Berita Viral
Pengemudi Lindas Pemotor di Cakung hingga Tewas Dinilai Bermotif Pembunuhan, Ini Bukti-buktinya
Pengemudi mobil Avanza tabrak dan lindas pemotor di Cakung hingga tewas dinilai memiliki motif pembunuhan dan lebih serius dari kasus kecelakaan
Penulis: Angel aginta sembiring | Editor: Angel aginta sembiring
TRIBUN-MEDAN.COM – Pengemudi mobil Avanza tabrak dan lindas pemotor di Cakung hingga tewas dinilai memiliki motif pembunuhan.
Hal itu disampaikan Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel yang menyoroti kasus pengemudi mobil Avanza tabrak dan lindas pemotor hingga tewas di Cakung dikategorikan pembunuhan.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel juga menilai peristiwa tabrak dan lindas yang dilakukan pengemudi mobil Avanza kepada pemotor hingga tewas lebih serius dari kecelakaan.
"Polisi bisa menakar seberapa jauh situasi yang berlangsung adalah tewasnya seseorang akibat perbuatan orang lain (homicide)," kata Reza Indragiri Amriel, Jumat (16/6/2023).
Menurut dia, homicide terbagi menjadi 3 level.
Pada level pertama, pelaku (A) semata-mata ingin meluapkan amarahnya (road rage) dengan cara menabrak korban (B).
Dalam level ini, pelaku tidak berpikir dampak atas perbuatannya.
Kendaraan pelaku sampai melindas korban, karena mobil pelaku begitu kencang sehingga tidak mungkin direm hingga berhenti seketika.
"Ini diistilahkan sebagai third degree murder. Mungkin bisa disetarakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia," kata Reza Indragiri.
Kemudian pada level kedua, menjelang menabrak korban, pelaku sudah membayangkan perbuatannya bisa berakibat kematian terhadap korban.
Meski begitu, pelaku tidak mengurungkan tindakannya.
Baca juga: Inilah Tampang Pengemudi Avanza Lindas Pemotor di Cakung Hingga Tewas, Tega Padahal Tetangga Sendiri
"Second degree murder. Pembunuhan," ucapnya.
Level ketiga, sejak sekian waktu sebelumnya pelaku sudah berniat bahwa ia ingin menghabisi korban dengan cara menabraknya.
"Third degree murder. Pembunuhan berencana," ucapnya.
Lanjut dia, peristiwa sedemikian rupa disebut sebagai road rage atau amarah di jalan raya.
Dalam situasi road rage, penabrak bisa menggunakan defence of provocation sebagai klaimnya.
Artinya, pelaku akan mengatakan bahwa perbuatannya dilakukan semata-semata karena didahului serangan (provokasi) pihak lain.
Berhadapan dengan pembelaan diri pelaku, penegakan hukum biasanya akan mengujinya lewat tiga tahap.
Pertama, memastikan bahwa provokasi itu betul-betul ada. Bukan halusinasi atau pun tafsiran keliru si penabrak atas pengemudi lain.
"Jika pengujian tahap satu terpenuhi, masuk ke tahap kedua. Bahwa, provokasi itu sedemikian hebatnya sampai-sampai menghilangkan kontrol diri si penabrak," katanya.
Ketiga, setelah tahap kedua, melihat jarak waktu antara provokasi dan serangan balik.
Juga, meninjau instrumen yang digunakan si pelaku.

"Apabila jeda waktunya sangat singkat dan si pelaku menggunakan instrumen seadanya bahkan sekenanya, sebatas apa yang dia pegang atau dia temukan di dekatnya, maka perbuatan si pelaku dapat dinilai sebagai reaksi spontan," katanya.
Menurutnya, jika defence of provocation terbukti, maka hukuman bagi pelaku bisa diringankan.
"Hitung-hitungan di atas kertas, jika defence of provocation terbukti, maka hukuman bagi si pelaku bisa diringankan. Bahkan, bercermin pada sejumlah kasus pembunuhan terhadap pelaku begal oleh warga, bisa saja pelaku dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana," katanya.
Avanza Kejar Pemotor Berarti Niatnya Jelek
Sedangkan Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) menilai tersangka OD (26) seharusnya dijerat pasal yang berat oleh pihak kepolisian.
Sebab, berdasarkan rekaman CCTV, sopir diduga memiliki niat yang buruk ketika kecelakaan itu terjadi.
"Kalau dari kacamata saya begitu dia (sopir Avanza) mengejar, niatnya udah jelek."
"Ketika sampai niat jelek itu membuat orang lain atau pihak lain bahkan tidak hanya cedera tapi terbunuh harusnya pasalnya berat," kata Sony pada Jumat (16/6/2023).
Ia melanjutkan biasanya pengendara yang emosi tidak bisa berhitung dengan akal sehat.
Emosi yang tidak terkontrol membuat perbuatannya di luar dari yang diperkirakan.
"Karena orang yang emosi itu tidak pernah bisa berhitung dengan akal sehat. Niatnya mungkin tadi memberikan pelajaran, tetapi karena tidak berhitung emosinya tidak terkontrol bahkan maunya memberikan pelajaran justru membunuh orang lain," pungkasnya.
Keluarga Korban Ajukan Pasal KUHP untuk Jerat Pelaku Tapi Ditolak Polisi
Sementara itu, Pihak keluarga Moses Bagus Prakoso (33), korban tabrak lari di Cakung, sempat mendatangi Polres Metro Jakarta Timur.
Mereka meminta agar polisi menjerat pasal lebih berat berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kepada pelaku penabrak berinisial OD (26).
Sebab, pihak keluarga tak puas lantaran pelaku masih dijerat dengan Pasal 311 ayat 5, Pasal 310 ayat 4 dan Pasal 312 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
"Nah kalau ada kesengajaan dan memang diakui ternyata misalnya ada road rage yang diakibatkan perselisihan dan lain-lain ini kan bukan sekadar 310 311 (pasal) tapi dikenakan pasal-pasal KUHP," kata Kuasa Hukum Moses, Ruli Simorangkir pada Jumat (16/6/2023).
Pihak keluarga Moses sempat mendatangi Polres Metro Jakarta Timur untuk mengajukan pasal KUHP.
Akan tetapi, permintaan mereka masih ditolak pihak kepolisian.
"Kemaren kita hendak menghadap ke Reskrimum di Polres Jaktim tapi ada keengganan dari Polres Jaktim untuk proses lewat KUHP."
"Mereka bilang keberatan nanti dulu, kami enggak ngerti kenapa kok rumit sekali jelas-jelas ada kesengajaan," pungkasnya.
(*/TRIBUN-MEDAN.COM)
Baca juga: Penabrak dan Lindas Pemotor Hingga Tewas di Cakung Terancam 12 Tahun Penjara, Kini Sudah Ditahan
Baca juga: Kronologi Tabrak Lari di Cakung, Tewaskan Korban Karena Senggolan hingga Disuruh Mama Serahkan Diri
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.