Viral Medsos

Prajurit Lakukan Pelanggaran, Ini Beratnya Hukuman Pengadilan Militer, Tak Seringan Pengadilan Sipil

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono minta masyarakat tidak perlu khawatir dengan peradilan militer. Hukuman Pengadilan Militer sangat berat

|
Penulis: AbdiTumanggor | Editor: AbdiTumanggor
HO
Danpuspom TNI sebut hukuman bagi militer lebih berat daripada hukuman di pengadilan umum. (HO) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Belakangan ini banyak mengasumsikan hukuman pengadilan militer tidak seberat dari pengadilan umum atau sipil. Hal itu setelah kasus Basarnas diambil alih oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya, Letkol Arif Budi Cahyanto, terjerat kasus dugaan suap yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK.

Namun, Puspom TNI memprotes penetapan tersangka keduanya karena menilai penanganan perkara oleh anggota TNI harus ditangani lewat peradilan militer sesuai UU Peradilan Militer.

KPK pun menyerahkan penanganan kasus keduanya setelah terjadi protes dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Banyak pihak yang meragukan TNI akan transparan dalam mengusut kasus korupsi Marsdya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Adm Arfi Budi Cahyanto. 

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyatakan kasus Kepala Basarnas dan anak buahnya ini seharusnya ditangani oleh KPK sesuai ketentuan dalam Undang-Undang TNI. 

Panglima TNI: Prajurit TNI yang bermasalah tidak akan mendapat impunitas

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono minta masyarakat tidak perlu khawatir dengan peradilan militer.

Menurut Panglima TNI, prajurit TNI yang bermasalah tidak akan mendapat impunitas.

Menurutnya, prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran pidana militer. Pada saat bersamaan, prajurit TNI juga tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Yudo Margono menegaskan tidak ada impunitas terhadap prajurit TNI dalam kasus korupsi Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya, Letkol Arif Budi Cahyanto.

Bahkan, Yudo menyatakan dirinya langsunglah yang menandatangani penahanan Henri.

"Sudah saya tandatantani untuk ditahan masuk tahanan. Itu kalau Pati (Perwira Tinggi) kan Panglima TNI. Jadi sudah saya tandatangani dan langsung ditahan untuk dilaksanakan penyidikan lebih lanjut,” kata Yudo dalam keterangan persnya usai membuka pertandingan olahraga Panglima Cup 2023 di Stadion Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (4/8/2023).

Yudo mengatakan TNI akan selalu berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus ini. Ia juga meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan pengusutan yang dilakukan oleh internal TNI. Yudo menegaskan TNI akan transparan menghukum anggotanya yang bersalah.

“Tunjukan mana impunitas yang diterima oleh prajurti TNI. Kalau salah pasti dilaksanakan penyidikan dan dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” tegas Yudo.

Lebih lanjut, pelanggaran hukum disiplin militer adalah segala perbuatan dan atau tindakan yang dilakukan oleh militer yang melanggar hukum dan atau peraturan disiplin.

Yudo pun mempersilakan pihak yang masih meragukan penanganan perkara di pengadilan militer untuk sama-sama melihat penjara dan penyidikan kasus yang melibatkan militer.

Bahkan, untuk menunjukkan tidak adanya impunitas dalam tubuh TNI, Yudo Margono menyinggung kasus korupsi Brigadir Jenderal TNI Teddy Hernayadi pada 2016 lalu.

Majelis Hakim pada Pengadilan Militer tingkat II menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Brigjen Teddy setelah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Selain dihukum penjara seumur hidup, jenderal bintang satu itu juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar USD 12.409 atau sekitar Rp 130 miliar dan dipecat dari TNI. “Bahkan ada keputusan seumur hidup di 2016,” tutur Yudo.

Beratnya hukuman pengadilan militer

Dikutip Tribun-medan.com dari Kompas.TV, Minggu (6/8/2023), Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko menegaskan setiap prajurit yang ditahan di Polisi Militer (POM) TNI pasti mendapat hukuman berat.

Marsda Agung menyampaikan itu untuk menjawab keraguan masyarakat yang berpikir prajurit TNI tidak akan dihukum ketika ditempatkan di POM.

Menurut Agung, hukuman yang diterima prajurit yang terbukti melanggar hukum pasti lebih berat dari hukuman masyarakat pada umumnya.

"Silakan, kita mau dilihat silakan. Mungkin mohon maaf, perlakuannya akan lebih berat dibanding masyarakat yang pada umumnya," ujar Agung dalam program Rosi, seperti disiarkan Kompas TV, pada Kamis (3/8/2023).

Agung sekaligus menepis anggapan TNI memiliki impunitas atau kekebalan hukum.

Agung pun menantang agar ditunjukkan bukti adanya prajurit TNI yang melanggar hukum, tapi bebas dari hukuman.

"Tunjukkan bahwa prajurit-prajurit TNI yang melakukan pelanggaran hukum dibebaskan atau tidak mendapat putusan hukuman," tuturnya.

Terkait peradilan militer, Agung menyampaikan TNI sangat terbuka. Apalagi, secara formil, persidangan itu harus dinyatakan terbuka untuk umum.

Hanya, Agung menyadari persidangan-persidangan di peradilan militer tidak semencolok persidangan lainnya.

"Jadi ya mungkin peradilan di lingkungan militer persidangannya tidak menarik media, dibanding, mohon maaf, kalau ada artis bermasalah, ini akan berbeda," jelas Agung.

"Jadi masalah bukan tadi permasalahan vonisnya, tapi prosesnya tadi saya sampaikan. Bahwa kita sangat terbuka. Mau mulai proses penyidikan seperti sekarang ini, silakan kami sudah terbuka. Silakan teman-teman media ikuti. Dan kita akan terus laporkan perkembangan-perkembangan," imbuhnya.

Untuk diketahui, saat ini Puspom TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menyidik bersama dugaan suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Dalam perkara ini, ada unsur sipil dan TNI yang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi, salah satunya.

Boyamin Saiman: Hukuman di pengadilan militer lebih berat daripada pengadilan sipil

Sama halnya disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman.

Boyamin menilai diambilalihnya penanganan kasus dugaan suap yang menjerat Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Afri Budi Cahyanto dari KPK ke Puspom TNI merupakan langkah tepat. Boyamin meyakini, Puspom TNI akan bekerja secara profesional.

“Saya yakin sejak awal Puspom akan menangani perkara ini dengan sebaik-baiknya secara profesional. Perkaranya kan OTT suap. Pemberi kena penerima kena. TNI tidak mungkin akan melindungi pelaku ini. Saya yakin sih, serahkan ke TNI lebih baik,” kata Boyamin dikutip dari tayangan Metro TV News, Selasa (1/8/2023).

Boyamin menilai tak dibentuknya tim koneksitas bukan suatu masalah, karena TNI sanggup bergerak cepat hingga langsung menahan dua prajuritnya.

Menurut Boyamin, hukuman di pengadilan militer akan lebih berat daripada pengadilan sipil, lantaran tersangka dianggap memalukan institusi TNI.

“Saya punya pengalaman tahun 2004-2005, di Sukoharjo ada korupsi sepeda motor, tersangka yang sipil bebas, yang tentara tetap diproses dihukum penjara. Sebenarnya POM TNI lebih profesional dan bisa dipercaya menangani kasus korupsi sepanjang prosesnya benar,”beber Boyamin.

Boyamin mengatakan pimpinan KPK sudah gagal dalam menangani kasus yang menyeret anggota TNI.

Salah satu kasus yang dinilai gagal ditangani KPK ialah kasus tindak pidana korupsi pengadaan Helikopter Augusta Westland (AW)-101.

“Sekarang gagal dua kasus yaitu sama helikopter, bahkan KPK manggil saksi saja enggak bisa. Karena enggak mau bikin tim koneksitas. Kalau sekarang kan diserahkan ke POM TNI,” ucapnya.

Menurut Boyamin, KPK sudah bermasalah sejak mengumumkan tersangka kasus korupsi Basarnas tanpa adanya sprindik hingga kewenangan.

Perbedaan pidana militer dengan sipil

Diketahui, ada perbedaan antara sanksi pidana umum atau sipil, dengan sanksi pidana yang melibatkan anggota militer.

Para pelaku yang merupakan anggota TNI akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari masyarakat sipil.

Faktor pemberat bagi pelaku tindak pidana dari anggota militer, menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer.

Saat hukum militer berada di bawah Mahkamah Agung, ada 3 hal yang menjadi patokan hukum militer.

Pertama, asas nasional yang berlandaskan konstitusional.

Kedua, hukum nasional yaitu KUHP.  Dan ketiga kitab undang-undang hukum disiplin (KUHD).

Baca juga: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah

Baca juga: Kodam I/BB Buka Suara Soal Mayor Dedi Hasibuan Bawa Puluhan Anggota Geruduk Polrestabes Medan!

Baca juga: Kasus Pemalsuan Sertifikat Tanah Jadi Pemicu Tentara Seragam Lengkap Datangi Polrestabes Medan

Hindari 7 Pelanggaran Berat bagi prajurit TNI:

Dikutip Tribun-medan.com dari tni.mil.id, disiplin merupakan sikap mental yang mencerminkan kepatuhan, ketaatan kesungguhan dan konsekwensi kepada peraturan tata tertib dengan dilandasi kesadaran untuk berbuat sesuai tuntutan peraturan yang ada di lingkungan TNI.

Jika tidak ada sikap disiplin, prajurit hanya akan merupakan gerombolan bersenjata yang dapat membahayakan keamanan negara dan bangsa.

Seperti halnya dengan jajaran di Kodam I Bukit Barisan, segenap personil TNI AD beserta PNS di jajaran Kodam I/BB untuk menghindari 7 macam kategori yang dapat dimasukkan dalam pelanggaran berat.

Bilamana hal itu dilakukan oleh seorang prajurit, akan menimbulkan dampak buruk terhadap diri sendiri, keluarga maupun terhadap institusi TNI yang dapat mencoreng citra TNI itu sendiri.

Prajurit TNI AD sebagai prajurit pejuang dan pejuang prajurit, harus melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, satuan dan masyarakat umum yang ada di lingkungannya.

Hal itu juga tertuang dalam nilai-nilai disipilin Sapta Marga, Delapan Wajib TNI dan Sumpah Prajurit.

Prajurit harus mendalami dan memahami arti dari pedoman dasar tersebut dengan senantiasa menampilkan disiplin.

Peran pimpinan/komandan dan stafnya menjadi sangat penting dan menentukan dalam pemeliharaan dan peningkatan disiplin satuan antara lain:

1. Menanamkan idealisme dengan membudayakan ceramah pembinaan mental dan kejuangan bagi prajurit dan keluarganya.

2. Melakukan pengendalian dan pengawasan yang kontinyu terhadap anggotanya.

3. Menggalakkan pembinaan tradisi kejuangan serta bela negara untuk menanamkan Esprit de corps dan rasa bangga terhadap satuan sehingga setiap prajurit dalam satuan akan selalu menjaga nama baik satuannya.

4. Setiap atasan satu tingkat diatasnya harus berfungsi sebagai penegak disiplin dan contoh tauladan bagi bawahannya.

5. Mengeliminir perbedaan  tingkat hidup yang mencolok antara atasan dan bawahan dan memelihara keseimbangan batin mental spritual bagi anggotanya melalui berbagai anjangsana dan tatap muka.

6. Melakukan jam Komandan secara rutin untuk mengetahui sejauh mana berjalannya peraturan dan disiplin satuan, dengan demikian jam-jam Komandan dapat diisi dengan berbagai kegiatan-kegiatan positif untuk meningkatkan pembinaan bagi jiwa pajurit selanjutnya dapat menimbulkan daya tahan dalam mengatasi dan mencegah pengaruh negatif dari luar.

Sesuai dengan Surat Telegram Pangdam I/BB Nomor STR/25/2007 tertanggal 27 Januari 2007, Pangdam I/BB memerintahkan pada segenap prajurit untuk menghindari 7 pelanggaran berat tersebut sebagai berikut :  

1. Penyalahgunaan Senpi dan Muhandak.

2. Penyalahgunaan Narkoba baik sebagai pengedar maupun pengguna.

3. Desersi dan insubordinasi.

4. Perkelahian baik perorangan maupun kelompok dengan rakyat, antar anggota TNI dan Polri.

5. Pelanggaran susila terutama dengan keluarga TNI.

6. Penipuan, perampokan dan pencurian.

7. Perjudian, backing, illegal logging dan illegal mining.

Diharapkan segenap prajurit prajurit dapat  memahami 7 pelanggaran berat tersebut di atas dengan mampu menciptakan kondisi satuan TNI AD yang solid, tangguh, pofesional dan berwawasan nasional serta dicintai rakyat.

Menindak lanjuti Surat Telegram Pangdam I/BB Nomor STR/25/2007 tertanggal 27 Januari 2007 tersebyt, maka Komandan satuan agar:

a. Dapat mengambil langkah-langkah intensif untuk mengawasi dan mengendalikan anggota satuannya agar tidak terjadi kasus-kasus seperti Garkumplintatib (Pelanggaran Hukum Disiplin dan Tata Tertib) dengan meningkatkan kepedulian para Perwira dan unsur pimpinan satuan bagi pembinaan disiplin dan ketaatan terhadap aturan hukum yang berlaku.

b. Memperdayakan Provoost satuan, Aparat Intel dan Polisi Militer setempat secara berkala maupun insidentil.

c. Manfaatkan secara optimal waktu yang ada dalam rangka pembinaan satuan untuk memperkecil peluang terjadinya pelanggaran anggota.

d. Lakukan pendataan, Analisa dan Evaluasi terhadap pelanggaran yang dilakukan anggota untuk menemukan akar permasalahan dan solusinya.

e. Menindak tegas anggota yang melakukan Pelanggaran Hukum dan Disiplin sekecil apapun disertai sanksi hukum yang tepat terutama dalam 7 pelanggaran berat serta memberi sanksi dua tingkat ke atas.

(*/tribun-medan.com)

Baca Berita Tribun Medan Lainnya di Google News

Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter  

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved