Viral Medsos

Denny Indrayana Sebarkan Hoaks, MK Putuskan Pemilu 2024 Sistem Proporsional Terbuka

Denny Indrayana Sebarkan Hoaks, MK Putuskan Pemilu 2024 dengan Sistem Proporsional Terbuka.

|
Penulis: AbdiTumanggor | Editor: AbdiTumanggor
ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) beserta Hakim Konstitusi Aswanto (kiri) dan Enny Nurbaningsih (kanan) (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA VIA KOMPAS.COM) 

TRIBUN-MEDAN.COMDenny Indrayana Sebarkan Hoaks, MK Putuskan Pemilu 2024 dengan Sistem Proporsional Terbuka.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu 2024 dengan proporsional terbuka. Hal itu hasil sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023). "Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube MK RI.

Kendati demikian, salah satu hakim Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Dalam pendapatnya, MK mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan terkait sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 dapat menimbulkan ancaman bagi Indonesia.

MK pun membeberkan beberapa hal yang melandasinya, seperti adanya aturan terkait aktor politik yang dilarang untuk memiliki pandangan merusak ideologi negara hingga langkah-langkah teknis seperti membatalkan pencalonan legislator terpilih jika membahayakan ideologi dan NKRI.

Selain itu, kata hakim, sistem proporsional terbuka dalam pemilu juga dipandang sebagai perbaikan sistem pemilihan umum untuk memperkuat ideologi negara.

"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata hakim.

Hakim MK juga menyinggung terkait dalil penggugat yang menyebut adanya politik uang ketika sistem proporsional terbuka digelar dalam pemilu. Namun, menurut hakim anggota Saldi Isra, praktik politik uang akan terjadi dalam jenis sistem pemilu apapun. Sehingga, Saldi pun memberikan solusi yaitu perbaikan komitmen, penegakan hukum yang harus dilaksanakan, dan pemberian pendidikan politik untuk menolak adanya politik uang.

"Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," tuturnya.

Hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu. Namun, perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain.

"Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan bereskpresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik," kata hakim Saldi Isra.

Seperti diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum digugat oleh beberapa orang.

Berdasarkan berkas yang diunggah di laman MK, orang yang menggugat, yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono. Para penggugat tersebut memohon agar sistem Pemilu 2024 digelar dengan proporsional tertutup.

Di sisi lain, ada delapan partai politik di parlemen selain PDIP yang tetap menginginkan sistem pemilu digelar secara proporsional terbuka.

Kedelapan partai tersebut yaitu Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP. Lalu, persidangan terakhir digelar pada 30 Mei 2023 lalu.

Denny Indrayana Sebarkan Hoaks?

Dalam perjalanan menuju putusan gugatan sistem Pemilu 2024, eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana di sebelumnya menyebut memperoleh informasi bahwa MK akan memutuskan sistem Pemilu 2024 digelar secara proporsional tertutup.

Isu sistem pemilu tertutup tersebut dilontarkannya melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana, Minggu (28/5/2023).

"Pagi ini (Minggu) saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," tulisnya.

Dirinya juga mengatakan informasi tersebut berasal dari seseorang yang dapat dipercaya kredibilitasnya.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," pungkasnya.

Denny Indraya juga menyampaikan poin-poin dan dianggap telah meresahkan menjelang Pemilu 2024.

Lantas bagaimana nasib Denny Indraya yang dianggap menyebarkan berita bohong alias hoax hingga dilaporkan ke polisi usai Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan, pada Kamis (15/6/2023)?

Denny Indrayana resmi dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan penyebaran berita bohong alias hoax soal rumor Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan Pemilu coblos gambar partai.

Rumor ini sebelumnya disampaikan Denny melalui akun media sosialnya. Bareskrim Polri mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari warga berinisial AWW terhadap Denny Indrayana. Pelapor menduga Denny menyebar hoax terkait rumor putusan MK.

"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri berdasarkan pada Laporan Polisi Nomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI dengan pelapor atas nama AWW dan terlapor yang dilaporkan pada Rabu, 31 Mei 2023 yaitu, satu atas nama pemilik/pengguna/penguasa Akun Twitter @dennyindrayana, dua atas nama pemilik/pengguna/penguasa Akun Instagram @dennyindrayana99," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho kepada wartawan, Jumat (2/6/2023).

Dia mengatakan laporan itu terkait dugaan tindak pidana ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoax), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.

Sandi mengatakan ada sejumlah saksi dan bukti yang diajukan dalam laporan ini.

Ia melanjutkan pelapor mengaku melihat unggahan Denny soal rumor putusan MK tersebut. Menurut Sandi, pelapor merasa unggahan tersebut mengandung hoax.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. MK pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).

"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman. Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka. 

MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan. Hakim membeberkan salah satu pendapatnya terkait sejumlah dalil yang diajukan oleh pemohon.

Hakim berpendapat bahwa dalil yang disampaikan pemohon terkait money politik dalam proses pencalegan seseorang tidak ada kaitannya dengan sistem Pemilu.

Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Sebelumnya, sebanyak enam orang mengajukan gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tentang sistem proporsional terbuka

Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu. Mereka pun berharap MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Adapun keenam orang tersebut adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nono Marijono.

(*/tribun-medan.com/tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved