Nelayan tak Bisa Melaut, Tinggi Gelombang Mencapai 2 Meter

Ya selama dua hari ini kami perbaiki jaring dan perbaiki kapal. Karena memang tidak bisa kita cari ikan dengan kondisi saat ini.

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Eti Wahyuni
TRIBUN MEDAN/ANUGRAH NASUTION
Puluhan perahu nelayan yang menyandar karena nelayan tak melaut akibat cuaca buruk, Rabu (15/2/2023) /Anugrah Nasution. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Gelombang tinggi yang mencapai 2 meter membuat ratusan nelayan tradisional di Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai tak bisa melaut. Pantuan Tribun, ratusan kapal nelayan tampak bersandar di dermaga di sepanjang pekan Tanjung Beringin.

Putra salah satu nelayan mengatakan, gelombang tinggi telah terjadi sejak Senin kemarin. Cuaca buruk dan angin kencang membuat nelayan tradisional mengurungkan niatnya mencari ikan.

"Sudah dia hari kami tidak melaut, sejak Senin kemarin, karena cuaca buruk, hujan, angin kencang dan gelombang tinggi, kira-kira dua meter itu gelombangnya," ujar Putra kepada Tribun, Rabu (15/2/2023).

Selama dua hari tak melaut, Putra dan ratusan nelayan tampak sibuk memperbaiki jaring. Beberapa nelayan lainya juga sibuk memperbaiki kapal atau mencari rutinitas lainya untuk mencari uang tambahan.

"Ya selama dua hari ini kami perbaiki jaring dan perbaiki kapal. Karena memang tidak bisa kita cari ikan dengan kondisi saat ini," katanya.

Baca juga: HEBOH Kemunculan Paus Terlilit Tali di Padang, Sirip Terluka Terlilit Jaring Nelayan hingga Meronta

Selama tak bisa melaut, Putra ayah tiga orang anak ini mengaku tidak memiliki penghasilan. Tak jarang beberapa nelayan sepertinya beralih profesi untuk mencari uang tambahan.  "Ya tidak ada penghasilan, karena tidak ada tangkapan," ungkapnya.

Hal sama disampaikan Ebit, nelayan lainya. Dia mengatakan, sejak beberapa bulan terakhir cuaca buruk kerap terjadi yang membuat nelayan tak memiliki penghasilan. Dia pun berharap agar cuaca buruk yang melanda pesisir Sergai dapat segera berakhir.

"Iya beberapa bulan ini saja sudah ada beberapa kali tidak melaut. Jadi sedih memang tak ada penghasilan. Muda mudahan cuaca buruk cepat berakhir," katanya.

Sementara Syharul (52), nelayan tradisional lainnya mengeluh akibat  tangkapannya terus menurun, bahkan dia tak melaut kemarin karena cuaca buruk yang terjadi. Syahrul menceritakan sulitnya menjadi nelayan tradisional sepertinya.

"Saat ini sulit, ini sudah dua hari tidak melaut karena cuaca buruk. Apalagi ikan juga semakin sulit didapat," kata Syahrul.

Pria tiga anak itu telah 30 tahun bekerja sebagai nelayan. Katanya, semakin tahun hidupnya semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal itu disebabkan sejumlah hal, selain hasil tangkapan yang menurun, kebutuhan pokok yang kian hari terus melambung tinggi pun kian membuatnya pusing.

"Kita sekarang ini kalau cari tangkapan ikan semakin jauh. Karena ikan semakin sulit didapat. Belum lagi apa-apa sekarang naik, beras naik, minyak makan naik. Makin sulit hidup kami nelayan ini," ujarnya.

Tak Bisa Akses BBM Subsidi

Sejumlah persoalan nelayan diperparah karena tidak bisa mengakses BBM bersubsidi. Setiap melaut nelayan harus mengeluarkan biaya lebih besar ketimbang hasil yang didapat.

"K ami di sini tidak bisa beli BBM subsidi. Jadi kami ini beli BBM eceran yang satu liternya itu Rp 9.000. Setiap hari kita butuh BBM mencapai 100 liter karena jarak tangkap ikan semakin jauh. Karena itu kadang kita lebih sering mengeluarkan biaya lebih besar dibandingkan hasil tangkapan ikan," katanya.

Hal sama juga dikeluhkan oleh Putra nelayan lainya. Katanya, setiap tahun biaya operasi untuk melaut terus meningkat. Biaya itu termasuk BBM, dan kebutuhan makanan selama berada di laut. Peningkatan biaya operasional itu tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapat.

Putra menyebutkan, hal itu membuat nelayan tradisional seperti hidup di bawah garis kemiskinan.

"Untuk BBM saja kita beli eceran Rp 9.000. Belum lagi makan selama di laut. Malah kita sering tidak bawa uang untuk ke rumah karena hasil tangkapan juga semakin sikit," katanya.

Kecamatan Tanjung Beringin sendiri adalah wilayah di mana mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Putra mengatakan, keluhan ini sudah dirasakan hampir semua nelayan di sana. Namun mereka memilih bertahan sampai sejauh ini karena tak punya pilihan lain.

"Iya karena tidak ada pilihan lain jadi mau tidak mau bertahan. Namun sudah ada juga yang ganti profesi ada yang kerja bangunan, atau mereka merantau," katanya.

Mewakili ratusan nelayan yang lain, Putra berharap agar pemerintah memperhatikan nelayan seperti dirinya. Salah satunya dengan memberikan kemudahan mengakses BBM subsidi dan bantuan peralatan untuk nelayan.

"Kalau kami maunya ada perhatian pemerintah. Supaya kami bisa melaut dan bisa menghidupi keluarga," katanya.

Sementara itu Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Sergai, Batera Harapan menyebutkan pemerintah akan terus membantu meretas persoalan nelayan. Katanya, dalam tahun ini pemerintah daerah dan pusat akan memberikan bantuan peralatan kepada nelayan.

"Yang pertama kita terimakasih atas informasinya. Dan kami pemerintah terus berusaha membantu masyarakat," tutup Bahtera.

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved