebersamaan kepada saksi Andi,"
"Kemudian korban menghubungi saksi Hermansyah, tapi korban tidak memberikan uang kebersamaan kepada saksi Andi," sebut JPU Pantun Marojahan Simbolon.
Lanjut JPU, saksi Andi Arpino meminta uang tersebut karena dipaksa oleh Leonardo Sinaga, anggota Polrestabes Medan yang bertugas menjaga RTP.
Kala itu, korban tetap tidak memberikan uang, sehingga saksi Juliusman Zebua langsung memukul pundak korban sampai terjatuh.
"Kemudian saksi Andi meminta agar korban menghubungi keluarganya, tapi nomor handphone keluarga korban tidak aktif,"
"Mengetahui hal tersebut, saksi Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan saksi Nino Pratama Aritonang langsung memukul punggung korban dari arah belakang,"
"Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel memukul bagian pundak korban dan saksi Nino memukul bagian lutut sebelah kiri korban menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju," sebut JPU.
Selanjutnya, kata JPU, saksi Andi menyuruh korban kembali menghubungi keluarganya bernama Hermansyah, agar diberikan uang Rp2 juta untuk uang kebersamaan.
Sayangnya, Hermansyah tidak memiliki uang tersebut.
"Mendengar hal itu, saksi Tolib Siregar alias Randi merasa kesal dan kembali memukul lutut sebelah kiri korban masing-masing sebanyak dua kali menggunakan bola karet,"
"Lalu, terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu menendang bahu sebelah kanan korban sebanyak satu kali sampai korban terjatuh ke lantai,"
"Kemudian korban berjalan ke arah belakang sel, dan diikuti terdakwa serta tahanan lainnya ikut mengelilingi korban," urai JPU.
Kemudian, tahanan bernama Rizki membawa balsem dan menyuruh korban mastrubasi dengan menggunakan balsem tersebut.
Setelah itu, saksi Andi mengatakan kepada korban, jika tidak punya uang, jangan janjikan ke piket.
Sebab, bahaya bagi Hendra Syahputra jika tidak memenuhi keinginan petugas piket RTP Polrestabes Medan.
Selanjutnya, pada malam harinya, korban mendatangi saksi Andi, namun belum sempat ke tempat saksi Andi, saksi Hendra Siregar alias Jubal langsung mengadang korban, dan memukul tangan korban menggunakan asbak dengan mengatakan 'Mau ngapain kau menjumpai Kablock', dan saksi Jubal mengancam korban dengan menggunakan bola karet tersebut.
Keesokan harinya, korban kembali menemui saksi Andi hendak meminjam handphone untuk menghubungi Hermansyah (keluarga korban), namun tidak diangkat.
Selanjutnya, saksi Nino memukul korban menggunakan kaleng rokok, sehingga korban mengalami luka lebam di bagian lutut sebelah kanan dan kiri, luka lebam di bagian punggung belakang akibat pemukulan hingga susah berjalan.
"Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel melemparkan bola karet ke arah bagian tubuh korban, hingga mengalami sakit dan susah berjalan. Kemudian, saksi Andi memberikan handphonenya agar korban menghubungi keluarga dan memberitahukan bahwa korban sedang sakit, namun tidak direspon," ujar jaksa.
Selanjutnya, pada Sabtu, 21 November 2021 sekira pukul 08.30 WIB, korban mengalami demam tinggi.
Melihat hal tersebut, terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu melaporkan kepada piket yang berjaga, dan korban dibawa ke Klinik Polrestabes Medan untuk dilakukan pemeriksaan.
Kemudian, pada Selasa, 23 November 2021 sekira pukul 03.00 WIB, korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara.
Sekira pukul 17.00 WIB, korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam, penyebab kematian korban mati lemas karena pendarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma tumpul.
"Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana Subs Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Subs Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana," pungkasnya.(tribun-medan.com)