Minyak Goreng Langka

Hakim Tolak Tuntutan Jaksa soal Kasus Minyak Goreng Terhadap Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia

Majelis Hakim menolak sejumlah tuntutan Jaksa terhadap Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian (MP) Tumanggor.

Editor: AbdiTumanggor
HO
Lima terdakwa kasus minyak goreng yakni, penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; serta General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022. 

Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.

Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas. Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri.

Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri. Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.

“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur Jaksa.

Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.

Empat terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah yakni (dari kanan) Lin Che Wei, Indra Sari Wisnu Wardhana, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang menunggu sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Piana Korupsi, Jakarta Pusat dibuka, Rabu (31/8/2022). (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
Empat terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah yakni (dari kanan) Lin Che Wei, Indra Sari Wisnu Wardhana, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang menunggu sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Piana Korupsi, Jakarta Pusat dibuka, Rabu (31/8/2022). (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am) 

Tuntutan Jaksa Tak Berdasar

Dalam pemberitaan sebelumnya, Pierre Togar Sitanggang, mantan General Manager (GM) Bagian General Affair,PT Musim Mas menegaskan bahwa Persetujuan Ekspor (PE) minyak sawit mentah yang diberikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), diperoleh melalui prosedur yang ada.

Dia menolak pendapat Jaksa yang menganggap PE yang diterima pihaknya, diperoleh melalui cara-cara yang tidak sesuai aturan.

Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 2 tahun 2022, Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 8 Tahun 2022, serta Perdirjendaglu No. 2/2022, PE bisa didapatkan antara lain setelah perusahaan mengalokasikan sebagian minyak goreng untuk kepentingan masyarakat Indonesia, atau Domestic Market Obligation (DMO).

Pierre Togar Sitanggang menegaskan, PE diperoleh karena pihaknya sudah memenuhi hal tersebut.

"Dengan demikian, menjadi jelas dan terang bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan ekspor yang dilanggar dalam permohonan dan penerbitan PE untuk Musim Mas Group, dan tidak ada perbuatan terdakwa yang terbukti menghalang-halangi pemerintah, dalam mengendalikan persediaan barang kebutuhan pokok," menurut Pierre Togar Sitanggang seperti dikutip dari pledoinya.

Kebijakan DMO ditetapkan awal tahun 2022, sebagai langkah untuk menanggulangi krisis minyak goreng. Namun Jaksa menganggap perusahaan-perusahaan yang mengajukan PE, yang saat ini sejumlah petingginya terjerat kasus minyak goreng, telah menyampaikan laporan yang tidak akurat.

Perusahaan-perusahaan tersebut berhasil melakukan ekspor, sementara di dalam negeri krisis minyak goreng terus berlangsung.

Jaksa menganggap perusahaan-perusahaan yang memperoleh PE namun sebelumnya sempat menyampaikan laporan yang tidak akurat, telah memperparah krisis minyak goreng di dalam negeri. Alhasil pemerintah menggelontorkan program Bantuan Tunai Langsung (BLT), yang totalnya mencapai lebih dari Rp 6 Triliun.

Dalam pledoinya, Pierre Togar Sitanggang menyampaikan bahwa Jaksa telah keliru menafsirkan aturan soal DMO.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved