Pengakuan Menkopolhukam, Mahfud MD Sebut Teroris Beli Sajadah Miliaran, Ternyata Dipakai Merakit Bom

Manuver tersebut terkait adanya transaksi miliran rupiah oleh kelompok teroris yang dipergunakan untuk merakit bom.

Kompas.com-Kristian Erdianto
Pengakuan Menkopolhukam, Mahfud MD Sebut Teroris Beli Sajadah Miliaran, Ternyata Dipakai Merakit Bom 

TRIBUN-MEDAN.com - Menteri Politik Hukum dan Keamanan ( Menkopolhukam ), Mahfud MD mengungkapkan manuver kelompok teroris di Jawa Timur yang menggunakan sajadah sebagai alat untuk merakit bom.

Manuver tersebut terkait adanya transaksi miliran rupiah oleh kelompok teroris yang dipergunakan untuk merakit bom.

Transaksi miliaran rupiah itu dimanipulasi sebagai pembelian sajadah.

"Saya kebetulan Ketua Tim TPPU. Jadi, saya lihat banyak yang mencurigakan bahwa ini untuk terorisme kirim uang ke suatu daerah memesan produk sajadah di sebuah tempat di Jawa Timur,

uangnya miliaran," ujar Mahfud saat Pengarahan Gerakan Literasi Digital di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa(13/6/2023).

Mahfud MD  juga menyebut, setelah dilakukan pengecekan terkait transaksi pembelian sajadah miliaran rupiah tersebut,

perusahaan yang diduga fiktif ternyata tak dikirimi sajadah. Uang tersebut justru dipergunakan untuk membeli bahan-bahan untuk merakit bom.

Ilustrasi Terorisme
Ilustrasi Terorisme ((Shutterstock))

"Tapi tak ada feedback-nya perusahaan yang dikirimi itu sajadah, yang kemarin sudah dilacak.

Itu digunakan untuk merakit bom, dan sebagainya dan sebagainya, ini begini," ucapnya.

Menurut Mahfud, kelompok teroris juga memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan pengembangan kelompoknya.

"Ada juga cyber terrorist, dimana teknologi digital jadi alat baru untuk melancarkan serangan dan merekrut anggota baru," ujarnya.

Tak hanya itu, kata eks Anggota DPR ini, selain cyber terrorist ada juga suatu negara atau kelompok jahat tertentu yang melakukan pengintaian dengan melakukan pola serangan siber.

Ia kemudian mencontohkan, kemunculan Bjorka yang pernah heboh dan mengklaim adanya kebocoran data.

"Ada juga serangan siber yang disponsori negara atau kelompok yang bermaksud jahat untuk melakukan pengintaian atau pencurian informasi,

misalnya Bjorka, soal pembicaraan antara presiden dan menteri, dan bisa lebih dahsyat dari itu.

Hanya saja, ini yang tak kita ketahui," kata Mahfud.

Plt Menkominfo ini juga menyampaikan, pemenuhan literasi digital di Indonesia juga sangat rendah.

Dia mengatakan, berdasarkan data Institute for Management Development (IMD), Indonesia berada pada urutan ke-51 dari 63 negara terkait literasi digital.

"Ada data yang saya catat tadi sebelum berangkat ke sini, Saudara, pemenuhan literasi digital di Indonesia sangat rendah atau rendahlah.

Coba ini ada catatan atau laporan dari IIMD dalam world digital competitive news ranking, di mana Indonesia ada di urutan ke-51 saja dari 63 negara. Rendah.

Meskipun pengguna internet banyak, tapi tidak dengan literasi digital. Pengguna internet terbesar saya kira (Indonesia)," ucap Mahfud.

Menurut Mahfud, orang yang mengetahui caranya menggunakan internet dalam aktivitas sehari-hari disebut sebagai yang telah memiliki literasi digital.

Sebaliknya, jika hanya menggunakan internet tapi tak paham kegunaan dan manfaatnya, berarti tak paham literasi digital.

"Literasi berarti paham caranya, paham bahwa itu tipuan, paham bahwa itu benar, paham bahwa itu tak boleh, itu tuh namanya literasi digital.

Tapi, kalau cuma pakai internet, itu tak paham, dia tak melek dengan digital, bisa saja.

Apalagi, pengguna email itu banyak banget. Tapi, kalau kita lihat dari hasil penelitian, literasi digital sedikit, masih rendah," tuturnya.

Mahfud kemudian memaparkan indeks literasi digital berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kemenkominfo.

Mahfud menyebut, setiap tahunnya ada kenaikan namun sedikit.

"Memang ada kemungkinan, literasi digital berdasarkan survei dari indeks literasi digital yang dirilis Kemenkominfo 2023, catatannya begini.

Tahun 2020 dari skala 1-5, indeks kita itu ada di 3,46, tahun 2021 naik sedikit menjadi 3,49, dan tahun 2022 kemarin naik hanya 3,54 naiknya sedikit-sedikit," ucapnya.

"Sehingga, dari skala 1-5, ini kita masih masuk kategori sedang saja.

Dibandingkan negara ASEAN lain, kita jauh, masih rata-ratanya negara ASEAN itu 70.

Kita masih tidak sampai di situ," tambahnya.

(*/ Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved