Berita Persidangan

TIPU-tipu Berkedok Proyek di Siosar, Anggota DPRD Taput Luciana Siregar Dituntut 3 Tahun Penjara

Oknum anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Luciana Siregar dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan

TRIBUN MEDAN/HO
PENIPUAN PROYEK SIOSAR - Oknum anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Luciana Siregar dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (16/8/2022). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Oknum anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Luciana Siregar dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (16/8/2022).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Syafrina menilai, terdakwa Luciana terbukti bersalah melakukan penipuan modus proyek di Siosar Kabupaten Karo.

"Meminta supaya Majelis Hakim menjatuhkan terdakwa Luciana Siregar dengan pidana penjara selana 3 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata jaksa.

Baca juga: PEMERKOSA dan Perampok Mama Muda Percut Sei Tuan Ditangkap dan Ditembak, Ini Kronologinya

JPU Rahmi mempertimbangkan adapun hal yang memberatkan, bahwa terdakwa merugikan saksi korban dan keduanya belum melakukan perdamaian.

"Sedangkan hal yang meringankan terdakwa, belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan," kata jaksa.

Baca juga: FAKTA-fakta Perampokan yang Menewaskan Ramonah, Pelaku Tetangga Korban dan Masih di Bawah Umur

Jaksa menilai, Luciana telah memenuhi unsur bersalah, melanggar pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Setelah tuntutan dibacakan, Majelis Hakim yang diketuai Ulina Marbun menunda sidang pekan depan dengan agenda nota pembelaan (pledoi)

Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, terdakwa Luciana mengakui terus terang perbuatannya dan menyesal karena tidak bisa mengembalikan uang Limaret Sirait selaku saksi korban

"Sebenarnya uang saya terima dari korban Limaret Sirait Rp 700 juta. Di antaranya Rp 300 juta untuk urusan proyek dan Rp 250 juta untuk operasional saat saya akan dilantik menjadi wakil rakyat," ujar terdakwa Luciana

Menurut dia, proyek pembangunan rumah korban erupsi Gunung Sinabung di Kecamatan Siosar, Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2019 lalu yang dijanjikan kepada saksi korban urung terlaksana karenaada refocusing Covid-19.

Namun begitu, terdakwa mengaku menawarkan proyek lain sebagai pengganti proyek terkendala.

Tapi saksi korban Limaret Sirait menolaknya.

Terdakwa mencoba membayar uang saksi korban dengan cara menyicil.

"Saya pernah mentransfer uang Rp 50 juta ke rekening saksi korban," ujarnya.

Setelah itu terdakwa tidak punya uang lagi sampai perkara ini bergulir ke pengadilan.

"Saya dan saksi korban belum ada melakukan perdamaian. Saya menyesal buk hakim," ujar terdakwa Luciana.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Shafrina dalam dakwaannya menuturkan bahwa perkara ini bermula pada bulan Mei Tahun 2019, saat terdakwa Luciana mendapat tawaran pekerjaan dari rekannya di kementerian PURP, terkait pekerjaan rumah khusus bagi para korban Pengungsi Sinabung di Kecamatan Siosar Kabupaten Karo sebanyak tiga paket.

Dimana untuk ketiga paket tersebut ada uang administrasi yang harus terdakwa bayar, yaitu sebesar Rp 150 juta, untuk setiap paket.

Terdakwa sudah membayar dua paket.

Namun, untuk kekurangannya terdakwa belum ada uang.

Karena kekurangan uang tersebut, terdakwa bercerita kepada saksi Amru T Siregar yang juga didengar oleh saksi Mangiring Tua Simbolon.

Selanjutnya saksi Mangiring mengatakan, ada adik kelasnya yang mau ikut proyek pekerjaan.

Lalu, pada 14 September 2019 sekitar pukul 15.00 WIB saat saksi Mangiring menghubungi saksi korban Limaret Parsaoran Sirait dan menyampaikan jika rekannya, yaitu terdakwa Luciana mendapatkan tiga paket pekerjaan pembangunan rumah khusus pengungsi Sinabung dari kementrian PUPR.

"Keesokan harinya, pada 16 September 2019, sekitar pukul 19.40 WIB bertempat di Hotel Lexus Jalan Sisingamangaraja Medan, saksi Mangiring memperkenalkan Limaret, kepada terdakwa dan pada pertemuan tersebut, terdakwa menceritakan proyek tersebut," kata jaksa.

Terdakwa juga mengatakan, setiap paketnya terdakwa diminta untuk menyiapkan dana administrasi sebesar Rp 150 juta.

Saat itu, terdakwa meyakinkan Limaret untuk dua paket sudah terdakwa ambil dan terdakwa sudah menyerahkan uang administrasinya kepada rekannya di kementrian PUPR, sedangkan 1 paket lagi terdakwa tawarkan kepada Limaret karena menurut terdakwa uangnya tidak cukup.

"Tertarik dengan penjelasan terdakwa, selanjutnya Limaret, menyetujui untuk ikut satu paket, dan terdakwa meminta Limaret untuk menyiapkan uang administrasi sebesar Rp 150 juta," ujar JPU.

Keesokan harinya, bertempat di Hotel Lexus sekitar pukul 21.00 WIB , Limaret langsung menyerahkannya kepada terdakwa, dengan dibuatkan kwitansi tanda terima yang ditandatangani oleh terdakwa.

Bahwa beberapa hari kemudian, terdakwa kembali menawarkan satu paket kepada saksi korban, karena mendapatkan kepastian dari terdakwa jika paket pekerjaan perumahan tersebut akan dikerjakan pada bulan Oktober 2019.

Limaret kembali tertarik dan disuruh menyiapkan dana administrasi sebesar Rp 150 juta, dan terdakwa juga meminta saksi korban mengirimnya uang operasional untuk pengurusannya ke Jakarta.

"Pada 24 September 2019, saksi korban mengirimi uang sebesar Rp 155 juta. Bahwa selain pengiriman uang tersebut di atas, terdakwa juga ada meminta sejumlah uang operasional lainnya sehingga total uang yang dikirim saksi korban kepada terdakwa adalah sejumlah Rp 972.500.000," beber JPU.

Sampai dengan saat ini, terdakwa tidak juga dapat memberikan pekerjaan proyek yang terdakwa janjikan sehingga saksi korban merasa dirugikan .

"Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian setidak tidaknya sebesar Rp 972.500.000," pungkas jaksa.

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved