Ekspor Sumut Melonjak Capai 65 Persen, Masih Babak Belur Imbas Kebijakan DPO dan DMO

Tentunya di sini kita melihat bagaimana sektor industri masih mendominasi share ekspor kita di Juli 2022 sebesar 95,19 persen.

Penulis: Angel aginta sembiring | Editor: Eti Wahyuni
Istimewa
Ilustrasi Sawit. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Nilai ekspor di Sumatra Utara mengalami lonjakan yang cukup signifikan hingga 65 persen.

Kepala BPS Sumut Nurul Hasanudin menyampaikan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Sumut mencapai US$1,26 miliar per Juni. Jumlah ekspor ini naik 65,87 persen dibanding Mei 2022 seharga Rp US$ 761,86 juta.

"Ada kenaikan ekspor pada Juni sebesar US$1,26 miliar. Tentunya di sini kita melihat bagaimana sektor industri masih mendominasi share ekspor kita di Juli 2022 sebesar 95,19 persen," ungkapnya, Jumat (12/8/2022).

Sementara itu, bila dilihat secara YoY, kenaikan nilai ekspor mencapai 43,30 persen dibanding Juni 2021. Ia mengatakan bahwa ekspor CPO di Sumut sudah mulai menggeliat kembali.

Hal ini dapat terlihat dengan adanya share ekspor lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 572,01 juta yang mencakup 45,27 persen.

"Tentunya ekspor CPO kita sudah menggeliat dan kembali normal. Mudah-mudah sudah kembali seperti sebelum aturan yang membatasi ekspor CPO dan membaik di bidang ekonomi pastinya," tuturnya.

Terkait ekspor ini, Ekonom Sumut Gunawan Benjamin menyebutkan bahwa data ini justru mengalami penurunan dari realisasi ekspor pada April 2022.

"Tetapi kita tidak perlu senang dahulu dengan realisasi peningkatan ekspor sebesar itu. Karena toh pada dasarnya realisasi ekspor pada bulan Juni yang sebesar US$1,26 miliar, masih lebih rendah dibandingkan realisasi ekspor pada bulan April yang sebesar US$ 1,29 milyar," tutur Gunawan.

Gunawan bahkan menyebutkan bahwa realisasi ekspor pada bulan Mei 2022 anjlok 40,99 persen dibandingkan dengan ekspor pada bulan April. Ada pun pemicu anjloknya ini lantaran adanya kewajiban DPO dan DMO.

"Nah, salah satu pemicu anjloknya ekspor SUMUT di bulan Mei adalah kebijakan DMO/DPO untuk produk turunan kelapa sawit. Selain itu dipicu oleh libur panjang Idul fitri. Namun, pada dasarnya Sumut banyak kehilangan devisa di bulan Mei tersebut," kata Gunawan.

Gunawan menjelaskan bahwa harga CPO pada Mei 2022 sebesar MYR 6000-7000 per ton. Namun besaran devisa dikatakan tidak signifikan lantaran adanya kebijakan DPO/DMO.

"Artinya di saat harga CPO lagi tinggi-tingginya, ekspor Sumut malah jatuh tidak karuan besarnya. Sumut benar-benar dirugikan dengan kebijakan DMO/DPO minyak CPO sebelumnya," ucap Gunawan.

Sementara itu, pada bulan Juni 2022, harga CPO mengalami penurunan sebesar MYR 5500-4500 per ton. Di saat itu realisasi ekspornya justru bisa mendekati realisasi ekspor bulan April.

Baca juga: Gudang CPO yang Terbakar Diduga Tidak Punya Izin dan Pakai Sisa Kelapa Sawit

Padahal, relaksasi kebijakan pelonggaran ekspor belum sepenuhnya pulih. Tetapi lihat realisasi ekspornya dalam nominal mengalami pemulihan, meski pun dalam bentuk kuantitas barang jumlahnya belum tentu mendekati atau sama dengan realisasi April sebelumnya.

"Jadi kita tinggal bayangkan saja, seandainya bulan Mei itu tidak ada pembatasan ekspor, dengan harga CPO yang menjulang. Jadi kenaikan ekspor pada bulan Juni ini belum memposisikan ekspor Sumut berada dalam kondisi yang pulih. Kebijakan internal memaksa ekspor Sumut anjlok, dan pendapatan devisa berkurang," kata Gunawan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved