Serda Sahat Sitorus Tewas
Kamaruddin Simanjutak Ungkap Penganiayaan Serda Sahat Sitorus Hingga Tewas Bermotif Dendam
Kamaruddin Simanjuntak angkat bicara terkait awal mula penganiayaan terhadap Serda Sahat Wira Sitorus hingga meninggal dunia.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kuasa hukum keluarga Serda Sahat Wira Sitorus, Kamaruddin Simanjuntak angkat bicara terkait awal mula penganiayaan terhadap anak dari kliennya tersebut hingga meninggal dunia.
Pada tahun 2018, adanya kunjungan VVIP di Bagan Batu, Kota Pekanbaru.
Baca juga: Akhirnya Kamaruddin Turun ke Medan Jadi Pengacara Serda Sahat Sitorus yang Tewas Dianiaya Atasannya
Dalam kunjungan itu, dihadiri Presiden Joko Widodo dan adanya konsentrasi pengamanan berlapis dari Polisi dan TNI.
Dalam kegiatan itu, diduga tidak terdapat koordinasi yang baik dari Tentara, akibatnya anggota TNI yang bertugas kalai itu tidak kebagian makanan.
Kemudian, Serda Sahat, berinsiatif menyediakan minuman dan roti kepada rekan-rekannya.
Namun, hal tersebut tidak mendapat respon baik dari pimpinannya yaitu Mayor Arh Gede Henry Widyastana.
Pimpinannya itu pun marah, karena melihat anggotanya tidak kebagian makanan.
"Kemarahan itu diluapkan kepada Ibu dari korban yaitu klien kami," kata Kamarudin.
Dirinya menjelaskan, kliennya itu adalah istri dari Danramil yang saat ini bertugas di Dumai.
Diceritakan Kamaruddin, Tiorma Tambunan selaku ibu dari korban, lalu menceritakan hal tersebut kepada suaminya.
Lantas, ayah dari korban yaitu Kapten Hulman Sitorus memberitahukan hal tersebut kepada Komandan Kodim.
Lalu, lanjutnya, Komandan Kodim itu menegur Gede Henry.
Akibatnya, diduga timbul rasa sakit hati dari Mayor Arh Gede Henry Widyastana.
"Kemudian, selang beberapa waktu saat adanya pelatihan di Denrudal 004 Dumai, kesempatan itu digunakan Gede untuk membalaskan dendamnya," ucap Kamaruddin, Kamis (19/1/2023).
Dalam peristiwa itu, diduga korban disiksa secara berlebihan selama masa orientasi atau pelatihan yang berujung pada kematiannya.
"Korban disiksa dengan cara ditenggelamkan, dihajar, dipaksa berlari, dipaksa berdiri, dan seterusnya," beber pria asal Kecamatan Siborongborong itu.
"Penyiksaan itu sangat jahat dan kejam menurut informasi yang kami peroleh," tambahnya.
Kemudian, dari tahun 2018 sampai 2022, tidak ada tindakan yang tegas dari institusi untuk menindak pelaku.
Dalam peristiwa ini, pihaknya menilai penganiayaan hingga tewas terhadap Serda Sahat Wira Sitorus ini ialah pembunuhan berencana.
Adapun, alasan mengapa Kamaruddin menyebut pembunuhan berencana, yakni dari segi perlakuan, korban yang sudah pingsan dipukulin lagi, dipaksa lagi berlari sampai masuk rumah sakit.
"Saat dirumah sakit pun, dia tidak datang untuk menjenguk. Dia datang ke rumah sakit tapi bukan untuk melihat korban, melainkan untuk bertanya ke dokter," ujarnya.
"Selesai bertemu dokter, pelaku menunjukkan mukanya dan menantang ibu korban, masih ingat saya? bertanya sama ibu korban, disitulah ditunjukkan dendamnya," sambung Kamaruddin.
Kata Kamaruddin, kliennya pun menjawab bahwa masih ingat sosok yang menegurnya tersebut adalah Mayor Arh Gede Henry Widyastana.
Seusai mengatakan hal tersebut, Gede langsung meninggalkan Tioma dengan sombongnya.
"Itulah kami begitu yakin, pembunuhan itu berencana dan terstruktur. Oleh karena itu, tidak berlebihan kami apabila meminta kepada pimpinan TNI, bahwa yang seperti ini tidak layak berdinas di TNI, harus PTDH dan ditahan, karena kasihan nanti kalau muncul korban-korban lain," tegasnya.
Terkini, Kamaruddin Simanjuntak meminta agar Majelis hakim yang mengadili perkara tersebut agar diganti karena dinilai tidak kooperatif.
Hal itu dikatakannya karena pihaknya menilai, dalam persidangan ditemukan salah satu anggota Majelis hakim, diduga ada berpihak kepada terdakwa yaitu Mayor Arh Gede Henry Widyastana.
Dugaan tersebut, dinilai karena adanya pertanyaan dari majelis hakim yang memojokkan keluarga korban.
"Pertanyaan tersebut seakan-akan menyalahkan klien kami yang menanyakan kenapa anaknya dimasukkan ke dalam tentara," kata Kamarudin, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Tiorma Tambun Kerasukan Arwah Serda Sahat, Anaknya yang Dibunuh Komandan di Arhanud Rudal 004/Dumai
Pihaknya juga telah melayangkan surat kepada Panglima TNI, Mahkamah Agung, Oditur Militer terkait sikap dari Majelis hakim tersebut.
"Supaya hakim yang bersangkutan segera diganti, karena tidak menunjukkan rasa simpati dan empati kepada klien kami," ucapnya.
Hal tersebut dilakukan, agar peristiwa ini tidak terjadi lagi. Karena tidak zamannya lagi tentara harus disiksa, karena sistem peperangan dahulu dengan sekarang sudah berbeda.
Lanjut dikatakan kuasa hukum korban lainnya, Poltak Silitonga, pihaknya meminta kepada Pengadilan Tinggi Militer I Medan, agar terdakwa ditahan.
"Alasan kami, kami takut dia (terdakwa) bisa mempengaruhi saksi-saksi yang lain untuk memberikan keterangan tidak benar," pintanya.
"Kami juga menduga, adanya deal-deal yang tidak patuh secara hukum untuk membebaskan terdakwa dari pertanggungjawaban hukum," tambahnya
(cr28/tribun-medan.com)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.