Breaking News

Kontroversi Tewasnya Brigadir Yosua

Mahfud MD Sindir Penanganan Tewasnya Brigadir J, Hari Libur Masalah Pidana Boleh Ditutup-tutupi?

Penanganan kasus tewasnya Brigadir Novriansyah Yoshua atau Brigadir J mendapat sorotan pemerintah.Pengungkapan kasus tersebut terkesan ditutup-tutupi

Editor: Salomo Tarigan
Capture YouTube Kompas TV
Menko Polhukam Mahfud MD 

TRIBUN-MEDAN.com - Penanganan kasus tewasnya Brigadir Novriansyah Yoshua atau Brigadir J mendapat sorotan pemerintah.

 Pengungkapan kasus tersebut terkesan ditutup-tutupi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap sederet peristiwa yang dianggap janggal dalam penembakkan Brigadir J atau Brigadir Novriansyah Yoshua.

Pertama, Mahfud menyoroti waktu diumumkannya kasus penembakkan ini.

Pasalnya, pengungkapan ini dilakukan setelah tiga hari peristiwa penembakan Brigadir J.

“Kalau alasannya 3 hari karena itu hari libur, lah apakah kalau hari libur masalah pidana boleh ditutup-tutupi begitu? Sejak dulu enggak ada, Baru sekarang, orang beralasan hari Jumat libur, baru diumumkan Senin. Itu kan janggal bagi masyarakat ya,” kata Mahfud MD dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, dikutip Jumat (15/7/2022).

Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini menambahkan, atas poin pertama kejanggalan ini, dirinya banyak menerima pertanyaan terkait urgensi penyelesaian tindak pidana.

“Yang masuk ke saya kan begtitu semua sebagai Menkopolhukam. Pak apakah memang kalau libur enggak boleh melakkukan penyelesaian tindak pidana? Mengumumkan? Ini kan masalah yang serius,” ujarnya.

Ia melanjutkan, poin kejanggalan kedua ialah tidak sesuainya pernyataan masing-masing petugas kepolisian yang berbeda.

Disebutkannya, keterangan dari Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan yang berbeda dengan Kapolres Jakarta Selatan.

“Yang kedua penanganannya tidak sinkron. keterangannya polisi dari waktu, ke waktu lain dan dari satu tempat ke tempat lain, begitu. Kan Pak Ramadhan, Pak Ramadhan beda kejelasan pertama dan kedua,” kata Mahfud.

“Lalu Kapolres Jakarta Selatan juga mengkonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu. Brada dan Brigadir itu. Yang satu bilang pokoknya ditugaskan di situ, yang satu memastikan ini ajudan, ini sopir dan sebagainya, ndak jelas.”

Kemudian yang ketiga, sambung Mahfud, kejanggalan yang terjadi di rumah duka.

Menurut dia, kondisi jenazah yang tidak diperkekankqn dilihat pihak keluarga adalah hak tidak lazim.

“Yang muncul di rumah duka itu tragis. Oleh sebab itu ya tngisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka, macam-macam lah,” katanya.

Sejumlah fakta yang janggal itu, menurut Mahfud harus segera diluruskan oleh Kapolri Jenderal Listryo Sigit Prabowo.

Ia pun mengapresiasi upaya Kapolri yang telah membuat tim khusus untuk mengusut kasus ini.

“Nah itu, harus dibuat terang oleh Polri dan Pak Kapolri, dengan baik sudah melakukan itu membuat terang itu, dengan membuat tim. diharapkan tim ini menjadi betul-betul membuat terang,” ucapnya.

“Jangan mengejar tikus, atau melindungi tikus, lalu rumahnya yang dibakar. Terbuka aja. kan cara-cara mengejar tikus itu kan sudah ada caranya. Apalagi polisi sudah profesional. Saya melihat orang-orangnya juga kredibel,” lanjut Mahfud.

Diberitakan sebelumnya, Menkopolhukam sekaligus Ketua Kompolnas Mahfud MD mengatakan kasus penembakan yang menyeret dua ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, yakni Bharada E sebagai pelaku penembakan dan Brigadir J sebagai korban tewas, tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja.

"Karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," kata Mahfud kepada wartawan, Rabu (13/7/2022).

Seperti diketahui, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkap peristiwa penembakan yang terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Sebagaimana dijelaskan Ramadhan, penembakan yang melibatkan dua orang anggota Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) di rumah Ferdy Sambo itu, telah terjadi pada Jumat (8/7/2022) lalu.

Namun, kabar penembakan ini baru diketahui publik pada Senin (11/7/2022).

"Dua-duanya dalah staf atau Propam dari Mabes Polri."

"Brigadir J (adalah) drivernya ibu (istri Kadiv Ferdy Sambo) sedangkan Bharada E merupakan ADC (ajudan pribadi) dari pak kadivnya (Ferdy Sambo)," kata Ramadhan dalam konpers yang disiarkan Kompas Tv, Senin (11/7/2022).

Didatangi Polisi, Ketua RT Koar-koar Kelakuan Petugas Ganti Alat CCTV

 Rumah Ketua RT komplek perumahan dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ternyata didatangi polisi malam hari.

Ketua RT yang juga pensiunan polisi itu Mayjen (Purn) Seno Sukarto.

Seperti diberitakan sebelumnya, Seno Sukarto membongkar kelakuan polisi yang mengganti decoder CCTV sehari setelah insiden yang disebut polisi baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri tersebut.

Baca juga: Tangis Irjen Ferdy Sambo, Terjawab Keberadaannya di Video Viral| Kondisi Tubuh Brigadir J Mengerikan

Kolase foto Irjen (Purn) Seno Sukarto dan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo
Kolase foto Irjen (Purn) Seno Sukarto dan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo (Tribun Medan)

Anggota dari Mabes Polri mendatangi kediaman rumah Ketua RT, Mayjen (Purn) Seno Sukarto di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Rabu (13/7/2022) sekira pukul 21.00 WIB.

Hal ini diungkapkan istri Seno, Sri Suparti saat ditemui di kediamannya, Kamis (14/7/2022).

Dia menyebut ada dua orang yang mendatangi kediamannya.

Diketahui, Seno sempat geram lantaran tidak menerima laporan saat baku tembak ajudan Irjen Ferdy Sambo hingga proses olah TKP dalam kasus tersebut.

Sri mengatakan kedatangan dua anggota polisi tersebut bermaksud untuk meminta izin kepada kepala lingkungan soal kasus tersebut.

"Ya kan, minta ini, minta izin. Dari mabes kan, kesini harus izin (saat melakukan olah TKP)," kata Sri.

Polisi lakukan Olah TKP lagi di Lokasi Tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat,
Polisi lakukan Olah TKP lagi di Lokasi Tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat, (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

Sri mengaku saat kedatangan kedua anggota polisi itu, sang suami yakni Seno menyambut dengan baik.

"Ya gapapa, kalau memang perlu ya monggo," jelasnya.

Diketahui, Ketua RT 05 RW 01 di kawasan rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Irjen Pol (Purn) Seno Sukarto geram tidak ada yang melapor saat kejadian baku tembak terjadi.

Diketahui, sopir istri Ferdy Sambo, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas setelah baku tembak dengan ajudan Ferdy Sambo, Bharada E.

"Sampai sekarang saya ketemu aja nggak, terus terang saya juga ya kesal. Saya ini dianggap apa sih, maaf saja saya ini Jenderal loh, meskipun RT," kata Seno kepada wartawan, Rabu (13/7/2022).

Mantan Kapolda Sumatera Utara dan Kapolda Aceh itu tersinggung atas sikap polisi yang tidak memandang dirinya sebagai ketua lingkungan.

Seno menambahkan, pihak kepolisian juga kerap memerintah sekuriti tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan pengurus RT termasuk Ketua RT.

"Jadi saya memang tersinggung juga dalam hal ini. Sama sekali nggak ada laporan, nggak ada ini, merintahkan satpam seenaknya saja. Kenapa tidak memberi tahu saya sebagai ketua RT," ujar dia.

Seno menerangkan dirinya baru mengetahui ada insiden baku tembak yang terjadi pada Jumat (8/7/2022) itu pada Senin (11/7/2022) melalui Youtube.

"Sebetulnya terus terang saya justru membaca YouTube itu. Itu saya baru tahu loh, itu ada kaitannya dengan itu. Meskipun sebetulnya saya sudah agak ragu-ragu ada apa sih ini sebetulnya," jelasnya.

"Itulah yang saya sesalkan kenapa nggak dilapori soal kejadian itu," sambungnya.

Minta Nonaktifkan Irjen Ferdy Sambo

Indonesia Police Watch (IPW) yang meminta agar Polri membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) hingga penonaktifan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo soal kasus baku tembak ajudannya. 

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan pencari fakta atas tewasnya Brigadir Polisi Nopryansah Yosua Hutabarat di rumah salah satu pejabat Polri.

"Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya atau adanya motif lain," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Senin (11/7/2022).

IPW, kata Sugeng, meminta pimpinan tertinggi Polri harus menonaktifkan terlebih dahulu Irjen Ferdy Sambo dari jabatan selaku Kadiv Propam.

"Alasannya, Irjen Ferdy Sambo adalah saksi kunci peristiwa yang menewaskan ajudannya tersebut. Hal tersebut, agar diperoleh kejelasan motif dari pelaku membunuh sesama anggota Polri," ungkap dia.

Baca juga: Jokowi Teken Pemberhentian Lili Pintauli Siregar, Firli Bahuri Tertawa Ditemui di Kantor Dewas KPK

Alasan kedua, kata Sugeng, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat statusnya belum jelas apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak.

"Alasan ketiga, locus delicti diduga terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Karena itu agar tidak terjadi distorsi penyelidikan, maka harus dilakukan oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk atas perintah Kapolri bukan oleh Propam," jelas dia.

Dengan begitu, ia menyampaikan pengungkapan kasus penembakan dengan korban anggota Polri yang dilakukan rekannya sesama anggota dan terjadi di rumah petinggi Polri menjadi terang benderang.

Sehingga masyarakat tidak menebak-nebak lagi apa yang terjadi dalam kasus tersebut.

"Peristiwa ini sangat langka karena terjadi di sekitar Perwira Tinggi dan terkait dengan Pejabat Utama Polri.

Anehnya, Brigadir Nopryansah adalah anggota Polri pada satuan kerja Brimob itu, selain terkena tembakan juga ada luka sayatan di badannya," pungkasnya. 

Keanehan Autopsi 

Sugeng Teguh Santoso menyoroti keanehan soal autopsi jenazah Brigadir J.

Diketahui, pihak kepolisian melakukan autopsi kepada jenazah Brigadir J sebelum diserahkan ke pihak keluarga.

Sugeng juga merasa ada kejanggalan soal pernyataan keluarga yang menemukan adanya luka sayatan di bibir, hidung dan ada dua jari Brigadir J terluka.

Sugeng juga mempertanyakan mengapa autopsi dilakukan terhadap Brigadir J.

Padahal menurut penjelasan Polri, Brigadir J adalah pelaku bukan korban. 

Ia menjelaskan, bahwa pada umumnya, autopsi dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku.

"Yang menjadi pertanyaan, tindakan bedah mayat tersebut tujuannya untuk apa? Padahal bedah mayat umumnya dilakukan untuk seorang korban kejahatan bukan pelaku kejahatan," jelas Sugeng, Rabu (13/7/2022)

Baca juga: JADWAL Piala Dunia 2022 Diikuti 32 Negara, Penyisihan Grup hingga Final Piala Dunia 2022 Qatar

.(Tribunnews.com,/Igman Ibrahim/Tribun-Video.com/TribunWow.com/Abdi Ryanda Shakti)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved