Sumut Terkini
AKBP Ronald Sipayung : Keterbukaan Informasi Pemberitaan dan Penegakkan Hukum
Pada dasarnya, proses saling mempengaruhi akibat interaksi adalah gejala yang wajar dalam kehidupan berbangsa.
Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR- Kapolres Simalungun AKBP Ronald Fredy Cristian Sipayung meneliti bahwa berkembangnya media massa (elektronik, cetak) serta dunia maya (internet) disinyalir sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia.
Pada dasarnya, proses saling mempengaruhi akibat interaksi adalah gejala yang wajar dalam kehidupan berbangsa.
Perkembangan Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain di dunia yang juga berkembang, disebabkan salah satunya adalah karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa bisa disebabkan karena interaksi dengan pihak luar. Dan hal inilah suatu keniscayaan yang terjadi dalam proses globalisasi.
Baca juga: Dukung F1 H2O, Kapolres Simalungun Tak Sungkan Pegang Sapu dan Kutip Sampah Bersih-bersih di Parapat
“Globalisasi bukan hanya menyangkut salah satu bidang dalam kehidupan. Globalisasi teknologi, ekonomi, dan bahkan informasi dan budaya adalah merupakan suatu hal yang merupakan sebuah kenyataan,” kata AKBP Ronald dalam penelitiannya sebagai mahasiswa S3 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Menolak globalisasi, kata Ronald, adalah hal yang sangat sulit dilakukan, kalau tidak boleh dikatakan kemustahilan.
Walaupun pada akhirnya sudah barang tentu diperlukan filter sebagai alat untuk menyeleksi apa-apa yang bisa diadopsi, dan apa yang tidak bisa diambil bagi suatu bangsa, termasuk bangsa Indonesia.
Masuknya budaya asing pada suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan sesuai dengan kepribadian bangsa tersebut.
Namun sering terjadi budaya asing mendominasi kehidupan, sehingga budaya lokal mulai dilupakan.
“Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal mendorong untuk memilih budaya baru tersebut,” katanya.
Baca juga: Syukuran Tahun 2023, Kapolres Simalungun Ucapkan Terimakasih Kepada Masyarakat
Issue Hukum
Sebagaimana bidang budaya, analisis Kapolres, pengaruh globalisasi juga nampak pada bidang hukum, teknologi, ekonomi, dan bahkan informasi.
Luasnya cakupan masalah tentang upaya hukum dalam mengatasi dampak negatif globalisasi, maka penulis membatasi permasalahan dalam artikel ini, menjadi: bagaimana keterbukaan informasi dalam pemberitaan media elektronik terhadap penegakan hukum?
“Keterbukaan Informasi Dalam Pemberitaan Media Elektronik Terhadap Penegakan Hukum Salah satu fungsi media massa, maupun media elektronik adalah menyajikan fakta yang terjadi di dalam masyarakat,” kata Kapolres.
Dengan demikian, apa yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang satu dapat diketahui oleh kelompok masyarakat yang lain. Media massa berusaha memberikan informasi selengkap mungkin sehingga seluruh warga masyarakat mengetahui apa yang terjadi di sekeliling mereka.
Lebih lengkap data yang diperoleh sedemikian pula tujuan media massa untuk memberikan informasi selengkap mungkin kepada masyarakat. Meskipun diakui dampak yang terjadi di dalam masyarakat dapat berupa dampak positif maupun negatif.
Dalam penyajiannya, acap kali media massa ataupun elektronik, disadari atau tidak, memberikan juga pendapat mereka berkenaan dengan informasi yang disajikan. Hal demikian sering terjadi penghakiman terhadap permasalahan yang disajikan (trial by the press).
Di pihak lain, disepakati bahwa seorang hanya dapat dinyatakan kesalahannya setelah diperiksa di pengadilan, dan dinyatakan bersalah oleh hakim yang memeriksanya.
Dalam menjaga tidak terjadi penghakiman oleh media massa, dulu dalam Pasal 3 ayat (7) Kode Etik Jurnalistik PWI, menyebutkan: “Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam sidang-sidang pengadilan harus dijiwai oleh prinsip praduga tak bersalah, yaitu bahwa seseorang tersangka baru dianggap bersalah telah melakukan sesuatu tindak pidana apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap”.Yang disambung oleh ayat (8) yang berbunyi: “Penyiaran nama secara lengkap, identitas dan gambar dari seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan dihindarkan dalam perkara-perkara yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa.
Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya trial by the press”. Kode Etik Jurnalistik PWI ini telah ditetapkan oleh Dewan Pers pada tanggal 24 Maret 2006 sesuai dengan amanat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca juga: Kapolres Simalungun Cek Pos PAM dan Pos Yan Operasi Lilin Toba 2022
Asas Praduga Tak Bersalah
AKBP Ronald, dalam penelitiannya diketahui Pengertian asas praduga tak bersalah (“presumption of innocent”) mengartikan bahwa seseorang yang diduga, disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di sidang pengadilan wajib hukumnya dianggap tidak bersalah bagi siapapun.
Asas ini wajib diterapkan sebelum adanya putusan pengadilan yang inkracht.
Asas ini terdapat pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum KUHAP.
Dalam menjaga agar jangan sampai terjadi “trial by the press” oleh para jurnalis di Indonesia telah sepakat menggunakan asas praduga tak bersalah sebagai kesepakatan profesinya dalam suatu pemberitaan.
Dilema antara kebebasan keterbukaan informasi dalam pemberitaan media elektronik dengan “trial by the press” selalu menjadi hal yang dapat didiskusikan lebih lanjut.
Di satu pihak, kebebasan pers merupakan mahkota yang harus dijunjung tinggi, di lain pihak suatu peradilan tidak boleh dilakukan kecuali oleh kekuasaan yang telah ditentukan dalam konstitusi, yaitu badan peradilan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam ketentuannya, media massa/elektronik tidak mempunyai hak melakukan peradilan.
Konklusi
Dengan derasnya arus globalisasi terhadap pemberitaan media elektronik, maka asas praduga tak bersalah ditempatkan di Kode Etik Jurnalistik dengan harapan agar media elektronik dalam pemberitaannya tidak terjebak dalam ‘trial by the press’, yaitu pemberitaan yang menjurus ‘menghakimi’ yang merupakan pelanggaran suatu peradilan yang adil.
“Pemberitaan yang cenderung memberikan opini terhadap bersalahnya seorang tersangka, disamping telah melanggar asas utama dari negara hukum, yakni kebebasan kehakiman, juga merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, yakni mengurangi hak untuk membela diri secara hukum,” kata Ronald.
(Alj/tribun-medan.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.