Eksekusi Lahan Pertanian di Sergai Nyaris Ricuh, Emak-emak Adang Ekskavator dan Traktor
Aksi saling dorong antara petani dengan sekira seratus petugas kepolisian pun tak terhindarkan.
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Eti Wahyuni
TRIBUN-MEDAN.com, SERGAI - Eksekusi lahan pertanian seluas 12 hektare di Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, nyaris berakhir ricuh, Rabu (10/5/2023).
Puluhan petani menolak eksekusi sawah miliknya yang sudah ditanami padi pun melawan. Aksi saling dorong antara petani dengan sekira seratus petugas kepolisian pun tak terhindarkan.
Sejumlah petani tampak mengejar lalu menghadang ekskavator dan traktor yang akan digunakan untuk melakukan pemerataan lahan sawah warga. Puluhan petani terlihat berteriak dan meminta agar Pengadilan Negeri Sei Rampah membatalkan eksekusi tersebut.
Kericuhan dapat diredam setelah polisi melakukan dialog dan mengamankan sejumlah warga untuk menghindari bentrokan.
"Kami sebagai masyarakat menolak eksekusi ini karena kami sudah puluhan tahun tinggal di sini, bersawah di sini," kata Linda salah satu petani.
Baca juga: Sawahnya Dirusak, Petani Kejar dan Lempari Traktor saat Eksekusi Lahan di Sergai
Linda menyebutkan, persoalan lahan antara petani dengan penggugat bernama Beni sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Ada puluhan petani yang mengelola lahan sawah di lahan yang berdekatan dengan wisata Pantai Kelang tersebut.
Menurut Linda, petani sakit hati lantaran PN Sei Rampah melakukan eksekusi saat petani sudah menanami padi.
"Kami sakit hati Pak, kenapa dari dulu tidak dilakukan, kenapa waktu kami sudah tanam padi seperti saat ini baru dilakukan eksekusi, kenapa tidak ada pemberitahuan kepada kami," kata Linda.
Pantaun Tribun, hingga kini petani dan petugas kepolisian masih berada di lokasi. Patani masih berjaga-jaga dan terus berupaya untuk menghalangi traktor yang hendak merusak tanamnya.
Linda berharap agar pemerintah memperhatikan nasib petani seperti mereka.
"Ini tanah dari orangtua kami dulu, jika mau diambil pasti kami akan pertahankan, jika pun kami harus pergi, biarlah padi kami panen dulu. Karena itu saya mohon kepada pemerintah, kepada Presiden Jokowi agar perhatikan nasib kami," katanya.
Ida Siregar, petani lainnya mengatakan, eksekusi sepihak yang dilakukan oleh PN Sei Rampah dilakukan tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.
"Kami rasa ini tidak adil sekali, kami siap memperjuangkan tanah kami. Karena saat eksekusi ini pihak yang menggugat tidak pernah datang dan kami tidak pernah diberi tahu soal adanya eksekusi tersebut," kata Ida.
Bahkan mereka tega menghancurkan padi yang masih berusia satu bulan lebih. Padahal dia sampai berhutang untuk modal menanam.
“Kami harus hutang buat beli pupuk dan bibit namun mereka sesuka hatinya merusak dan meratakan sawah kami. Kalau pun kami harus pergi kenapa tidak tunggu kami penen, biar kami tidak rugi begini," tambah Ida.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.