Breaking News

Viral Medsos

Presiden RI ke-6 SBY Sebut Pertemuan Joe Biden dan Xi Jinping Akan Membuat Dunia Lebih Damai

SBY menilai, pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan memiliki dampak positif terhadap terciptanya perdamaian dunia

Editor: AbdiTumanggor
TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISMAWAN
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 

TRIBUN-MEDAN.COM  -  Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhono atau SBY menilai, pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akan memiliki dampak positif terhadap terciptanya perdamaian dunia di tengah gejolak yang terjadi di Eropa dan Asia TImur.

"Alhamdulillah, pertemuan Presiden Amerika Serikat Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping digelar di Bali di sela-sela Pertemuan Puncak G20. Di seluruh dunia, banyak yang merasa lega dan mendukung pertemuan itu. Ada secercah harapan, bahwa dunia akan lebih baik (safer) jika hubungan kedua negara besar itu terjalin kembali dan apalagi ke depan makin baik," kata SBY dalam keterangan tertulis, yang dikutip dari Kompas TV, Senin (14/11/2022).

SBY mengatakan, dirinya pernah menyampaikan pendapat serupa saat Berlin Policy Dialogue 2022 dua minggu yang lalu. "Pertemuan Biden-Xi Jinping dan sebenarnya juga pertemuan Biden-Putin akan menjadi "ground breaking". Bisa menjadi "game changer" di tengah suasana dunia yang makin panas dewasa ini." 

"Baik makin panas karena konfrontasi geopolitik yang meningkat tajam di kawasan Eropa dan Asia Timur, maupun makin panasnya bumi kita karena perubahan iklim yang makin buruk. Sayang, pertemuan Biden-Putin tidak terlaksana karena Presiden Rusia Putin memutuskan untuk tidak hadir di G20 Summit Bali, Indonesia," ujarnya.

SBY menyebut, banyak yang skeptis dan pesimistis bahwa pertemuan Biden-Xi Jinping ini akan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi perdamaian dunia. Alasan mereka, rivalitas dan permusuhan antara Amerika Serikat dan Tiongkok sudah amat luas dan dalam. 

"Rasa saling percaya di antara keduanya sudah sangat rendah (trust deficit). Isu-isu yang membuat keduanya bermusuhan dan saling berhadapan juga banyak yang fundamental dan sepertinya tak lagi bisa diakurkan. Salah satu contoh adalah urusan Taiwan." 

"Lihat, betapa berbahaya kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara ketika kedua kekuatan militer terbesar di dunia tersebut saling berhadapan secara fisik. Jika ada miskalkulasi atau kejadian di lapangan yang tak terduga (misalnya satuan AS atau Tiongkok yang tiba-tiba menembak pesawat atau kapal perang "lawannya"), perang besar bisa terjadi," kata SBY.

Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Apapun hasil pertemuan Biden-Xi Jinping di Bali itu, tetap saja ada manfaatnya bagi dunia. Kesediaan bertemu secara langsung dan berdialog adalah bahasa politik yang positif.  Bertemu tetap lebih baik dari pada tidak bertemu.

Pengalaman di seluruh dunia mengajarkan bahwa resolusi konflik bisa didapatkan ketika jalan perundingan dan negosiasi akhirnya yang dipilih. Pertemuan kedua pemimpin puncak yang tengah bermusuhan kerap menjadi pintu masuk, atau paling tidak sebuah awal yang baik. Saya pribadi berada dalam pandangan dan pemikiran seperti ini.

"Jika hubungan bilateral kedua negara adidaya ini terjalin kembali, akan bisa makin dikurangi berbagai mispersepsi, "misunderstanding" dan asumsi yang keliru. Dengan saling berbicara secara terbuka (apa adanya) dan juga saling mendengar, akan dapat dimengerti sikap dan tindakan apa yang dianggap tabu (definitely unacceptable) bagi yang lain."

"Inilah yang kerap disebut sebagai "red line" dalam dunia politik dan hubungan internasional. Misalnya, bagi Tiongkok mungkin campur tangan AS yang terlalu jauh terhadap urusan Tiongkok-Taiwan adalah sebuah "red line"," katanya. 

SBY menambahkan, pertemuan Biden-Xi Jinping di Bali ini mungkin tidak memenuhi harapan banyak pihak, terutama bagi yang berharap setelah pertemuan kedua presiden itu situasinya akan segera berubah. 

"Berubah dalam arti hubungan bilateral mereka kembali normal dan keduanya bisa langsung berkontribusi untuk kebaikan dunia. Harapan seperti ini mungkin saat ini terlalu jauh." 

"Bagi yang memiliki pengalaman yang panjang dalam "conflict resolution", termasuk pengalaman pribadi saya dalam penyelesaian konflik baik di dalam negeri maupun di dunia internasional, semuanya memerlukan proses," kata SBY.

Menurut di, tak ada jalan pintas dan tak mungkin pula ada hasil besar yang diperoleh secara instan. Tak hanya itu, lanjut SBY, dunia juga memerlukan kebersamaan AS dan Tiongkok untuk mengatasi berbagai isu kritis dan fundamental pada tingkat global, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved