Terduga Pelecehan Seksual
Cerita Ayah Terduga Pelaku Rudapaksa, Dijemput Paksa dari Sekolah dan Diduga Dianiaya
Seorang pria berinisial BS (49) hanya bisa pasrah melihat anaknya berada di kantor polisi lantaran dituding melakukan tindakan asusila siswi SMP.
Cerita Ayah Terduga Pelaku Rudapaksa, Dijemput Paksa dari Sekolah dan Diduga Dianiaya
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Seorang pria berinisial BS (49) hanya bisa pasrah melihat anaknya berada di kantor polisi.
Anaknya berinisial YS (19) itu terpaksa harus berurusan dengan pihak kepolisian setelah dituding melakukan tindakan asusila siswi SMP berinisial CT (14).
Menurut BS, anaknya itu dijemput oleh 10 orang berpakaian preman dari sekolahnya, pada Selasa (4/4/2023) kemarin.
Awalnya, ia mengaku tidak mengetahui siapa 10 orang pria tersebut. Belakangan baru diketahui bahwa mereka merupakan keluarga dari korban.
"Anak saya lagi sekolah sedang ujian. Terus ada informasi disuruh saya ke sekolah. Katanya ada masalah dengan anak saya," kata BS kepada Tribun Medan, Jumat (7/4/2023).
"Ada yang datang 10 orang pakai preman, jemput paksa anak saya," sambungnya.
Ia menyampaikan, setelah mendapatkan informasi itu.
Awalnya pria yang merupakan seorang tunanetra ini belum mengetahui apa yang terjadi.
"Nelpon lah istri saya, katanya anak kami sedang berada di Polrestabes Medan. Katanya ada hubungannya sama siswi SMP (dugaan rudapaksa)," sebutnya.
BS mengungkapkan, usai mendapatkan laporan itu ia pun langsung bergegas mendatangi Polrestabes Medan.
Sesampainya di sana, ia tidak melihat anaknya berada di Polrestabes Medan dan sempat menanyakan kepada polisi, namun tidak ada yang mengetahuinya.
Selang sekira tiga jam lamanya, akhirnya anaknya itu tiba di Polrestabes Medan diantarkan oleh sejumlah pria yang merupakan keluarga korban.
"Ku lihat anak ku sudah duduk di lantai itu, sama cewek itu disampingnya," ujarnya.
Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai juru pijat ini mengatakan ketika itu dia sampai ke Polrestabes Medan bersama dengan adiknya.
Lalu, adiknya ataupun Tante anaknya ini melihat YS penuh dengan luka memar di bagian wajahnya.
"Ditengok sama tantenya, di pelipis matanya lebam-lebam. Dia minta tolong karena dipukuli, hampir mati," ungkapnya.
Namun, ketika itu pihak penyidik tidak memperbolehkan keluar untuk bertemu langsung dengan YS.
Hingga hari berikutnya juga, penyidik bernama Aipda Kristin Panjaitan juga tidak memberikan izin untuk keluarga menemui YS.
Lalu, karena merasa dihalang-halangani, pihak keluarga didampingi kuasa hukumnya pun kemudian mendatangi Unit Propam Polrestabes Medan.
Di sana, mereka mengadu oknum penyidik tersebut karena diduga menghalang-halangi keluarga untuk bertemu dengan YS.
"Saya akui anak saya bersalah itu pun masih dugaan, tapi kenapa disiksa anak saya dipukuli sama 10 orang, itu sudah penculikan," bebernya.
Ia menyampaikan, pihak keluarga tidak terima karena YS sempat diduga dianiaya.
Untuk itu keluarga juga membuat laporan pengaduan.
"Kami minta anak kami divisum, cuma di situ dihalangi-halanginya apa tujuannya itu, memang ada aturan menghalang-halangi," katanya.
"Sekarang sudah divisum dia, saya tanya katanya dadanya, pelipis mata, kepalanya memar dan beberapa bagian tubuh lainnya juga memar,"
"Kami memohon kepada bapak Kapolri dibereskan itu, jangan ada lagi penyidik yang menghalanghalangi masyarakat," tambahnya.
Kanit PPA Polrestabes Medan, AKP Gabriellah Gultom membantah adanya penganiayaan itu.
Lalu, terkait anak buahnya bernama Aipda Kristin Panjaitan yang diduga menghalang-halangi keluarga, ia enggan membantah.
"Ya enggak dong. Kami tangani secara profesional sesuai dengan proses hukum yang berlaku," pungkasnya.
(cr11/tribun-medan.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.