Brigadir J Ditembak Mati
AHLI Digital Forensik Ini Sebut Brigadir J dan Putri Masih Satu Mobil dari Magelang ke Jakarta
Misalnya di rest area jalan tol, Bharada E katanya ke toilet, kita tak bisa analisa, karena tidak ada kamera.
"Soal tuduhan dugaan pelecehan harkat martabat dari Magelang sampai Jakarta, saya tidak bisa menjelaskan menganilsa karena tidak ada CCTV. Saya hanya menjelaskan konten yang sudah beredar. Kan disebut bukan satu mobil antara Brigadir J dengan Putri gitu lho. Kan ada saksi yang mengatakan mereka bukan satu mobil dari Magelang ke Jakarta. Tapi ini lho yang kelihatan (satu mobil) masa begitu, padahal katanya sudah dilecehkan harkat dan martabat. Kan bukan telematika yang melakukan investigasi tersebut, ini lho yang kelihatan (masih satu mobil) masa begitu (pelecehan)," pungkasnya.
Menurut Abimanyu, saat sesorang sudah melakukan hal negatif apalagi sangat tidak berkenan, seharusnya Sambo komplain saat menerima laporan perlakuan apa yang diterima Putri tersebut. Tapi ini Brigadir J masih boleh masuk ke rumah pribadi, masih boleh masuk ke dalam rumah pribadi dan dites PCR juga, dan tidak ada sesuatu yang dibentak-bentak atau kek gimana. "Nah kita melihat sekarang, kamera yang ada itu hanya menghadap ke garasi kemudian menghadap ke ruang waktu PCR, padahal yang namanya digitial video recorder (DVR), biasanya itu 4 kamera, 9 kamera, atau 16 kamera," urainya.
"Untuk rumah seorang Jenderal, minimal sih 9 kamera ya. Apa kamera tersebut ikut dianalisa oleh pakar digital forensik yang bersangkutan? dari situ akhirnya bisa ketahuan kejadian waktu di sini (rumah pribadi). Misalnya si A masuk dari belakang, apakah dia dari luar, apakah dia dari pintu depan atau pintu belakang, kemudian siapa lagi yang masuk ke ruangan tersebut. Kemudian siapa saja yang datang ke rumah. Nah, informasi ini semua perlu diungkapkan. Dari yang ditampilkan ini hanya dua rekaman kamera. Berarti ada di 7 kamera lainnya. Saya tidak tahu apakah kameranya memang belum diungkap semua," ujarnya.
"Kalau di TKP kan katanya rusak, yang diedarkan ini kan di rumah pribadi, cuma kenapa tdak lengkap kontennya di rumah pribadi itu, gitu lho. Kenapa saya bilang tidak lengkap, yang namanya suatu objek analisa, tidak hanya murni hanya bisa menganalisa tiga objek, contoh PC lewat, J lewat, FS lewat, bukan begitu. Harus benar-benar semua dirunut. Dicari skenarionya, siapa-siapa saja yang lewat di ruangan tersebut pada hari itu. Kenapa ini penting, apabila itu mampu dianalisa maka pengembangan saksi-saksi bisa kelihatan dari CCTV. Karena CCTV ini bisa banyak bicara.
Misalnya di rest area jalan tol, Bharada E katanya ke toilet, kita tak bisa analisa, karena tidak ada kamera. Demikian pula dengan CCTV yang merekam ambulans di Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati Jakarta. Ia mempertanyakan rekaman yang memperlihatkan ambulans yang tidak sampai ke depan Inap Gawat Darurat (IGD). Padahal jika membawa orang seharusnya ambulans berhenti sampai depan IGD. Ia mengungkapkan skenarionya ada CCTV yang rusak. Namun, harus dijelaskan pula di mana CCTV yang rusak dan kerusakan terjadi pada bagian mana. “Pertanyaannya saat dibilang rusak, media perekam, controller, atau penyimpanan? Kalau media penyimpanan yang rusak, bisa recover, bisa tampil lagi,” tutur Abimanyu.
Selengkapnya penjelasan dengarkan videonya: