TRIBUNWIKI

Marripang, Tradisi Warga Kawasan Danau Toba yang Sudah Dikenal Sejak 1970

Tradisi marripang adalah pergerakan para pekerja dari kawasan Danau Toba menuju daerah penghasil padi

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Ayu Prasandi
Sekretariat Kabinet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat Batak Toba (Samosir) dalam kunjungan kerja ke Sumatera Utara, Senin (22/8/2016). 

TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE - Tradisi marripang adalah pergerakan para pekerja dari kawasan Danau Toba menuju daerah penghasil padi di kawasan Sumatera Timur saat panen.

Daerah yang biasa tujuan para parripang (orang yang marripang) berangkat berkelompok menuju daerah tertentu, misal Ledong, Tebingtinggi dan daerah penghasil padi. 

Kerap, para pekerja tersebut tinggal di tempat tujuan karena merasa betah.

Bahkan, pekerja tersebut menikah dan melanjutkan hidup di kawasan tersebut.

Biasanya tradisi marripang ini terjadi pada bulan Juni setiap tahunnya. 

Dari kawasan penghasil padi pun melakukan hal sama ke tempat lain.

Tradisi tersebut juga memiliki nama yang sama, marripang.

Seorang warga Balige, Robin Sitinjak menjelaskan, tradisi marripang ini sudah dikenal sejak 1970 hingga 1990-an. 

"Marripang ini kerap dilakukan orang tua kita di zaman itu untuk mendapatkan penghasilan tambahan di daerah lain. Umumnya, marripang ini dikenal pada saat panen padi," ujar Robin Sitinjak, (Rabu (29/6/2023). 

Dari berbagai sumber disebutkan, masyarakat Batak Toba senang merantau atau berpindah ke tempat lain mencari pengalaman, penghidupan dan situasi yang baru. 

Mobilitas itu sendiri bukan hanya didorong oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor lain seperti faktor sosial atau faktor budaya, dan lain-lain. 

Orang yang melakukan kegiatan marripang disebut parripang, karena imbuhan par dalam Bahasa Batak Toba menunjukkan orang yang melakukan aktivitas tersebut.

Namun tidak seluruh anggota parripang merupakan masyarakat Batak Toba, ada juga dari suku lain, misalnya suku Jawa.

Mereka yang mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani dengan usia rata-rata 18-49 tahun. 

Para parripang biasanya berangkat ke daerah lain secara berkelompok.

Setiap grup parripang terdiri dari minimal 5 orang dan maksimal 15 orang.

Para parripang juga terdiri dari perempuan dan juga laki-laki.

Tetapi biasanya lebih banyak kaum laki-laki daripada perempuan dan tidak ditentukan kriteria jumlah laki-laki atau perempuan harus berapa orang, semua tergantung kesepakatan dari grup mereka sendiri dan siapa saja yang bisa turut serta dalam kegiatan marripang.

Motivasi marripang menurut masing-masing kelompok parripang berbeda-beda.

Di antaranya untuk mengisi waktu luang, menjaga kebersamaan antar parripang, dan alasan utama yaitu untuk mencari pendapatan tambahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sepulang marripang, para parripang mendapatkan hasil yang dibawa bagi keluarga. Dengan kegiatan ini, kebutuhan hidup keluarga terbantu.

(cr3/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved