Viral Medsos

Panglima TNI Bantah Intervensi Kasus Basarnas: Kedatangan TNI ke KPK Bukan untuk Mengintimidasi

Yudo pun menekankan bahwa sikap TNI mengambil alih penyidikan terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan KoorKoordinator

Editor: AbdiTumanggor
Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono 

TRIBUN-MEDAN.COM - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyatakan kedatangan aparat TNI ke KPK bukan untuk mengintimidasi karena mereka yang datang merupakan para ahli hukum yang memiliki gelar sarjana dan magister di bidang hukum.

"Yang hadir di sana itu pakar hukum semua lho, kalau saya intervensi itu merintahkan batalyon mana saya suruh geruduk ke situ, itu namanya intervensi," kata Yudo sebagaimana dikutip Tribun-Medan.com dari Kompas.com, Rabu (2/8/2023).

Yudo pun menekankan bahwa sikap TNI mengambil alih penyidikan terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan KoorKoordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dari KPK sudah sesuai undang-undang.

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada publik untuk membuang prasangka bahwa pengusutan kasus ini akan terhenti setelah ditangani oleh TNI.

"Jangan punya perasaan seolah-olah itu diambil TNI, (lalu) dilindungi, tidak, undang-undangnya mennyatakan begitu. Jadi kami tunduk pada undang-undang gitu lho, undang-undang yang menyatakan itu, bukan kami yang meminta," kata Yudo.

Diberitakan sebelumnya, Danpuspom TNI beserta jajarannya sempat mendatangi Gedung KPK untuk berkoordinasi usai lembaga antirasuah itu mengumumkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Usai pertemuan tersebut, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI dan menyebut soal kekhilafan jajarannya karena proses hukum perwira TNI aktif adalah kewenangan dari Puspom TNI.

Kemudian, pimpinan dan pejabat struktural KPK mendapatkan kiriman bunga misterius berisi kalimat bernada teror. Kiriman karangan bunga itu muncul tak lama usai KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Afri sebagai tersangka dugaan suap di lingkungan Basarnas.

Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto diduga menerima suap mencapai Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Kini, TNI-KPK akhirnya sepakat satu suara untuk menetapkan tersangka dan menahan Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi.

Sebelumnya Ketegangan TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mewarnai lika liku pengusutan dugaan suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) yang menyeret nama Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Henri Alfiandi diduga menerima suap mencapai Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Kasus dugaan suap Henri diungkap ke publik setelah KPK menangkap basah anak buahnya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto pada Selasa (25/7/2023) siang.

Saat itu, Afri sedang berada di sebuah warung soto di Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat. Ia baru saja menerima uang senilai Rp 999,7 juta.

Uang tersebut diduga merupakan komitmen fee dari pengusaha yang memenangi tender pengadaan alat pendeteksi korban bencana di Basarnas.

Pengusaha itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya Besarnya 10 persen dari nilai kontrak yakni Rp 9.997.104.000.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved