Berita Sumut
Kebakaran Hutan Berulang Kali Terjadi di Simalungun, KPH II Siantar Beberkan Faktor Penyebabnya
Teranyar, kebakaran hutan terjadi di Kecamatan Purba dan Kecamatan Haranggaol Horison, pada Minggu (31/7/2022) hingga Senin (1/8/2022) kemarin.
Penulis: Alija Magribi |
TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN - Kebakaran hutan hampir setiap tahun melanda hutan di Kabupaten Simalungun.
Teranyar, kebakaran hutan terjadi di Kecamatan Purba dan Kecamatan Haranggaol Horison, pada Minggu (31/7/2022) hingga Senin (1/8/2022) kemarin.
Tak tanggung, luas areal hutan yang terbakar pun mencapai 30 hektare.
UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematangsiantar mencatat tiga titik api.
Baca juga: Karhutla Terjadi di Hutan Pinus Tele Samosir, Kepala KPH Doloksanggul: Api Sudah Padam
Adapun titiknya berada di Huta Sihorbo, Nagori Purba Sipinggan, Kecamatan Purba.
Kemudian dua lainnya berada di Kelurahan Haranggaol dan Nagori Sihalbe, Kecamatan Haranggaol Horison.
“Jadi kebakaran diketahui Minggu (31/7/2022) siang, sekitar Pukul 11.00 WIB. Diketahui titik api berasal dari perladangan warga,” kata Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat KPH Wilayah II Siantar, Tigor Siahaan, Selasa (2/8/2022).
“Kemudian untungnya api itu padam setelah hujan lebat mengguyur sehari setelahnya,” tambah Tigor lagi.
Dengan informasi bahwa api berasal dari perladangan warga, kuat dugaan kebakaran hutan ini akibat dari peran masyarakat lokal.
Memang, menurut catatan KPH Wilayah II Siantar sendiri, dua kecamatan tersebut tak pernah absen kebakaran hutan.
Setiap tahunnya, ujar Tigor, hutan lindung di Kecamatan Purba maupun Kecamatan Haranggaol Horison terbakar.
Titik lain yang juga sempat terbakar adalah di Nagori Sipolha dan Nagori Sibaganding pada tahun 2021 lalu.
Faktor-faktor penyebab kebakaran pun sama, yaitu keterlibatan masyarakat dengan sengaja, keteledoran masyarakat dan musim kemarau.
“Tiap tahun kebakaran di sana. Sudah berulangkali padahal kita sudah sosialisasikan dari tingkat kecamatan, desa/kelurahan, sampai tokoh masyarakat. Bahwa ini hutan lindung dan karena ini hutan lindung, tentunya ada dampak buruk bila tidak dilindungi,” kata Tigor.
Padahal kata Tigor, kondisi hutan di perbukitan yang rusak akibat kebakaran bisa berakibat buruk bagi warga yang tinggal di bawahnya.
Baca juga: Saat Gelar Opening Ceremony W20, Menteri Sandiaga Uno Soroti Soal Karhutla di Kawasan Danau Toba
Seharusnya hal tersebut disadari oleh masyarakat setempat, karena masalah yang timbul akibat hutan yang rusak seperti longsor dan banjir bandang.
KPH Wilayah II Siantar juga melihat bahwa masyarakat sekitar juga sering menggarap hutan untuk memperluas areal ladangnya. Hal ini terjadi merata di seluruh hutan yang ada di Simalungun.
“Secara keseluruhan luas hutan kita 100 ribu hektare, di situ ada hutan produksi, hutan produksi terbatas, cagar alam, dan hutan lindung. Kalau perkiraan kita, 30 persennya sudah dicaplok oleh masyarakat,” kata Tigor.
Sementara itu, Sekretaris BPBD Simalungun Manaor Silalahi menyampaikan rasa bersyukurnya lantaran api yang membakar hutan di Kecamatan Purba dan Simalungun padam.
“Kita bersyukur kali memang hujan turun, sehingga api bisa padam. Karena api membakar hutan di perbukitan, sulit diakses. Untung alam mendukung,” kata Manaor.
Daripada Bakar Hutan, Masyarakat Bisa Kelola Hutan
Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat KPH Wilayah II Siantar, Tigor Siahaan menyampaikan, saat ini hanya satu kelompok masyarakat yang mengelola perhutanan sosial.
Mereka adalah Kelompok Tani Purba Manorsa.
Kelompok Tani tersebut memiliki hak dan tanggung jawab yang jelas dalam mengelola hutan sesuai program nawacita Presiden, yang mana hutan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sosial tanpa merusak fungsi hutan.
“Ada di Kecamatan Haranggaol itu namanya Kelompok Tani Hutan P Manorsa. Di situ tahun lalu ada kebakaran, mereka ikut aktif memadamkan. Mereka mengelola 300 hektare itu untuk tanaman campur,” kata Tigor.
Tigor pun berharap masyarakat lainnya tidak melakukan hal-hal yang ilegal dalam melirik hutan sebagai keuntungan pribadi dan golongan.
Masyarakat bisa mengajukan kawasan perhutanan sosial juga, tanpa harus membakar hutan demi kepentingan pribadi.
“Fungsi perhutanan pun sudah diterangkan kepada masyarakat beberapa kali. Bahwa hutan lindung itu harus dijaga, ada dampaknya mengapa dilindungi.
Dengan tegas dilarang menebang kayu. Hanya boleh memberdayakan areal,” katanya.
“Padahal ketika masyarakat mau. Mereka bisa mengurus (perhutanan sosial) dan memiliki legalitas memanfaatkan lahan ini. Ada hak dan kwajiban. Kita akan verifikasi,” pungkasnya.
(alj/tribun-medan.com)