Breaking News

Sidang Korupsi

Mujianto Jadi Tahanan Kota, Pertimbangan Hakim: Uang Rp 500 Juta, Jaminan dari Pimpinan Ponpes

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai Immanuel Tarigan, mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa korupsi konglomerat Medan Mujianto.

Mujianto Jadi Tahanan Kota, Pertimbangan Hakim: Uang Rp 500 Juta, Jaminan dari Pimpinan Ponpes

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai Immanuel Tarigan, mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa korupsi konglomerat Medan Mujianto dari tahanan Rutan jadi tahanan kota.

Penetapan tersebut dibacakan hakim Immanuel dalam sidang perkara dugaan korupsi  kredit macet senilar Rp 39,5 miliar di Bank BTN cabang medan, Senin (15/8/2022).

Yang mana dalam perkara ini Mujianto diadili sebagai terdakwa Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR).

Hakim dalam pertimbangannya menuturkan telah menerima beberapa surat jaminan diantaranya dari istri Mujianto dan dari Penasehat Hukum terdakwa.

Selain itu ada pula dari ketua Yayasan pendidikan Cemara Asri Malahayati, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Majelis Zikir Ashsholah Daarussalaam Ustadz Muhammad Dahrul Yusuf, dan surat jaminan dari Muhammad Iskandar Yusuf selaku ketua yayasan pendidikan Mazila.

"Yang pada pokoknya memohon agar dilakukan pengalihan penahanan terdakwa Munianto dari tahanan rutan menjadi tahanan kota," ujar hakim, Senin (15/8/2022).

Tidak hanya itu, Majelis Hakim menuturkan pihaknya juga telah membaca  surat peryataan dari Penasehat Hukum terdakwa atas kesediaaan menyerahkan uang jaminan untuk pengalihan penahanan sejumlah Rp 500 juta.

"Yang diserahkan ke kas kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan," kata hakim.

Hakim menuturkan, pihaknya juga menerima surat keterangan sakit dari RS Royal Prima Medan menyebutkan bahwa hingga saat ini Mujianto masih memerlukan perawatan guna mendapatkan pemeriksaan penunjang.

"Hasil pemeriksaan Dokter Rutan Kelas I A Medan, terdakwa Mujianto didiagnosa suspek jantung, hipertensi," ujar hakim.

Untuk itu majelis hakim menilai permohonan penangguhan penahanan konglomerat Mujianto dari rutan ke tahanan kota beralasan untuk dikabulkan.

"Mengabulkan permohonan penahanan dari Penasehat Hukum terdakwa Mujianto.

Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum Kejakdsaan Negeri Medan, segera mengeluarkan terdakwa Mujianto dari tahanan tersebut," kata hakim.

Usai penetapan tersebut dibacakan, majelis hakim menunda sidang pekan depan dengan agenda putusan sela.

Sementara itu JPU M Isnayanda, dalam dakwaannya mengatakan Mujianto selaku Direktur PT. Agung Cemara Reality (ACR) telah melakukan melakukan perjanjian pengikatan jual beli atas sertifikat hak guna bangunan dengan total luas 103.448 M2 yang berlokasi di Jalan Sumarsono, Kompleks Graha Metropolitian, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

"Dari lahan itu, terdakwa mengalihkan 13.860 M2 kepada Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman (diadili terpisah) dengan harga Rp45 M dan rencana akan dibangun proyek perumahan Takapuna Residence sebanyak 151 rumah yang legalitas proyeknya atas nama Terdakwa," ucap jaksa.

Dikatakan jaksa, namun pembayaran lahan tanah yang dibeli Canakya Suman kepada terdakwa masih belum lunas.

Mengingat belum lunasnya, terdakwa mengajukan dan menerima fasilitas kredit rekening koran selama setahun sebesar Rp35 miliar, dari Bank Sumut dengan agunan kredit tanah seluas 16.306 M2 dan pelunasan dibebankan terdakwa kepada Canakya.

"Ternyata fasilitas kredit Bank Sumut dinikmati oleh Terdakwa sebagai pelunasan utang pembayaran jual beli tanah, dan Canakya tidak mampu melunasi fasilitas kredit yang membuat Canakya mengajukan surat permohonan kredit ke Bank BTN Cabang Medan tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan tanpa menyebutkan besaran nilai kredit yang dibutuhkannya," ucap jaksa.

Canakya mengetahui bahwa proyek perumahan yang akan dibiayai beserta sejumlah SHGB yang akan dijadikannya agunan kredit, masih atas nama Terdakwa Mujianto bahwa sedang terikat sebagai jaminan kredit di Bank Sumut, Canakya tetap menyampaikan copy data-data legalitas proyek dan SHGB beserta perjanjian jual beli.

"Walaupun mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan yang akan dijadikan agunan bukanlah milik Canakya serta masih sedang berstatus sebagai agunan kredit pada Bank Sumut, masih tetap memproses permohonan dan memberikan Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafond kredit sebesar Rp.39,5 miliar dengan agunan 93 sertifikat," kata jaksa.

Bahwa setelah pencairan, lanjut jaksa, Canakya mentransfer Rp13 miliar ke Terdakwa Mujianto, sehingga utang pembayaran jual beli tanah antara terdakwa dengan Canakya menjadi lunas.

Jaksa mengatakan, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar.

"Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana," pungkas jaksa. 

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved