Brigadir J Ditembak Mati
TERUNGKAP 'Senjata' Putri Candrawathi Bela Diri dan Meringankan Ferdy Sambo dkk Selain Bharada E
Komnas HAM menyatakan ada dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi.
TRIBUN-MEDAN.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merampungkan hasil penyelidikan. Mereka sudah menyerahkan rekomendasi hasil investigasi itu ke Kapolri dan Presiden. Komnas HAM menyatakan ada dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi.
Dalam konferensi pers pada Kamis (1/9/2022), Komnas HAM menyimpulkan beberapa hal. Termasuk perihal kesimpulan soal tidak adanya penganiayaan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga dugaan adanya pelecehan seksual kepada istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
"Yang pertama, kesimpulan dari keseluruhan hasil penyelidikan atas peristiwa tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen FS di Jalan Duren Tiga, Nomor 4, Jakarta Selatan. Yang kedua, pembunuhan berencana Brigadir J merupakan extra judicial killing," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Kantor Komnas HAM, Kamis (1/9/2022) kemarin. "Yang ketiga, berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak," sambungnya.
Menurutnya penyebab kematian Brigadir J, ada dua luka tembak yakni di kepala dan dada sebelah kanan. "Kemudian keempat, terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022," ujar Beka Ulung Hapsara. "Dan kemudian terjadinya obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J," tambahnya.
Terhadap temuan dan hasil investigasi itu kata Beka, pihaknya merekomendasikan ke Polri dan Presiden RI beberapa hal. "Kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagai institusi negara yang memiliki kewenangan penegakan hukum, meminta kepada penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas dari intervensi, transparan serta akuntabel dan berbasis scientific investigation," kata Beka.
"Yang kedua, rekomendasinya menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap PC di Magelang, dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan. Artinya dugaan kekerasan seksual harus ditindaklanjuti penyelidikannya oleh teman-teman kepolisian," pungkasnya.
Yang ketiga, kata Beka Ulung Hapsara, pihaknya memastikan penegakan hukum kepada anggota polisi yang terlibat dalam obstruction of justice, tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik saja. "Tetapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap pelakunya saja. Tetapi juga semua pihak yang terlibat, baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta. Jadi sanksi semuanya tergantung pada derajat kontribusi dari masing-masing pihak," pungkas Beka.

Komnas HAM: Tak Ada Tanda-tanda Penganiayaan
Komnas HAM juga menyampaikan, berdasarkan hasil investigasinya, Brigadir J masih hidup sampai pukul 16.31 WIB di rumah dinas bekas Kadiv Propam Ferdy Sambo. Dalam rentang waktu itu juga tidak ditemukan penyiksaan atau penganiayaan. Hal itu diungkapkan Anggota Komnas HAM Choirul Anam yang menjelaskan rekomendasi Komnas HAM terkait kasus Brigadir J.
Menurut Choirul Anam, pihaknya tidak menemukan tanda penyiksaan seperti luka sayatan. “(Tidak ditemukan, red) gerakan atau luka lainnya di tubuh jenazah selain luka tembakan. Ada luka sayatan tetapi terjadi karena autopsi,” ucap Anam Kamis (1/9/2022).
Soal luka penyebab kematian, ada perbedaan dari hasil autopsi pertama dan kedua. Pada autopsi pertama ditemukan tujuh luka tembak masuk dan enam luka tembak luar. Pada autopsi kedua ada lima luka tembak masuk dan empat luka tembak luar. Ia menyebutkan hal tersebut berbeda karena terkait kondisi jenazah dan konsekuensi adanya formalin. “Berikutnya ada dua luka tembak penyebab kematian, yakni luka tembak di kepala dan di dada sisi kanan,” ungkap dia.
Disambut dan Didorong Komnas Perempuan
Isu dugaan kekerasan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang kembali dicuatkan Komnas HAM tersebut langsung disambut Komnas Perempuan. Namun, tak seperti narasi yang beredar di awal, kekerasan itu disebut bukan terjadi di Jakarta, melainkan di Magelang, Jawa Tengah, satu hari sebelum penembakan Yosua.
Atas dugaan kekerasan seksual tersebut, Komnas Perempuan juga menyampaikan hal serupa. Kepada Komnas Perempuan, Putri mengaku enggan melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialaminya di Magelang karena malu dan takut.
"Keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu, dalam pernyataannya merasa malu, menyalahkan diri sendiri," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis. "Takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya," sambungnya.
Selain itu, kata Andy, Putri enggan melapor karena mempertimbangkan posisinya sebagai istri dari petinggi kepolisian. Usia Putri yang tak lagi muda juga membuatnya takut mengalami ancaman sehingga dia hanya menyalahkan diri sendiri. "Pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan maupun rasa takut pada ancaman, dan menyalahkan diri sendiri sehingga merasa lebih baik mati, ini disampaikan berkali-kali," ungkap Andy.
Oleh karenanya, Komnas Perempuan mendorong pihak kepolisian menindaklanjuti dugaan kekerasan seksual ini. "Kami menemukan bahwa ada petunjuk-petunjuk awal yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak penyidik, baik dari keterangan P (Putri), S (Sambo), maupun asesmen psikologi tentang dugaan peristiwa kekerasan seksual ini," kata Andy dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Mantan Kabareskrim Susno Duadji Minta Komnas HAM Jangan Banyak Ngomong, Geram Gara-gara Hal Ini
Polri Kembali Mendalaminya
Atas rekomendasi Komnas HAM dan dorongan Komnas Perempuan ini, Polri menyatakan akan mendalami kasus dugaan pelecehan seksual ini.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengungkapkan bahwa Polri akan mendalami terkait dugaan pelecehan seksual tersebut. "Rekomendasi Komnas HAM dan Komnas PA akan ditindaklanjuti sebagaimana arahan Pak Irwasum selaku Ketua Timsus," kata Agus, Jumat (2/9/2022).
Agus mengungkapkan nantinya proses pendalaman itu didasari dengan fakta-fakta yang ditemukan oleh Polri. "Apapun hasil pendalaman akan didasari fakta dan alat bukti yang ada," ucapnya.
Diketahui, di awal terungkapnya kasus kematian Brigadir J, dikatakan bahwa Putri mengalami pelecehan oleh Yosua. Pelecehan itu disebut terjadi di rumah dinas suaminya, Irjen Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Buntut pelecehan tersebut, terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Richard Eliezer atau Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Berangkat dari pengakuan itu, Putri melapor ke Polda Metro Jakarta Selatan pada 9 Juli 2022. Tuduhannya berupa kejahatan terhadap kesopanan dan atau memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan atau kekerasan seksual. Pihak Ferdy Sambo juga sempat membuat laporan dugaan percobaan pembunuhan dengan korban Bharada E dan terlapor Brigadir J.
Dalam laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan sejumlah temuan, yang dimuat dalam laporan rekomendasi kasus pembunuhan Brigadir J. Dua laporan yang diajukan pihak Sambo itu sempat naik ke tahap penyidikan. Namun, pada Jumat (12/8/2022), polisi menghentikan penanganan dua laporan tersebut. Polisi memastikan bahwa tak ada pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri sesaat sebelum kematiannya.
"Kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Sebelumnya, kasus dugaan pelecehan seksual yang dihentikan tersebut tertuang dalam laporan polisi (LP) bernomor LP:B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan Polda Metro Jaya tanggal 9 Juli 2022 tentang kejahatan terhadap kesopanan dan atau perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan atau kekerasan seksual, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP dan atau Pasal 4 jo Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Polisi menduga, laporan itu dibuat hanya untuk menghalangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Terungkap bahwa sebenarnya tidak ada baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah Sambo. Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Eliezer untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak. Belakangan, Putri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J menyusul suaminya, Ferdy Sambo, serta empat tersangka lain yakni Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf. Mereka disangkakan Pasal 340 KUHP subsider 338 jo 55 dan 56 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penjara selama-lamanya 20 tahun.
Baca juga: Dugaan Negosiasi Hukuman Ringan Sambo di Balik Motif Rekayasa Pelecehan Seksual Digaungkan Lagi
Ketua Komnas HAM: Ferdy Sambo dkk Bisa Bebas Selain Bharada E
Dilansir Kompas.com, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebutkan, para tersangka seperti Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, hingga Kuat Ma'ruf bisa bebas, sehingga yang tersisa hanyalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Hal itu disimpulkannya dari banyaknya keterangan berbeda yang diterima Polisi.
"Yang berbahaya adalah, ini kan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian-kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual. Kalau kekerasan seksual pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS)," ujar Taufan kepada Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Taufan menjelaskan, kesaksian itu lemah dalam kasus tindak pidana umum, tidak seperti di kasus kekerasan seksual yang bisa dijadikan alat bukti. Sehingga, polisi membutuhkan alat bukti dan barang bukti lain, bukan sekadar pengakuan para tersangka dan saksi-saksi.
Taufan mengaku khawatir apabila para tersangka di kasus pembunuhan Brigadir J tiba-tiba menarik kesaksian mereka. "Yang saya khawatirkan kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya. BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itu kan," tuturnya.
Diketahui Bharada E telah sepakat menjadi justice collaborator. Dia kini berada di bawah kendali penyidik dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bharada E pun sudah mengakui jika dirinya menembak Brigadir J. Hanya, penembakan dilakukan atas perintah bosnya, Ferdy Sambo. Meski begitu, ia mengkhawatirkan tersangka lain yang menurutnya masih di bawah kendali Sambo. "Tapi Kuat, Susi, Ricky, Yogi, Romer, segala macam, kan masih di bawah kendali Sambo semua. Itu bahaya," kata Ahmad Taufan.
Ahmad Taufan Mencontohkan Kasus Marsinah. Ia mencontohkan kasus pembunuhan buruh perempuan bernama Marsinah. Kala itu, tujuh terdakwa pembunuhan Marsinah divonis bebas karena di persidangan bergantung pada saksi mahkota. "Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C," ucapnya.
Dengan demikian, Taufan menduga kejadian bebasnya para terdakwa di kasus Marsinah bisa terulang di kasus pembunuhan Brigadir J. Dia menekankan kejadian itu bukan terjadi karena hakim di pengadilan disuap. Melainkan, karena hakim tidak bisa diyakinkan hanya dengan kesaksian.
Walau begitu, Taufan yakin polisi sudah menyimpan bukti penting kasus kematian Brigadir J untuk meyakinkan hakim. "Kelihatannya penyidik itu punya bukti lain yang mereka sudah simpan. Kan enggak mungkin semua juga dikasihnya ke Komnas HAM, wewenang mereka, masa kami paksa-paksa," imbuh Taufan.
Baca juga: Guru Besar UI Prof. Sulistyowati Ragukan Kesaksian Putri Candrawathi Korban Pelecehan Seksual
Komnas HAM: Ferdy Sambo Akui Bertanggungjawab Atas Pembunuhan Brigadir J
Sebelumnya, Komnas HAM mengungkap eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo mengaku bertanggung jawab karena melibatkan ajudannya, yaitu Bharada E di kasus kematian Brigadir J. Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat Komnas HAM memeriksanya di Mako Brimob beberapa waktu lalu. "Bahasanya waktu itu saya (Sambo) akan tanggung jawab. Saya kan juga ngomonglah ya, nyentuh dia gitu ya, karena kalau di awal kalian tahu saya, salah satu concern saya bukan bela orang yang melakukan kesalahan ya, tapi saya tidak mau ada orang yang kesan saya ini orang sebetulnya hanya di ikut-ikutkan gitu jadi tumbal kan saya bilang gitu kan," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan, Selasa (23/8/2022).
Ahmad Taufan mengatakan lagi, saat itu Ferdy Sambo mengakui kesalahannya karena memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Ferdy Sambo, kata Taufan, dia juga akan bertanggungjawab karena melibatkan banyak orang.
"Makanya waktu itu saya tanya sama dia (Ferdy Sambo), setelah pertanyaan pokok dan sampingannya kalau saya tanya, 'kamu merasa gak kalau kamu udah menjadikan anak buahmu yang masih muda jadi terikut masalah ini lah', 'iya pak saya salah nanti saya tanggung jawab semuanya', 'benar ya?' Saya bilang. 'Kasihan ini anak muda', begitu. Itu sebetulnya pertanyaan pokoknya kan bukan di situ, 'apa yang kamu lakukan?' Kan begitu," beber Ahmad Taufan.
Kemudian, lanjut Taufan, Ferdy Sambo ingin membebaskan Bharada E dari jerat hukum. Menurutnya, itu akan ditentukan pada saat di pengadilan. "Dia bilang begitu (ingin bebaskan Bharada E). Makanya kita lihat saja nanti. Tapi yang paling pokok saya kira tugas pengacaranya Richard untuk harus memperjuangkan itu (kebebasan), saudara Ronny supaya dia bisa membela hak-hak, bahwa dia sudah mengaku, kan kita tidak bisa bilang dia tidak melakukan tindak pidana. Tapi kan dengan pembelaan-pembelaan hak-hak dia sebagai terdakwa nanti, mudah-mudahan, hakimlah yang memutuskan," ujar Ahamad Taufan.
Sebelumnya, Ahmad Taufan Damanik mengatakan Bharada E menjadi tumbal atas kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Taufan mengaku tak tega atas apa yang menimpa Bharada E atas kasus tersebut. Dalam kasus ini, Bharada E menjadi tersangka usai menuruti arahan mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk menembak Brigadir J hingga tewas. "Kalian pernah mendengar saya mengambil satu sinyal-sinyal, saya tidak bisa, tidak tega saya bilang, seorang Bharada E itu kemudian menjadi tumbal semua persoalan ini," ujar Taufan kepada wartawan, Kamis (11/8/2022) lalu.
Atas dasar itulah, Taufan menegaskan pihaknya akan melakukan penyelidikan dengan benar dan sesuai dengan prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil. Sebab, jika prinsip tersebut tak dijalankan maka orang yang tidak bersalah bisa dinyatakan salah. "Kalau fair trial tidak berjalan dengan salah, orang yang enggak salah bisa salah, orang yang salahnya 10 dihukum 1.000, itu tidak profesional, sejak awal kan begitu," pungkas Taufan.
Baca juga: Susno Duadji Kesal Terhadap Komnas HAM karena Paparkan Lagi soal Rekayasa Pelecehan Seksual
(*/tribun-medan.com/tribunnews.com/kompas.com)
Artikel ini sebagian telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Terbaru! Komnas HAM Sebut Brigadir J Terbukti Lecehkan Putri Candrawati dan Tidak Ada Penganiayaan,