Karyawan PT KAI Pelaku Teroris

Rekrutmen BUMN Disorot Imbas Karyawan KAI Jadi Pelaku Teroris, Asesmen Psikologi Tak Sesuai ?

Buntut penangkapan pelaku teroris yang merupakan karyawan PT KAI, rekrutmen BUMN jadi sorotan hingga diminta proses asesmen psikologi untuk

HO
PEGAWAI PT KAI DITANGKAP: Mengerikan Senjata Terduga Teroris DE Pegawai PT KAI Ini, Apa Jadinya Kalau Omongan Fadli Zon Dikabulkan dengan Membubarkan Densus 88? (HO) 

Jika tidak, maka paham terorisme ini bisa menyebar ke berbagai instansi atau BUMN lainnya.

Karena meski DE sudah ditangkap, masih ada kemungkinan pegawai lain yang memiliki paham terorisme seperti DE.

"Dan itu harus dilaksanakan segera. Karena kalau tidak nanti keburu ini virus terorisme menyebar ke beberapa BUMN ke beberapa instansi."

"Negara ini akan lumpuh dalam waktu yang sangat cepat," ungkap Chaidar.

Baca juga: REKAM Jejak Karyawan PT KAI Pelaku Teroris, Sering Pindah Kerja dan Kerap Jenguk Napi Terorisme

Baca juga: PENGAKUAN Pegawai BUMN Terduga Teroris, Rutin Latihan Menembak di Gunung Geulis


Disisi lain, Pengamat terorisme Islah Bahrawi menilai penangkapan DE alias Danan alias Abu Nibras, karyawan PT KAI ini jadi lampu merah bagi Erick Thohir dan BUMN.

Islah menyebut beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menjadi sarang teroris.

DE alias Danan alias Abu Mibras ditangkap Densus 88 di Bekasi Utara Senin (14/8/2023) menegaskan hal itu.

DE adalah pegawai PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) salah satu BUMN raksasa.

Melalui akun Twitternya, Islah Bahrawi menegaskan dirinya ingin mengetuk kesadaran Kementerian BUMN.

"Saya hanya ingin mengetuk kesadaran @KemenBUMN,”

“Sejak dulu saya dan beberapa teman berteriak ketika ada pendakwah beraliran Wahabi atau pengusung Khilafah yang anti-Pancasila berceramah di PLN, Telkom, Pertamina atau di Badan Usaha penting milik negara lainnya,”

“Banyak karyawan BUMN, Kementerian dan Lembaga negara hari ini yang mengharamkan Pancasila tapi menyuapkan makanan kepada diri dan anak istrinya dari "Gaji Pancasila"," tulis Islah Bahrawi di akun Twitternya.

"Mereka sadar, sangat sulit untuk melakukan makar atau revolusi terhadap negara ini.

Maka yang mereka lakukan adalah dengan "kudeta perlahan" melalui pengendalian lembaga-lembaga vital milik negara,”

“Mereka berusaha menggelembungkan populasinya dengan harapan bisa mengendalikan negara ketika mereka sudah menduduki posisi "decision maker" di setiap entitas yang mereka kuasai," imbuhnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved