Piala Dunia di Kedai Tok Awang

Jangan Sampai Messi Menangis Lagi

Argentina dan Prancis berhadapan di partai puncak Piala Dunia 2022, untuk satu gengsi dan rekor yang akan tercatat dengan tinta emas dalam sejarah.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP/Giuseppe CACACE
LEGENDA - Dua suporter Argentina mengenakan kaus bergambar wajah Lionel Messi (kiri) dan Diego Maradona jelang pertandingan babak Semi Final Piala Dunia 2022 versus Kroasia di Lusail Stadium, Lusail, sebelah Utara Kota Doha, Qatar, 13 Desember 2022. Argentina akan berhadapan dengan Prancis pada laga Final Piala Dunia 2022 yang digelar di stadion yang sama, Minggu (18/12/2022) malam WIB. 

Akhirnya sampai juga di ujung garis. Piala Dunia 2022 akan memanggungkan partai pamungkas. Argentina dan Prancis, dua negara yang mampu melewati segala halang rintang, akan saling berhadap-hadapan untuk menjadi yang terbaik. Bukan hanya untuk satu tropi, lebih jauh juga untuk pencapaian-pencapaian lain yang akan membuat mereka dicatat dengan tinta emas dalam buku sejarah.

Apabila Prancis yang menang, maka mereka akan bergabung dengan Italia dan Brasil yang berhasil melakukan back to back, juara dua kali secara beruntun. Italia melakukannya pada Piala Dunia zaman jebot, 1934 dan 1938. Adapun Brasil pada 1958 dan 1962.

Argentina sebenarnya pernah berada di posisi ini sebelumnya. Mereka juara di edisi 1986, mengalahkan Jerman (Barat) 3-2 di final. Edisi berikutnya, Italia 1990, La Albiceleste --julukan Tim Nasional Argentina-- kembali sampai di puncak. Lawan mereka sama.

Namun kali ini hasilnya berbeda. Kesaktian Diego Maradona lesap, keberuntungan mereka hilang, dan Argentina justru ketiban siap. Menit 85, mereka diganjar penalti akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap Jurgen Klinsmann. Eksekusi Andreas Brehme gagal diadang Sergio Goycochea.

"Padahal Goycochea ini bolak-balik gagalkan penalti di babak-babak sebelumnya. Penalti Brehme pun sebenarnya bisa dibacanya. Arahnya sudah pas, kenak jugak ke tangannya, tapi gak tertahan karena kencang kali," kata Lek Tuman.

Argentina gagal menjadi negara ketiga yang mencatat back to back. Namun di Buenos Aires, juga di seluruh sudut Argentina, pandangan terhadap Diego Maradona tidak berubah. Tahun 1986 dia sudah ditahbiskan sebagai pahlawan, sebagai legenda besar, dan akan begitu selamanya. Titik yang belum bisa dicapai oleh Lionel Messi.

SELEBRASI - Pemain Tim Nasional Argentina Lionel Messi melakukan selebrasi di hadapan dia wartawan usai pertandingan babak Semi Final Piala Dunia 2022 versus Kroasia di Lusail Stadium, Lusail, sebelah Utara Kota Doha, Qatar, 13 Desember 2022. Argentina akan berhadapan dengan Prancis pada laga Final Piala Dunia 2022 yang digelar di stadion yang sama, Minggu (18/12/2022) malam WIB.
SELEBRASI - Pemain Tim Nasional Argentina Lionel Messi melakukan selebrasi di hadapan dia wartawan usai pertandingan babak Semi Final Piala Dunia 2022 versus Kroasia di Lusail Stadium, Lusail, sebelah Utara Kota Doha, Qatar, 13 Desember 2022. Argentina akan berhadapan dengan Prancis pada laga Final Piala Dunia 2022 yang digelar di stadion yang sama, Minggu (18/12/2022) malam WIB. (AFP/JUAN MABROMATA)

"Jadi sebenarnya pembanding Messi itu bukan cumak Ronaldo. Ada Maradona jugak. Dan selama Messi belum pernah jadi juara dunia, sampek kapan pun dia akan tetap dibanding-bandingkan dengan Maradona," ujar Leman Dogol yang datang ke kedai bersama Mak Idam dengan mengenakan jersey Argentina. Akunya, sebenarnya dia bukan suporter Argentina, tapi karena ada yang bagi-bagi gratis, dia pakai saja.

"Sayang, lah, kalok nggak diambil, ya, kan. Lagi pulak ini gak ada hubungannya dengan kita. Kalok jersey Malaysia tadi pasti awak tolak. Nasionalisme, bro," ucapnya diiringi tawa berderai.

Namun terlepas dari alasannya mengenakan jersey Argentina, bilang Leman, ia akan merasa sangat senang jika mereka menang di final. Bukan lantaran dengan ini mereka tinggal berjarak selangkah dari Italia dan Jerman yang pernah juara dunia empat kali, tapi semata-mata demi Messi.

"Rasa-rasanya dunia ini tak adil sama Messi," sebutnya. "Orang sudah punya tropi semua kejuaraan. Kalok di tenis dia ini Roger Federer dan Rafael Nadal."

"Kalok di bulu tangkis Lin Dan, Mak," sahut Mak Idam pula.

Lin Dan, pebulutangkis China, adalah nama terbesar di arena tepok bulu. Dia juara olimpiade dua back to back (2008, 2012), juara dunia lima kali, Asian Games lima kali, dan menjadi kampiun turnamen paling tua sekaligus paling bergengsi, All England, sebanyak enam kali. Untuk beregu, dia memimpin China memenangkan Thomas Cup enam kali dan Sudirman Cup lima kali.

SUPER LIN - Pemain Bulu Tangkis China Lin Dan mengembalikan shuttlecock ke arah pemain Belanda Mark Caljouw pada pertandingan Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis di Nanjing, Provinsi  Jiangsu, China, 30 Juli 2018. Lin Dan yang berjuluk Super Lin menjadi satu-satunya pebulu tangkis yang pernah menjuarai semua turnamen penting di dunia, termasuk Olimpiade, baik beregu maupun perorangan.
SUPER LIN - Pemain Bulu Tangkis China Lin Dan mengembalikan shuttlecock ke arah pemain Belanda Mark Caljouw pada pertandingan Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis di Nanjing, Provinsi Jiangsu, China, 30 Juli 2018. Lin Dan yang berjuluk Super Lin menjadi satu-satunya pebulu tangkis yang pernah menjuarai semua turnamen penting di dunia, termasuk Olimpiade, baik beregu maupun perorangan. (AFP/Johannes EISELE)


Pun Federer dan Nadal di lapangan tenis. Keduanya mengoleksi lengkap semua gelar Grand Slam: Australia Open, US Open, French Open, dan Wimbledon.

Federer menyabet dua emas Olimpiade di tahun 2008 untuk ganda putra dan ganda campuran, sedangkan Nadal melakukannya di tahun 2008 untuk nomor tunggal dan 2016 untuk ganda.

Di kejuaraan beregu paling bergengsi, Davis Cup, Federer membawa Swiss juara di tahun 2014. Nadal lebih dahsyat. Ia menjadi bagian dari Tim Nasional Spanyol yang menaklukkan kejuaraan ini lima kali (2004, 2008, 2009, 2011, 2019).

LENGKAP -Pemain tenis berkebangsaan Swiss Roger Federer (kanan) bersalaman dengan pemain Spanyol Rafael Nadal (kiri) pada pertandingan babak Semi Final Wimbledon di All England Lawn Tennis Club, Wimbledon, Inggris, 12 Juli 2019. Federer dan Nadal disebut sebagai petenis terlengkap karena mampu menjuarai seluruh turnamen besar, termasuk olimpiade, baik beregu maupun perorangan.
LENGKAP -Pemain tenis berkebangsaan Swiss Roger Federer (kanan) bersalaman dengan pemain Spanyol Rafael Nadal (kiri) pada pertandingan babak Semi Final Wimbledon di All England Lawn Tennis Club, Wimbledon, Inggris, 12 Juli 2019. Federer dan Nadal disebut sebagai petenis terlengkap karena mampu menjuarai seluruh turnamen besar, termasuk olimpiade, baik beregu maupun perorangan. (AFP/POOL/Adrian DENNIS)

Messi kurang lebih sama. Dia pernah juara liga bersama Barcelona dan Paris Saint Germain. Juara Liga Champions saat masih berkostum Barcelona. Atas pencapaian-pencapaian ini ia menyabet berbagai penghargaan individu, satu di antara yang paling prestisius tentu Ballon d'Or yang diganjarkan kepadanya sebanyak tujuh kali. Di level kenegaraan, Messi membawa Argentina juara Copa Amerika tahun 2021.

"Jadi memang Piala Dunia Qatar inilah penentunya. Kalok Argentina menang, perdebatan siapa lebih hebat antara Ronaldo dan Messi selesai, dan Messi sekaligus akan setara dengan Maradona," ujar Lek Tuman yang segera saja disambar Tok Awang dari balik steling.

"Seru memang ini. Kalok betul-betul juara, bisa-bisa di Argentina akan lahir agama baru lagi. Agama Messi," katanya ikuti tawa ngakak.

Eric Cantona, pesohor sepak bola Prancis, pernah diminta pendapat tentang Maradona dan dia melontar satu pendefenisian yang tinggi dan canggih. Bilang Cantona, "suatu ketika orang akan berkata, Maradona adalah dia, yang dalam puisi adalah Rimbaud dan dalam musik adalah Mozart."

Wolfgang Amadeus Mozart dan Jean Nicholas Arthur Rimbaud, nama-nama yang abadi dalam musik dan puisi. Namun dibanding bagaimana orang-orang Argentina memandang Maradona, pendefenisian ini belum apa-apa.

Di Argentina, bahkan ada gereja bernama Iglesia Maradoniana. Didirikan 30 Oktober 1998, bertepatan ulang tahun Maradona ke 38, gereja ini menjalankan ritus-ritus pemujaan berdasarkan 'Sepuluh Perintah Tuhan' yang dimodifikasi dan semuanya berkaitpaut dengan Maradona. Termasuk rapal 'Doa Bapa Kami', dan tiap jemaat berkewajiban menamai anak lelaki mereka dengan unsur nama 'Diego'.

"Piala Dunia ini memang bisa jadi indah untuk Messi. Ibaratnya, disinilah dia menyempurnakan sejarahnya. Tapi jangan kelen lupa, ini final piala dunia," kata Jek Buntal menimpali. Dia belum lama tiba. Berbeda dari Leman Dogol dan Mak Idam, Jek datang mengenakan jersey Prancis edisi 1998 KW 11 yang bagian punggungnya bertuliskan 'Zidane'.

"Prancis juga punya kepentingan untuk mencatat sejarahnya sendiri. Messi punya sejarah. Mbappe juga punya sejarah. Kalok Prancis menang, dia akan setara dengan Pele," ujarnya.

Edson Arantes do Nascimento atawa Pele, datang ke Swedia di tahun 1958. Masih 17 tahun dan langsung membelalakkan mata para penonton bola Eropa. Brasil memainkan sepak bola yang sempurna, sepak bola yang tajam sekaligus indah, dan Pele menjadi elemen terpenting di dalamnya.

Empat tahun kemudian, di Chile, Brasil mengulang kedigdayaan. Namun berbeda dari empat tahun sebelumnya, di kejuaraan ini kontribusi Pele berkurang. Dia cuma mencetak satu gol dan hanya masuk starting line up hingga laga kedua babak penyisihan grup melawan Cekoslovakia. Pele mengalami cedera. Ia dicadangkan di laga ketiga melawan Spanyol dan terus begitu sampai final.

JEJAK - (Foto Kombinasi) Pemain Tim Nasional Brasil Pele dalam usia 17 (foto kiri) dalam satu momentum pertandingan Piala Dunia 1958 di Goteborg, Swedia, dan pemain Tim Nasional Prancis Kylian Mbappe (foto kanan) ketika tampil di Piala Dunia Rusia 2018. Mbappe yang kembali menjadi bagian dari Tim Nasional Prancis pada Piala Dunia Qatar 2022 berpeluang mengikuti jejak Pele sebagai pemain muda yang mampu membawa negaranya menjadi juara dunia dua kali secara beruntun.
JEJAK - (Foto Kombinasi) Pemain Tim Nasional Brasil Pele dalam usia 17 (foto kiri) dalam satu momentum pertandingan Piala Dunia 1958 di Goteborg, Swedia, dan pemain Tim Nasional Prancis Kylian Mbappe (foto kanan) ketika tampil di Piala Dunia Rusia 2018. Mbappe yang kembali menjadi bagian dari Tim Nasional Prancis pada Piala Dunia Qatar 2022 berpeluang mengikuti jejak Pele sebagai pemain muda yang mampu membawa negaranya menjadi juara dunia dua kali secara beruntun. (AFP/FRANCK FIFE/INTERCONTINENTALE)

"Jadi kalok Perancis yang menang, Mbappe bahkan bisa terhitung lebih hebat dari Pele. Setidaknya di piala dunianya yang kedua, Mbappe tetap pemain inti dan sekarang berpeluang pulak jadi top skor sekaligus pemain terbaik. Argentina harus hati-hati. Ini duel ambisi, jangan sampek Messi nanti menangis lagi," ucap Jek menambahkan.

Lionel Messi memang beberapa kali menangis lantaran kegagalan di final kejuaraan besar. Di Brasil 2014, Argentina yang bermain apik kalah dari Jerman. Di Copa Amerika, dua kali beruntun di tahun yang juga beruntun, 2015 dan 2016 (perayaan 100 tahun turnamen), mereka disungkurkan Chile.

Saking frustasinya, saat itu Messi menyatakan pensiun dari tim nasional, meski ia comeback beberapa bulan kemudian.

Kali, barangkali, tidak ada kesempatan untuk kembali lagi. Andaikata Messi menangis, maka ini akan menjadi tangisnya yang terakhir bagi Tim Nasional Argentina.

One last cry, tapi mestinya tangis bahagia, lah, jangan tangis sedih lagi,” kata Leman Dogol.

Mendengar ini, Tante Sela yang sedang mengambil gelas jamunya yang tertinggal di kedai, berteriak nyaring. Nadanya kedengaran gembira.

“Alamak, Man, tak sangka awak kau penggemar Elvi Sukaesih. Kak Nensi, Si Leman penggemar Elvi Sukaesih!”

Ocik Nensi tak menjawab, tapi dari balik steling bernyanyi. Aku menangis karena bahagia, lepas dari semua deritaaa... (t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved