Arisan Online

Owners Arisan Online Ditipu Hingga Rp 570 Juta, Pelaku Masih Berkeliaran

Terlapor kasus dugaan penipuan dan penggelapan uang arisan online masih dibiarkan polisi berkeliaran

Owners Arisan Online Ditipu Hingga Rp 570 Juta, Pelaku Masih Berkeliaran

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Seorang owners arisan online bernama Wahyuni, menjadi korban penipuan dan penggelapan oleh anggotanya sendiri berinsial KR.

Akibatnya, owners arisan online yang jadi korban penipuan dan penggelapan ini merugi Rp 570 juta.

Menurut korbannya, kasus penipuan dan penggelapan arisan online ini sudah dilaporkan ke Polda Sumut sejak Oktober 2021 silam.

Namun, pelaku hingga kini dibiarkan berkeliaran dan belum ditangkap polisi. 

Menurut Andi, kuasa hukum owners arisan online tersebut, laporan penipuan dan penggelapan ini sudah bergulir di meja penyidik Dit Krimsus Polda Sumut pada 8 Oktober 2021 lalu.

"Klien saya disini sangat dirugikan, karena klien kami rugi Rp 570 juta," kata Andi kepada Tribun-medan.com, Selasa (23/8/2022).

Ia mengatakan, kronologis penipuan dan penggelapan ini bermula saat KR yang merupakan anggota korban tidak pernah lagi menyetor uang arisan sebagaimana yang telah disepakati.

"Jadi berawal dari saudari KR ini bergabung di arisan yang diketuai Wahyuni, kemudian setelah berjalan diawal dan mulai tahap ke dua dan ke tiga sudah mulai tidak membayar," sebutnya.

Lalu, dijelaskan Andi, arisan online tersebut memang bersifat pinjam meminjam.

Pelaku kemudian meminjam uang arisan tersebut dengan alasan untuk modal usaha dan korban memberikannya.

"Arisan ini merupakan perkumpulan ibu-ibu, yang artinya bukan semata-mata untuk mencari keuntungan. Pelaku ini memakai uang tersebut dengan alasan untuk memulai usaha yang baru," ungkapnya.

"Sistem arisanya pinjam, dipakailah uang itu sama KR ini, uang itu juga merupakan dari uang anggota anggota yang lain," sambungnya.

Kemudian, dikatakannya karena uang tersebut merupakan uang bersama dengan anggota arisan lainnya.

Para anggota arisan yang berjumlah kurang lebih 20 orang itu meminta haknya kepada korban.

Lalu, korban yang merasa tertipu memutuskan untuk membawa persoalan itu ke ranah hukum.

"KR ini tidak melakukan pembayaran yang dipakainya, otomatis ibu Wahyuni dikejar oleh anggota-anggota nya yang lain untuk menuntut haknya," ujarnya.

Andi mengungkapkan, setelah berbulan-bulan kasus tersebut berjalan dan tidak ada perkembangan.

Akhirnya, ia mengirimkan surat ke Polda Sumut untuk menanyakan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

"Saya ketemu penyidik untuk meminta SP2HP, kita ajukan permohonan pada tanggal 11 Agustus 2022. Kita mendapat balasan surat SP2HP mulai tanggal 12 Agustus 2022 terkait perkembangan hasil penyelidikannya," katanya.

Ia membeberkan, dalam SP2HP yang diterimanya itu ada beberapa poin yang disampaikan oleh penyidik.

"Ada 4 poin, pertama telah melakukan pemeriksaan terhadap pelapor saksi-saksi dan terlapor, kedua telah menyita barang bukti dari pelapor, ketiga telah gelar perkara menetapkan tersangka atas nama Kristina, keempat telah memanggil tersangka dan akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka," ungkapnya.

Lebih lanjut, Andi mengatakan dalam SP2HP yang diterimanya itu tertera bahwa polisi telah menetapkan KR sebagai tersangka.

Namun, hingga kini pelaku masih juga belum ditanggap oleh pihak kepolisian.

"Jadi saya juga menanyakan kapan ini diproses lebih lanjut karena berhubung telapor KR sudah menjadi tersangka," ujarnya.

Lalu, pada tanggal 22 Agustus 2022 pihaknya juga telah melayangkan surat permohonan untuk segera menangkap pelaku, karena dikhawatirkan pelaku melarikan diri.

Sesuai dengan pasal 17 KUHP yang berbunyi perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

"Artinya di dalam kasus perkara pidana ini sudah mencukupi untuk alat bukti maupun saksi-saksi, sehingga yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan SP2HP dari Polda Sumut," katanya.

Kemudian, diungkapkan sesuai dengan pasal 21 ayat 1 KUHP, perintah penahanan atau penahanan terhadap tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup.

"Alasan saya mengapa tersangka harus segera di tahan, karena seusai dengan pasal 21 ayat 1 KUHP. Ada beberapa hal yang pertama adalah kita tidak mau tersangka melarikan diri, yang kedua kita tidak mau tersangka merusak ataupun menghilangkan barang bukti," ungkapnya.

"Lalu agar tersangka juga tidak mengulangi tindak pidana yang sama, sehingga tidak merugikan korban-korban berikut nya," tambahnya.

Ia pun berharap kepada pihak kepolisian, agar bisa segera menangkap pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Harapan kami dapat segera direspon oleh pihak kepolisian, terutama Krimsus Polda Sumut. Harusnya dengan kerugian dengan nilainya cukup besar jadi atensi bagi penyidik, jangan sampai tersangka melarikan diri, atau menghilangkan bukti," ujar Andi.

Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Sumut Kombes John Charles Edison Nababan belum memberikan jawaban apapun terkait persoalan tersebut.

(cr11/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved