Korupsi

KPK Geledah Ruang Kerja Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak terkait Dugaan Suap Hibah Rp 7,8 T

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Darda

HO
KPK melakukan penggeledahan di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indra Parawansa pada Rabu (21/12/2022). 

TRIBUN-MEDAN.COM -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak pada hari ini, Rabu (21/2/2022).

Selain ruang kerja Khofifah dan Emil, penyidik KPK turut menggeledah kantor Sekretariat Daerah dan Bappeda Jatim.

"Betul, hari ini (21/12) tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Gubernur, Wagub, Sekretariat Daerah dan Bappeda Jatim," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (21/12/2022).

Baca juga: Joni Simanjuntak Tewas Dipukuli Pakai Batu Bata, Pelaku Tak Senang Istrinya Diganggu

Ali mengatakan saat ini penyidik KPK masih melakukan penggeledahan. Dia belum bisa memberikan informasi terkait barang bukti yang diangkut tim penyidik dari ruang kerja Khofifah dan Emil.

"Informasi yang kami terima, sejauh ini kegiatan masih berlangsung. Kami akan sampaikan perkembangannya nanti setelah semua kegiatan selesai," katanya.

Sebagai informasi, penggeledahan dimaksud berkaitan dengan pengusutan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah provinsi Jatim senilai Rp7,8 triliun.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Yakni antara lain, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simandjuntak, Rusdi selaku Staf Ahli Sahat , Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai koordinator lapangan Pokmas.

Diketahui, penetapan tersangka ini menindaklanjuti operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar tim penindakan KPK di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (14/12/2022) malam.

Baca juga: Tingkah Al Nayhan Pakai Singlet di Nikahan Kaesang Dikritik, Wali Kota Bobby Beri Jawaban Begini

Saat itu, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar AS dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers menjelaskan bahwa konstruksi kasus ini bermula saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat.

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.

Johanis berujar pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, satu di antaranya Sahat.

Sahat disebut menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.

“Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH (Abdul Hamid) setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen,” kata Johanis, Jumat (16/12/2022) dini hari.

Besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh kedua tersangka tersebut yaitu: sebanyak Rp40 miliar telah disalurkan pada 2021 dan Rp40 miliar di tahun 2022.

“Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar,” ungkap Johanis.

Baca juga: INI Tanggapan ICW, Novel Baswedan, dan Abraham Samad Terkait Pernyataan Luhut terhadap OTT KPK

Namun, uang yang baru diterima Sahat hanya sebesar Rp1 miliar. Uang ini yang diamankan tim KPK saat menggelar OTT. Sedangkan Rp1 miliar lainnya direncanakan akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).

KPK menduga Sahat Tua Simanjuntak telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut.

“Berikutnya tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS,” kata Johanis.

Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Luhut Pandjaitan Kritik OTT KPK: Mau Bersih-bersih Amat di Surga Aja Kau

Dikritik Luhut

Sebelumnya, Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menilai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuai beragam tanggapan, terutama dari kalangan pegiat antikorupsi.

Pernyataan itu disampaikan Luhut Pandjaitan dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah kementerian/lembaga lainnya, yang digelar di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).

Pada kesempatan itu, Luhut menilai langkah digitalisasi sistem operasi pelabuhan adalah cara terbaik dalam memerangi praktik korupsi di sektor maritim.

Menurut Luhut, langkah digitalisasi itu merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi supaya membuat Indonesia lebih baik.

Selain itu, dia menilai OTT juga berdampak terhadap citra negara. "Karena ini mengubah negeri ini, kita enggak usaha bicara tinggi-tinggilah, kita OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget," kata Luhut.

Luhut mengatakan Inggris memuji Indonesia soal digitalisasi sistem. Ia bercerita, belum lama ini diwawancara dengan stasiun TV Bloomberg, dimana ia menjelaskan 4 pilar Indonesia terkait efisiensi dengan digitalisasi, hilirisasi hingga penyaluran dana Desa, dan komoditi.

"Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, tidak mau maling saja, pasti bisa. Ya kalo hidup - hidup sedikit, boleh lah. Kita mau bersih-bersih amat di surga aja kau. Jadi KPK itu jangan sedikit - sedikit tangkap-tangkap. Lihat-lihat lah. Tapi kalau sudah di digitalisasi menurut saya tidak bisa main-main," ujarnya.

Luhut menjelaskan dengan adanya digitalisasi pelayanan publik akan memperkecil kesempatan korupsi di tingkat kementerian/lembaga hingga di pemerintah daerah (Pemda). Misalnya digitalisasi di pelabuhan.

Menkomarinves mengatakan 14 pelabuhan di tanah air sudah terintegrasi dengan digital yang ditargetkan selesai tahun ini.

Ia menargetkan tahun depan 149 pelabuhan kecil sudah masuk dalam sistem yang kemudian diintegrasikan dengan sistem pelabuhan udara. Dengan adanya digitalisasi diharapkan berdampak pada berbagai macam aspek, termasuk aspek ekonomi, industri, hingga pendidikan. "Jadi orang mau korupsi apa lagi kalau sudah masuk sistem. Kan uangnya masuk sistem. Sudah berapa ribu triliun. Efisiensi kita lakukan," ujarnya.

Luhut meminta KPK agar tidak kerap melakukan OTT. Menurut dia, ketika sistem digitalisasi sudah berhasil maka tidak akan ada koruptor yang berani melakukan korupsi. "Ya kalau hidup-hidup sedikit bisalah. Kita mau bersih-bersih amat, di surga sajalah kau," ujar Luhut.

"Jadi KPK pun jangan pula sedikit-sedikit tangkap-tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main," ucap Luhut.

Ditemui setelah mengikuti acara tersebut, Luhut menyampaikan bahwa yang dimaksud buruk adalah ketika pemerintah membuat peluang terjadinya OTT.

Menurut dia, dengan adanya digitalisasi, tidak mungkin lagi ada pejabat yang melakukan korupsi sehingga tidak ada OTT.

“Bukan jelek, ya jelek buat kita dong karena kita bikin peluang ada OTT. Kalau semua sudah digitalize kan enggak mungkin lagi ada OTT, bagus kan,” ujar Luhut.

ICW Tak sepakat dengan Pernyataan Luhut 

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, tidak sepakat dengan pandangan Luhut yang menilai OTT membuat citra negara buruk.

"Ini paradigmanya lama. Kesannya penegakan hukum dalam konteks OTT membuat citra Indonesia buruk," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/12/2022).

Agus menilai OTT memang bukan satu-satunya tugas KPK dalam memberantas korupsi.

Namun, kata dia, OTT dilakukan sebagai bentuk penindakan yang dilakukan KPK sebagai aparat penegak hukum terhadap potensi perbuatan rasuah.

"Padahal, OTT kan salah satu strategi penindakan. Ketika ada bukti kuat akan ada transaksi korupsi, masa terus mau didiamkan? Sedangkan kejahatan ada di depan mata," ucap Agus.

Tanggapan Novel Baswedan

Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merespons Luhut  yang menyebut tindakan KPK yang sering melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), akan membuat citra negara Indonesia jelek di mancanegara.  

“Kalau dikatakan OTT membuat nama negara jelek, saya kira tidak ya,” kata Novel Baswedan, Selasa (20/12/2022).

“Apakah masih belum bisa memahami dampak dari korupsi yang begitu besar,” sambung dia.

Novel justru menilai bahwa KPK saat ini cenderung kurang maksimal dalam memberantas rasuah di dalam negeri. Hal itu pula yang membuat citra Indonesia di kancah internasional kurang positif.

Berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, sehingga masyarakat internasional dapat dengan mudah mencari kabar terkait tingkat korupsi di suatu negara.

“Saya mengetahui hal tersebut karena ketika Ketua IM57 diundang hadir pada acara anti korupsi di Malaysia yg dihadiri lebih dari 14 negara, mereka menyayangkan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang melemah,” tuturnya.

Lebih jauh Novel mengatakan bahwa pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan tiga pola secara bersamaan. Yaitu penindakan, pencegahan dan pendidikan. Jika fase penindakan tidak dilakukan, pencegahan dan pendidikan tidak akan berdampak efektif. “Contoh soal e-katalog, ternyata banyak modus korupsi dilakukan dgn “mengakali” sistem e-katalog,” ujarnya.

Hal serupa juga terjadi pada digitalisasi pada sistem pengawasan. Faktanya, kata Novel, upaya yang dilakukan dalam sistem pengawasan hanya meliputi elektronifikasi, bukan digitalisasi.

“Kita semua tentu berharap pejabat-pejabat negara melihat korupsi itu sebagai masalah serius, tidak baik kemudian tidak peduli atau permisif terhadap praktik korupsi,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Menko Marves Luhut menyinggung agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlalu mudah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), sebab menurutnya akan membuat citra negara Indonesia jelek di mancanegara.

Hal itu ia sampaikan saat memberikan pidato di Launching Stranas PK Tahun 2023-2024, di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa (20/12/2022). "Kita tidak usah bicara tinggi-tinggi. OTT OTT itu kan tidak bagus sebenarnya. Buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digitalisasi, siapa yang mau melawan kita," ujarnya.

Tanggapan Abraham Samad

Eks Ketua KPK Abraham Samad menanggapi pernyataan Menko Luhut Binsar Panjaitan yang menyebutkan tak perlu sering menggelar operasi tangkap tangan. Pernyataan ini menimbulkan polemik.

Abraham Samad pun angkat bicara. Ia mengatakan OTT yang kerap dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hal yang wajar. Alasannya, OTT merupakan bagian dari upaya law enforcement atau penegakan hukum sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) KPK.

"Jadi tetap dalam konteks law enforcement itu dibolehkan," ujarnya saat ditemui usai acara Peluncuran Aplikasi Cek Pemilu 2024 pada Selasa (20/12/2022).

Namun lain halnya bila OTT disalahgunakan untuk kepentingan lain. "Itu mungkin yang jadi problem," kata Abraham.

Oleh sebab itu, dia menilai tidak ada yang salah dari banyaknya OTT yang dilakukan KPK selama ini. Sebab, masih menjadi bagian dari law enforcement. "Kalau tetap dalam kerangka law enforcement yang dilakukan KPK sebagai lembaga penegakan hukum dalam pemberantasan, no problem menurut saya."

(*/tribun-medan.com/Tribunnews.com)

Baca juga: Luhut Kritik OTT KPK: Jangan Sedikit-sedikit Tangkap, Kalau Mau Bersih di Surga Saja Kau. . .

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "OTT KPK Masih Diperlukan meski Dicibir oleh Luhut"

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Penyidik KPK Masih Geledah Ruang Kerja Gubernur Jatim Khofifah dan Wagub Emil Dardak

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved