Viral Medsos
Ramai soal Pengantin Wanita Kabur, Ini Menurut Psikolog
Sebelum dan atau sesudah pernikahan, maka akan muncul rasa frustrasi. Kadang ada muncul keinginan untuk mulai menarik diri.
Penulis: AbdiTumanggor | Editor: AbdiTumanggor
TRIBUN-MEDAN.COM - Belakangan ini beberapa kasus pengantin perempuan kabur meninggalkan pasangannya setelah menikah.
Paling menonjol ada tiga kasus di awal Juli 2023 ini, yaitu kasus pernikahan Anggi Anggraeni dengan Fahmi Husaeni, pernikahan Megawati Siburian dengan pria bermarga Sihombing, dan pernikahan Ohana Afrelina Siregar dengan E Tamba.
Dari ketiga kasus tersebut, yang sudah pasti masalahnya ialah Anggi Anggraeni pergi menemui mantan pacarnya setelah kabur dari rumah Fahmi Husaeni setelah sehari pernikahan.
Terkait kasus ini, faktor apa saja yang menyebabkan pengantin tersebut melarikan diri?
Apakah mereka belum siap untuk menikah? Apakah mereka tidak setulusnya mencintai?
Dikutip dari artikel sosiolog Inggris Hamid al-Hashimi via BBC News, menjelaskan sebelum dan atau sesudah pernikahan, maka akan muncul rasa frustrasi. Kadang ada muncul keinginan untuk mulai menarik diri. "Makanya perlu keterbukaan untuk mendiskusikan kebutuhan dalam memulai kehidupan baru (berumah tangga),"ujar Hamid al-Hashimi.
Menurutnya, membangkitkan rasa percaya diri itu penting untuk mengatur sisi emosional terkait rencana pernikahan. "Pasangan seharusnya terbuka komunikasi ke mana hubungan itu akan berjalan jika setelah pernikahan nantinya,"jelas al-Hashimi.
Cara terbaik menurutnya adalah menemukan jalan tengah; kompromi untuk kedua belah pihak untuk membantu mencegah kesalahan dan rasa terasing yang semakin meningkat.
Al-Hashimi menekankan bahwa kedua pihak berperan dalam hal itu. "Pengantin perempuan tidak seharusnya mengabaikan kebutuhan seksual dan emosional dalam perkawinan- sesuatu yang wajar dan esensial untuk memulai cinta maupun mempertahankan cinta."
Amal al-Hamed menekankan pentingnya bagi orang-orang untuk berhenti mengatakan "kami sudah melakukan semua yang bisa dilakukan".
"Tidak ada gunanya saling menyalahkan dan merasa sebagai korban," katanya.
Sebaliknya, ia menyarankan pasangan memikirkan hal-hal baik, bahkan bagi yang berpacaran bisa mengingat kenangan masa lalu dan saat mereka berhasil mengatasi kesulitan bersama.
"Masing-masing harus mencoba mengambil inisiatif dalam hubungan itu. Pikiran positif itu harus menular, karena sejak awal sudah keputusan bersama untuk melangsungkan pernikahan," jelasnya.

Baca juga: Mau Honey Moon di Hotel, Ohana Afrelina Siregar Kunci Suaminya E Tamba di Kamar Mandi, Lalu Kabur
Dari sisi medis menurut psikolog
Sementara dikutip dari artikel Klikdokter.com, ternyata ada orang yang fobia dengan komitmen dan pernikahan. Mereka adalah orang dengan gamophobia. Tidak sedikit orang yang mengalami kondisi ini.
Gamophobia adalah ketakutan berlebih pada komitmen dan pernikahan. Orang dengan kondisi tersebut biasanya masih bisa dekat dan berpacaran dengan yang lain, namun enggan untuk melanjutkan ke tahap serius alias pernikahan.
Orang dengan gamophobia akan langsung gugup, berkeringat, detak jantungnya mendadak cepat dan kencang, bahkan merasa pusing ketika mendengar kata “pernikahan”.
Jadi, ketakutan yang dialami oleh orang dengan gamophobia bukan sekadar keengganan menikah karena belum siap. Kondisi ini jauh lebih kompleks dan sebenarnya membutuhkan penanganan khusus dari tenaga profesional.
Menurut Ikhsan Bella Persada, M. Psi., Psikolog, gamophobia lebih mungkin dialami oleh kaum hawa. Karena pada dasarnya, wanitalah yang lebih mungkin mengalami fobia secara umum. Alasannya, kaum hawa rentan mengalami hal-hal traumatis. Mereka juga lebih mengandalkan emosi sehingga pengalaman yang tidak menyenangkan bisa sangat membekas di dalam dirinya.
Apa Penyebab Gamophobia?
Faktor penyebab gamophobia ada banyak. Misalnya, individu tersebut pernah melihat ada anggota keluarganya yang sudah menikah atau bahkan orang tuanya sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga. “Atau simpelnya, mereka menikah tetapi tidak bahagia,” jelas Ikhsan.
Orang yang punya pengalaman gagal menjalin hubungan, padahal segala upaya untuk mempertahankannya sudah dilakukan, juga berisiko untuk mengalami kondisi tersebut. Gamophobia umumnya disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus, khususnya kombinasi antara pengalaman traumatis dan kepribadian orang itu sendiri. Trauma memegang peranan penting terhadap munculnya fobia. Rasa kapok yang teramat sangat ditambah dengan kepribadian sensitif dan kurang berani mengambil risiko, pada akhirnya akan menghasilkan gamophobia.
Sekali pun bertemu dengan orang baik dan sebenarnya bisa menghasilkan hubungan ideal nan langgeng, mereka akan berupaya “kabur” atau mundur dari jenjang yang lebih serius. Gamophobia berbeda dengan orang yang takut berkomitmen karena belum siap dan segala alasan klise lainnya. Mereka yang player biasanya tidak mencintai secara tulus dan bisa langsung meninggalkan ketika apa yang dicarinya sudah didapatkan. Mereka pun akan dengan mudah mencari pengganti.
Sementara itu, pada orang dengan gamophobia, mereka masih bisa mencintai secara tulus meski tidak berani berkomitmen untuk serius. “Orang dengan gamophobia masih bisa benar-benar mencintai seseorang, karena perasaan sayangnya itu melibatkan emosionalnya,” ucap Ikhsan.
“Sedangkan, ketakutannya yang tidak wajar terhadap pernikahan itu beda lagi alias tak ada hubungannya dengan pasangannya. Mereka cinta, tapi karena takut komitmen karena pengalaman buruk, (jadinya) enggan menikah,” tegasnya.
Apakah Orang dengan Gamophobia Bisa Berubah?
Ada saatnya orang yang punya pengalaman traumatis bertemu dengan orang yang tepat. Mereka tetap rela menunggu sampai orang yang disayanginya itu mau menikahinya.
Apakah orang yang ditunggu bisa berubah pikiran? Bukankah trauma dan fobia susah hilang?
“Kalau soal mengubah diri jadi bisa berkomitmen atau tidak, ya bisa aja. Selama orang ini ada kemauan atau niat yang kuat dan sudah menemukan pasangan yang baik, hal itu bisa diwujudkan,” kata Ikhsan, menjawab pertanyaan.
“Akan tetapi, kalau sudah sampai fobia, baiknya butuh treatment dari psikolog untuk dicari tahu dulu akar penyebabnya,” saran Ikhsan.
Orang yang memiliki fobia juga lebih tinggi risikonya untuk memiliki penyakit fisik. Jadi, fobia tersebut memang mesti segera diatasi dengan beberapa opsi terapi, misalnya:
Terapi Perilaku
Di dalam terapi ini, akan diidentifikasi berbagai perilaku yang merusak diri sendiri dan mempraktikkan strategi tertentu untuk mengubahnya.
Terapi Perilaku Kognitif
Terapi ini membantu untuk melihat bagaimana pikiran seseorang mempengaruhi perilakunya. Terapis akan menyajikan rencana terstruktur dengan sejumlah sesi di awal. Seiring berjalannya waktu, Anda akan belajar bagaimana cara mengubah pola pikir dan perilaku sehingga tak takut lagi akan pernikahan dan berkomitmen.
Terapi Psikodinamik
Dalam terapi ini, Anda bebas mengekspresikan perasaan terdalam tanpa takut dihakimi. Hal ini dapat membantu Anda memahami fobia dan bagaimana hal itu terjadi. Terapi bicara dapat mencakup sesi individu, pasangan, atau kelompok.
Tanda-tanda seseorang ragu untuk menikah
1. Masih suka melirik yang lain
2. Belum melupakan masa lalu.
3. Tidak yakin untuk memulai hidup baru
4. Tak bisa berkompromi
5. Merasa tertekan untuk segera menikah
6. Belum tahu apa yang diinginkan
7. Tidak dewasa secara emosional
8. Tidak siap punya anak
(*/tribun-medan.com)
Baca juga: BEDA Tampang, Profesi Suami Anggi dan Sang Mantan, Gak Lebih Ganteng dan Mapan
Baca juga: Gaya-gayaan Kabur Demi Cinta, Adriaman Ternyata Kere Tak Sanggup Biayai Hidup Anggi!
Baca juga: VIRAL Pengantin Perempuan Megawati Siburian Dilaporkan Kabur saat Pesta Pernikahan dengan Sihombing
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.