Dijuluki Srikandi Hukum, Sosok 'Wakil Tuhan' Albertina Ho, Hakim yang Pernah Tolak Penghargaan
Albertina Ho diketahui mendapat julukan sebagai Srikandi Hukum, yakni karena ketegasannya dalam persidangan.
TRIBUN-MEDAN.com - Dijuluki Srikandi Hukum, sosok 'Wakil Tuhan' Albertina Ho, hakim yang pernah tolak penghargaaan
Inilah sosok Albertina Ho, hakim perempuan yang dikenal tegas.
Albertina Ho diketahui mendapat julukan sebagai Srikandi Hukum, yakni karena ketegasannya dalam persidangan.
Namun Albertina rupanya menolak julukan itu karena merasa masih sangat banyak perempuan di negara ini yang layak untuk dapat julukan tersebut.
Namanya sempat mencuat ketika mengadili kasus mafia pajak Gayus Tambunan, juga mafia hukum jaksa Cirus Sinaga.

Sejak akhir 2019 dia tak lagi memimpin persidangan, setelah diangkat menjadi Dewan Pengawas KPK.
Kini nama Albertina Ho kembali muncul, setelah jadi narasumber di Program Rosi, dipandu Rosiana Silalahi tayang di Kompas TV.
Dia memberi pandangan pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, yang menyeret Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Maruf, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezr.
Sebagai hakim senior, dengan lugas menelaah sidang dakwaan dan eksepsi yang baru saja selesai digelar.
Poin terpenting yang disampaikan adalah, walau punya jabatan yang tinggi, tapi seseorang itu tidak bisa main hakim sendiri.
Dia juga memberikan pandangan soal narasi pelecehan yang disebut pihak terdakwa terjadi di Magelang, yang menurut Albertina, itu harus bisa dibuktikan pihak terdakwa di persidangan, kalau memang ada kejadianya.

Berikut biodata Albertina Ho, hakim tegas yang Tribun kutip dari berbagai sumber.
Nama lengkap: Albertina Ho SH MH
Tempat lahir: Kepulauan Aru
Tanggal lahir: 11 Januari 1960
Pendidikan S1: Universitas Gadjah Mada
Pendidikan S2: Universitas Jenderal Soedirman
Jabatan saat ini: Anggota Dewan Pengawas KPK
Low Profile dan Tolak Penghargaan
Albertina Ho adalah sosok hakim yang low profile, tapi tegas dan digin.
Dia menolak dapat julukan Srikandi Hukum, dengan alasan banyak yang lebih berhak dengan julukan itu.
Dia juga pernah menolak saat masuk nominasi Yap Thiam Hien Award 2011.
Untuk diketahui, Yap Thiam Hien Award adalah sebuah penghargaan untuk orang yang dianggap berjasa dalam penegakan HAM.
Albertina Ho bertemu panitia untuk menjelaskan apa yang jadi alasannya.
Dia mengatakan tidak bisa menerima penghargaan, salah satunya karena dalam kode etik, tidak memperbolehkan hakim mencari popularitas.
"Jangan sampai penghargaan itu menjadi dikesankan orang saya mencari popularitas," kata Albertina, yang dikutip dari Kompas.
"Saya katakan bahwa, saya juga terima kasih sekali, tapi, Saya itu mohon maaf, saya merasa, Saya masih terlalu kecil dibandingkan dengan penghargaan yang begitu besar itu," tutur Albertina.
Eksepsi Putri Candrawathi Soal Peristiwa di Magelang Buat Hakim Albertina Ho Tertawa
Seorang hakim perempuan tertawa saat mendengar cuplikan eksepsi Putri Candrawathi soal peristiwa di Magelang dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Hakim perempuan tersebut yakni bernama Albertina Ho, yang dikenal tegas.
Ia menjadi narasumber di program Rosi, tayang di Kompas TV, yang mengulas kasus Putri Candrawati dkk.
Pada acara tersebut, Rosiana Silalahi selaku host, meminta tanggapan Albertina terkait narasi dari pihak kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawati, yang pada saat eksepsi menyebut ada pelecehan di Magelang.
Ada dua kalimat dalam eksepsi Putri Candrawati yang dianggap kurang sinkron, yakni narasi Brigadir Yosua Hutabarat mengancam akan menembak, dan kalimat Yosua 'tolong bu, tolong bu'.
"Orang kalau minta tolong berarti dia dalam posisi lemah. Kemudian ada kalimat mengancam menembak Ferdy Sambo dan anak-anak. Wajar?" tanya Rosiana kepada Albertina Ho.
Terlihat Albertina Ho tertawa beberapa saat setelah mendengarkan dua kalimat tersebut.
"Kalimat-kalimat seperti itu, mustinya dibuktikan ya oleh penasihat hukum bahwa ada suatu peristiwa di Magelang," ungkap Albertina.

Kalau memang pihak Ferdy Sambo mengharapkan narasi pelecehan itu memiliki nilai, harus dibuktikan oleh mereka di persidangan.
"Kalau dia tidak bisa membuktikan kalimat-kalimat itu, akan jadi pertimbangan bagi hakim. Masuk akal atau tidak (terjadi pelecehan)," ungkapnya.
Diterangkan Albertina, kalaupun memang terjadi di Magelang peristiwa pelecehan, bukan berarti menjadi pembenaran untuk melakukan tindak pidana pembunuhan.
Seharusnya, ucap dia, kalau terjadi pelecehan seperti yang disampaikan itu, korban segera lapor ke polisi.
Albertina lebih jauh menjelaskan, antara kasus dugaan pelecehan di Magelang dengan pembunuhan berencana adalah dua hal yang berbeda.
"Harusnya kalau pelecehan seksual dilaporkan. Kalau ini jadi pembunuhan berencana, maaf ngomong, kok kita main hakim sendiri, mengadili sendiri," jelasnya.
Dia menyebut, harusnya, betapapun seseorang memiliki jabatan, tidak bisa bertindak semena-mena.
Bila ada perbuatan pidana, maka selesaikan secara hukum.
"Jangan kita selesaikan sendiri," jelasnya.
Saat ini, ada dua perpektif untuk melihat posisi Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini.
Ada yang melihat sebagai korban pelecehan seksual, dan ada juga yang melihat sebagai otak pembunuhan berencana, sebab ceritanya yang memicu kasus Duren Tiga.
Istri Ferdy Sambo itu juga disebut mengalami trauma karena pelecehan.
Namun Albertina menyebut, trauma tak hanya disebabkan oleh pelecehan saja.
"Bisa juga faktor lain, tidak hanya satu penyebab," ucapnya.
"Misalnya karena mendengar tembakan berkali-kali? tanya Rosi.
"Iya," jawab Albertina. Hal itu nanti bisa diuji di persidangan, bila hakim yang memimpin sidang meminta jaksa menghadirkan ahli independen.
(*/ Tribun-Medan.com)
Artikel ini telah tayang di Tribun Jambi