Viral Medsos

Para Astronom Temukan Sebuah Planet Baru Seukuran Bumi di Luar Tata Surya Tertutup Gunung Berapi

Para astronom percaya, planet masif LP 971-18 c mungkin berkontribusi pada kemungkinan vulkanisme planet ekstrasurya yang baru terdeteksi.

Editor: AbdiTumanggor
HO / TRIBUN
Teori pembentukan tata surya 

TRIBUN-MEDAN.COM - Para astronom menemukan sebuah planet seukuran Bumi di luar tata surya.

Meski memiliki ukuran serupa, planet yang disebut LP 791-18 itu sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan Bumi.

Planet tersebut kemungkinan tertutup gunung berapi dengan frekuensi letusan sama dengan salah satu bulan dari Jupiter, Iho.

Dikutip dari CNN, data dari Satelit Transit Exoplanet Survey milik NASA, Spitzer Space Telescope dan teleskop berbasis darat digunakan untuk menemuan planet di luar tata surya. Sebuah studi yang merinci temuan itu diterbitkan Rabu (17/5/2023) dalam jurnal Nature.

LP 791-18 d terletak sekitar 90 tahun cahaya dari Bumi di konstelasi kawah, tempat ia mengorbit bintang katai merah kecil.

Dua planet lain yang diketahui juga mengorbit bintang tersebut, termasuk LP 791-18 b yang diperkirakan 20 persen lebih besar dari bumi dan LP 971-18 c, sekitar 2,5 kali ukuran Bumi dan lebih dari tujuh kali massanya.

Para astronom percaya, planet masif LP 971-18 c mungkin berkontribusi pada kemungkinan vulkanisme planet ekstrasurya yang baru terdeteksi.

Saat kedua objek mengorbit bintangnya, LP 971-18 c dan planet ekstrasurya LP 791-18 d yang baru ditemukan saling berdekatan, memungkinkan tarikan gravitasi planet yang lebih besar, serta membentuk kembali orbitnya.

Dengan setiap perjalanan mengelilingi bintang, jalur planet d bergeser sehingga menjadi sedikit lebih berbentuk oval.

Revolusi elips menyebabkan bagian dalam planet memanas dan mendorong aktivitas vulkanik.

Namun, belum ada bukti langsung yang membuktikan bahwa gunung berapi ada di sepanjang LP 971-18 d.

Teori pembentukan tata surya
Teori pembentukan tata surya (HO / TRIBUN)

Apakah layak huni?

Para astronom memperkirakan, LP 791-18 d berada di tepi dalam zona layak huni, jarak dari bintang tempat planet cukup hangat untuk menopang air cair di permukaannya.

Meskipun aktivitas gunung berapi terdengar seperti penghalang air dan potensi kehidupan, hal itu sebenarnya dapat membantu planet ini mempertahankan atmosfer.

Gunung berapi dapat mendorong interaksi antara interior dan eksterior planet.

"Sebuah pertanyaan besar dalam astrobiologi, bidang yang secara luas mempelajari asal-usul kehidupan di Bumi dan sekitarnya, apakah aktivitas tektonik atau vulkanik diperlukan untuk kehidupan," kata rekam penulis studi sekaligus seorang ilmuwan di NASA's Exoplanet Science Institute, Jessie Christiansen,

"Selain berpotensi menyediakan atmosfer, proses ini dapat mengaduk bahan yang akan tenggelam dan terperangkap di kerak Bumi, termasuk yang kami anggap penting bagi kehidupan, seperti karbon" sambungnya.

Diketahui, para astronom tertarik dengan bagaimana aktivitas gunung berapi dapat mendorong perubahan di planet.

Planet Venus yang ukurannya cukup mirip dengan Bumi untuk disebut kembarannya, mungkin dulunya lebih mirip dengan dunia kita.

Saat ini, suhu permukaan di Venus lebih dari 454,4 derajat celcius, sehingga kemungkinan hidup di sana tipis.

Namun, gunung berapi mungkin merupakan bagian besar dari teka-teki tentang apa yang sebenarnya terjadi di Venus.

Planet seperti LP 791-18d dapat memberikan wawasan penting tentang bagaimana gunung berapi membentuk lingkungan planet seiring waktu, termasuk lingkungan Venus dan Bumi.

Planet LP 971-18 c yang lebih besar sudah masuk dalam daftar target yang akan diamati Teleskop Luar Angkasa James Webb di masa depan.

Sekarang tim peneliti percay, planet d yang baru terlihat juga merupakan kandidat utama.

Ilmuwan Temukan Kawah Raksasa dari Gunung Berapi Lumpur Bawah Laut, Diduga Berasal dari Ledakan Zaman Es

Di sisi lain, para ilmuwan menemukan gunung berapi bawah laut yang memuntahkan lumpur dan metana yang diduga dari kawah lain yang lebih besar di laut Barents, sekitar 130 kilometer di selatan Bjornoya, Norwegia.

Dilansir dari Live Science, peneliti menduga gunung berapi lumpur tersebut mungkin terbentuk setelah ledakan dahsyat di akhir zaman es terakhir.

Kemudian peneliti memberi nama gunung berapi lumpur itu sebagai Borealis Mud Volcano.

Gunung Borealis adalah gunung berapi kedua yang ditemukan di perairan Norwegia yang melepaskan cairan berlumpur yang kaya akan metana dari bawah kerak bumi.

Tangkapan layar ilmuwan menemukan gunung berapi lumpur borealis di bawah laut sekitar 130 kilometer selatan pulau Beruang atau Bjornoya, Norwegia.
Tangkapan layar gunung berapi lumpur borealis di bawah laut sekitar 130 kilometer selatan pulau Beruang atau Bjornoya, Norwegia (Live Science). 

Awal ditemukan

Gunung berapi Borealis Mud Volcano ditemukan pada 7 Mei 2023.

Gunung ini ditemukan ketika para ilmuwan sedang menggunakan alat penjelajah yang dikendalikan dari jarak jauh untuk menangkap rekaman gunung.

Alat tersebut kemudian menangkap rekaman dari gunung kecil yang terus-menerus mengeluarkan cairan berlumpur, yang menurut para peneliti kaya akan gas metana.

Metana adalah hidrokarbon yang sederhana yang berwujud gas. Di mana jika mencapai atmosfir, metana bisa sangat berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Gunung Borealis itu memiliki diameter sekitar 7 meter (23 kaki) dengan tingginya sekitar 2,5 meter (8 kaki).

"Menjelajahi dasar laut dan menemukan metana baru seperti menemukan harta karun," kata Stefan Buenz, seorang profesor di The Arctic dari Universitas Norway (Universitas Tromso) dan salah satu pemimpin ekspedisi Advancing Knowledge of Methane in the Arctic (AKMA) yang membuat penemuan tersebut.

"Setiap kali kami turun ke dasar laut, kami merasa bahwa kami baru saja mulai memahami keragaman besar dan luar biasa dari sistem semacam itu," kata Buenz.

Terletak di tengah kawah lain yang jauh lebih besar

Ternyata, gunung berapi Borealis terletak di tengah kawah lain yang jauh lebih besar, dengan lebar 300 meter (984 kaki) dan kedalaman 25 meter (82 kaki).

Selain itu, gunung ini berada 400 meter (1.312 kaki) di bawah permukaan laut dan kemungkinan besar dihasilkan dari letusan metana yang tiba-tiba dan masif setelah periode glasial (zaman es) terakhir sekitar 18.000 tahun lalu.

"Melihat letusan bawah air secara real time mengingatkan saya betapa 'hidupnya' planet kita," kata Giuliana Panieri, seorang profesor geologi di Universitas Arktik Norwegia dan pemimpin ekspedisi.

Para peneliti menemukan sisi-sisi gunung berapi yang penuh dengan kehidupan hewan yang memakan kerak karbonat serta kerak mineral.

Menurut sebuah studi tahun 2019 di International Journal of Environmental Research and Public Health, kerak karbonat dan kerak mineral terbentuk ketika mikroorganisme mengonsumsi metana dan menghasilkan bikarbonat sebagai produk sampingan yang terbentuk ribuan tahun yang lalu.

Selain itu, peneliti menemukan beragam anemon laut, spons, karang, bintang laut, laba-laba laut, dan beragam krustasea.

Baca juga: 7 Fakta Deimos-Phobos, Bulan Terkecil Milik Planet Mars, Dinamai Berdasarkan Putra Mitologis Ares

(*/tribun-medan.com/kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved