Terduga Mafia Tanah

Dibebaskan Paksa TNI dari Polisi, Berkas Terduga Mafia Tanah Ngendap di Jaksa

Cabjari Labuhan Deli sampai saat ini belum melimpahkan berkas tersangka pemalsuan surat tanah Ahmad Rosyid Hasibuan ke pengadilan

Editor: Array A Argus
Tribun Medan/Fredy Santoso
Ahmad Rosyid Hasibuan, tersangka dugaan pemalsuan tandatangan penjualan lahan eks HGU PTPN II, saat melaporkan personel Sat Reskrim Polrestabes Medan ke Bid Propam Polda Sumut, Selasa (8/8/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Setelah dibebaskan paksa oleh anggota Kumdam I/Bukit Barisan dengan dalih penangguhan penahanan, terduga mafia tanah tersangka pemalsuan surat tanah, Ahmad Rosyid Hasibuan kini bebas berkeliaran.

Berkas perkaranya yang ada di Cabang Kejaksaan Negeri Labuhan Deli masih mengendap dan belum dilimpahkan ke pengadalilan. 

Kasubsi Pidum/Pidsus Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Labuhan Deli, Putra Siregar beralasan, bahwa berkas Ahmad Rosyid Hasibuan masih dalam tahap penyidikan. 

"Belum (dilimpahkan ke pengadilan) bang, karena masih belum lengkap berkas nya," kata Putra Siregar, Kamis (17/8/2023).

Ia mengatakan, pihaknya akan segera menyerahkan berkas perkara Ahmad Rosyid Hasibuan itu ke pengadilan setelah berkas dinyatakan lengkap oleh tim jaksa penyidik. 

Dalam perkara ini, terduga mafia tanah tersangka pemalsuan surat tanah itu dijerat atas Pasal 263.

Adapun bunyi pasal tersebut 'merupakan delik sengaja, baik perbuatan sengaja maupun sengaja sebagai maksud dan tidak ada delik kelalaian (culpa) dalam pemalsuan surat'.

Terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa mengatakan, meski saat ini Ahmad Rosyid Hasibuan sudah ditangguhkan, tapi tidak tertutup kemungkinan tersangka akan kembali ditahan jika dinilai tidak kooperatif. 

"Untuk selanjutnya kita lihat, kalau dalam proses wajib lapornya tidak dilaksanakan kemudian tidak kooperatif, kami tangkap lagi," kata Fathir.

Fathir menjelaskan, kasus yang melibatkan Ahmad Rosyid Hasibuan ini bermula dari adanya laporan mengenai dugaan pemalsuan surat tanah eks PTPN II yang melibatkan dua orang terlapor.

Dalam kasus ini, ada dua pelakunya. 

Satu Ahmad Rosyid Hasibuan, dan satu lagi Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Pagar.

Kronologis kasus bermula saat Profesor Pagar hendak membeli tanah seluas kurang lebih 640 meter di kawasan Desa Sampali, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang.

Profesor Pagar kemudian membeli tanah tersebut melalui Ahmad Rosyid Hasibuan.

Saat proses jual beli, Ahmad Rosyid Hasibuan meyakinkan Profesor Pagar, bahwa surat tanah dimaksud adalah asli. 

"PGR itu bukan aktor utama, jadi aktor utamanya adalah Ahmad Rosyid Hasibuan, dia menjual surat itu ke PGR," kata Fathir.

Setelah dicek, ternyata surat tanah yang diberikan Ahmad Rosyid Hasibuan itu palsu. 

"Begitu kami uji di laboratorium, ini (surat tanah) dibikin sama si Rosyid," kata Fathir.

Profesor Pagar Kehilangan Uang Rp 80 juta

Profesor Pagar, Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara kehilangan uang Rp 80 juta ulah Ahmad Rosyid Hasibuan.

Ia mengaku tidak tahu, bahwa surat tanah yang diberikan Ahmad Rosyid Hasibuan kepada dirinya adalah palsu.

"Saya merasa benar. Kalaupun salah, bukan salah saya. Surat palsu bukan salah kita. Kenapa kita yang jadi dipersoalkan," kata Profesor UINSU Pagar, Jumat (11/8/2023).

Meski sudah ditetapkan tersangka dan ditangguhkan penahanannya, Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara ini merasa dirinya benar.

Dia mengaku menyerahkan uang pembelian lahan eks HGU PTPN II itu ke Ahmad Rosyid Hasibuan.

Bahkan, di kwitansi penyerahan uang itu ada tandatangan Rosyid.

Terkait lahan yang sudah dibeli ternyata bermasalah karena ada dugaan pemalsuan tandatangan, Profesor Pagar berpasrah diri.

Baca juga: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah

Dia menyerahkan semuanya ke Sat Reskrim Polrestabes Medan.

"Soal tanah itu terserah polisi la itu saya gak tahu. Saya kan beli."

Pernyataan berbeda keluar dari tersangka Ahmad Rosyid Hasibuan. Dia mengaku hanya sebagai perantara.

Dia menyebut kasus bermula pada 2019 lalu, saat pria bernama Endi Bachtiar sebagai penguasa lahan seluas 10,7 hektare di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Sumut meminta dirinya mencarikan pemodal.

Kemudian Rosyid mencarinya dan didapat la Prof PGR sebagai calon pembeli lahan.

Baca juga: Danpuspom TNI Bongkar Borok Mayor Dedi, Petentengan Bawa Puluhan Anggota Geruduk Polrestabes

Singkat cerita, Profesor Pagar mengirim tim mengecek lahan sebelum membelinya.

Akhirnya disepakati lahan yang dibeli oleh Profesor Pagar dengan luas sekitar 640 meter, dari total lahan yang dikuasai Hendi Bachtiar.

"saya carilah. begitu dapat investor pak Profesor Pagar, disampaikan pak pagar, kita survei dulu lahannya, kita ketemu dulu lah pak Hendi,"cerita Ahmad Rosyid Hasibuan.

Setelah terjadi kesepakatan jual beli, maka Profesor Pagar, yang membeli lahan melalui Ahmad Rosyid Hasibuan ke Hendi menyerahkan berkas.

Lantas, Rosyid pun menanyakan kapan seluruh berkas jual beli lahan eks HGU PTPN II itu selesai dan Hendi Bachtiar menyanggupi dua hari kemudian.

Dua hari kemudian surat menyurat lahan yang dibeli Profesor Pagar selesai dan Ahmad Rosyid Hasibuan disuruh menjemput ke Hendi.

Kemudian surat itu pun diantar kepada Profesor Pagar sebagai pembeli.

"saya jemput ini surat. Setelah saya jemput, saya serahkan ke Prof pagar."

Seiring berjalannya waktu usai jual beli dilakukan, mantan kepala Desa Sampali, Saptaji, melapor ke Polrestabes Medan karena merasa tandatangannya dipalsukan dalam jual beli tersebut.

Lalu kasus bergulir dan Polisi mengamankan Profesor Pagar dan Ahmad Rosyid Hasibuan.

Dalam perkara ini Ahmad Rosyid Hasibuan menolak disebut sebagai mafia tanah.

Dia bersikeras hanya sebagai penghubung antara Hendi Bachtiar pihak yang mengklaim memiliki lahan ke Profesor Pagar sebagai pembeli.

“Ada bahasa saya mafia tanah. Mohon maaf, 640 meter yang dipersoalkan. Saya bukan mafia tanah," katanya membela diri.

Pascaditahan, Ahmad Rosyid Hasibuan berusaha bebas kembali.

Dia mengajukan permohonan penangguhan melalui keluarganya ke Polrestabes Medan, namun ditolak.

Sampai akhirnya dia meminta bantuan kepada Mayor Dedi Hasibuan, perwira Kodam I/Bukit Barisan yang diklaim sebagai saudara sepupunya.

Rosyid pun mengklaim kalau dirinya layak dibela atau ditangguhkan oleh Kumdam I/Bukit Barisan karena sebagai keluarga anggota TNI aktif.

Katanya, itu diperkuat dengan adanya undang-undang nomor 34 tahun 2004 Pasal 50 ayat 3 kalau anggota keluarga TNI mendapat bantuan hukum.

Kemudian dia juga berpedoman dari keputusan Panglima TNI nomor KEP/1089/XII/2017 tanggal 27 Desember 2017 Pasal 12 ke C dan Keputusan KASAD tentang petunjuk teknis bantuan hukum

"Kebetulan sepupu saya, kebetulan keluarga dekat saya, kebetulan atas nama Mayor Chk Dedi Hasibuan. Maka beliaulah yang membantu saya untuk memberikan bantuan hukum melakukan permohonan penangguhan penahanan," kata Ahmad Rosyid Hasibuan.

Kena Sanksi

Karena Ahmad Rosyid Hasibuan, kini Mayor Dedi Hasibuan, anggota Kumdam I/Bukit Barisan yang sempat mati-matian membebaskan tersangka kasus pemalsuan dokumen itu kena sanksi.

Mayor Dedi Hasibuan telah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Sementara, 13 prajurit lain yang ikut mendatangi Mapolrestabes Medan masih didalami perannya oleh Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan.

Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko mengatakan, penggerudukan bermula saat ditahannya Ahmad Rosid Hasibuan, yang merupakan keponakan dari Mayor Dedi. Untuk diketahui, Rosid Hasibuan terjerat kasus dugaan pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.

“Setelah mengetahui keponakannya ditahan, DFH (Mayor Dedi Hasibuan) melaporkan kepada atasannya, dalam hal ini Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) Bukit Barisan (Kolonel Muhammad Irham), untuk dapat difasilitasi memberikan bantuan hukum kepada keponakannya tersebut,” kata Agung saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (10/8/2023).

Selanjutnya, Mayor Dedi mengajukan surat tertulis kepada Kakumdam pada 31 Juli 2023 agar diberikan fasilitas bantuan hukum. Kakumdam Bukit Barisan kemudian menerbitkan surat bantuan hukum pada 1 Agustus 2023. “Jadi sehari setelah permohonan tersebut. Kami nilai ini waktunya terlalu cepat dan kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas,” ujar Agung.

Namun, hingga 4 Agustus 2023, Rosid Hasibuan masih ditahan di Mapolrestabes Medan. “(Pihak Polrestabes Medan) keberatan atas penangguhan penahanan tersebut karena Saudara Ahmad Rosid Hasibuan masih ada tiga laporan polisi yang berkaitan dengan yang bersangkutan,” kata Agung.

Mayor Dedi Hasibuan kemudian disebut bertanya ke pihak Polrestabes Medan, tetapi hanya dijawab melalui pesan WhatsApp oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan.

“Karena tidak ada jawaban tertulis, pada 5 Agustus 2023, Mayor Dedi bersama rekan-rekannya mendatangi Mapolrestabes Medan dan bertemu dengan Kasat Reskrim yang sebelumnya sempat ditemui oleh Kasat Intel,” ujar Agung. “Di situ sempat terjadi perdebatan keras antara keduanya,” katanya lagi.

Mayor Dedi Hasibuan lakukan upaya unjuk kekuatan

Danpuspom TNI lantas mengatakan, langkah para prajurit Kodam I/Bukit Barisan menggeruduk Mapolrestabes Medan itu tidak etis. “Yang jelas tidak etis datang beramai-ramai, tadi sudah saya sampaikan di kesimpulan, datang secara berombongan ada konotasi show of force untuk menunjukkan kekuatan,” ujar Agung.

“Dapat dikonotasikan itu bisa dikatakan menghalangi proses hukum, tapi itu (sedang dalam) pendalaman,” katanya lagi.

Namun, Puspom TNI belum bisa mengatakan bahwa kasus itu merupakan perintangan penyidikan. “Terkait dengan mungkin ada indikasi bahwa tindakan tersebut bisa dikatakan obstruction of justice, kami belum bisa mengarah ke sana,” ujar Agung. Setelah penggerudukan itu, penahanan Ahmad Rosid Hasibuan ditangguhkan.

Agung mengaku, ia tidak tahu apakah penangguhan penahanan itu karena tekanan kedatangan Mayor Dedi atau bukan. Apalagi, menurut dia, penahanan seseorang juga bergantung pada subyektivitas penyidik. “Apakah karena tekanan itu, atau memang sudah memenuhi untuk penangguhan, itu pihak Polrestabes yang bisa jawab,” kata Agung.

Baca juga: Yosua Samosir Tewas Ditikam Anggota Pasukan Elite Kopasgat Pratu AR, Ini Penjelasan Kopasgat TNI AU

Mayor Dedi Haisibuan salahi aturan

Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro mengatakan, Mayor Dedi dan rombongannya menyalahi aturan atau tata cara pemberian bantuan hukum.

Diketahui, prajurit TNI atau perwira hukum bisa menjadi pembela atau penasihat hukum bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana. Hal ini sesuai Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1089/XII/2017.

Pendampingan itu hanya bisa diberikan kepada suami, istri, janda, duda, anak, ipar, dan keponakan prajurit TNI.

Namun, Kresno mengatakan bahwa cara pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh Mayor Dedi itu salah. “Kalau diteliti, ada yang di-skip (Mayor Dedi) proseduralnya. Sehingga ini dalam tanda kutip ada kesalahan dari aspek prosedural. Yang pasti jawaban mudah, kalau sampai viral pasti enggak tepat, kan begitu. Intinya begitu,” kata Kresno saat konferensi pers, Kamis.

Oleh karenanya, Kresno mengatakan, Mayor Dedi bisa dijerat dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Pasal pertama adalah Pasal 103 KUHPM karena menolak atau tidak menaati perintah dinas.

“Kemungkinan dia (Mayor Dedi) bisa dikenakan, kemungkinan ini ya, kemungkinan dia bisa dikenakan Pasal 103, melanggar perintah atasan,” ujar Kresno.

Pasal kedua adalah Pasal 127 KUHPM terkait penyalahgunaan pengaruh sebagai atasan terhadap bawahan.

“Kemudian bisa juga Pasal 127, melampaui kewenangan, bisa dikenakan itu kalau pidana,” kata Kresno sebagaimana dikutip Tribu-medan.com dari Kompas.com, Jumat.

“Tapi yang pasti dia itu pasti akan kena (sanksi) disiplin,” ujarnya menambahkan.

Baca juga: Danpuspom TNI Akui Seorang Prajurit Kopasgat TNI AU Ditahan di Medan, Kasus Pembunuhan Yosua Samosir

Sanksi tergantung Puspomad

Namun, Kresno mengatakan, terkait kena atau tidaknya Mayor Dedi terjerat pidana, itu berdasarkan hasil pemeriksaan dari Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad). Sebab, Puspom TNI melimpahkan penanganan kasus Mayor Dedi kepada Puspomad.

“Semuanya harus didasarkan pada pendalaman, pemeriksaan, yang lebih detail, tadi udah disampaikan ke Puspomad,” kata Kresno.

Puspom TNI juga menjamin bahwa prajurit yang terlibat penggerudukan ke Mapolrestabes Medan, akan dihukum disiplin.

“Kalau memang dari kejadian itu tidak ada unsur pidana, kami pastikan semua yang ada di situ pasti akan kena hukuman disiplin. Itu bisa kami pastikan. Jadi jangan khawatir,” kata Danpuspom TNI Agung.

“Minimal bagi TNI akan kena hukuman disiplin, dan sudah pasti ada sanksi dari disiplin,” ujarnya kembali menegaskan.

Penanganan Kasus Mayor Dedi dilimpahkan ke Puspomad

Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI melimpahkan penanganan kasus yang menjerat penasihat hukum Kodam I/Bukit Barisan Mayor Dedi Hasibuan ke Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad).

“Untuk pelimpahan DFH (Dedi Hasibuan) ke Puspomad hari ini, akan kami lakukan,” kata Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (10/8/2023).

Sementara itu, 13 prajurit lain yang ikut menggeruduk Mapolrestabes Medan, masih didalami perannya. Saat ini mereka masih diperiksa Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan.

“Terkait dengan 13 rekannya, sesuai pengakuan DFH ada 13 (prajurit), tapi soal nanti mengembang lebih banyak lagi, mungkin pengembangan di Puspomad,” tutur Agung.

Baca juga: Pembunuh Yosua Samosir Ditangkap, Keluarga Korban: Pelaku Anggota Kopasgat TNI AU

Kronologi penggerudukan

Adapun penggerudukan itu bermula saat ditahannya Ahmad Rosid Hasibuan di Mapolrestabes Medan.

Rosid Hasibuan merupakan keponakan dari Mayor Dedi, yang terjerat kasus pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.

“Setelah mengetahui keponakannya ditahan, DFH (Mayor Dedi) melaporkan kepada atasannya, dalam hal ini Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) Bukit Barisan (Kolonel Muhammad Irham), untuk dapat difasilitasi memberikan bantuan hukum kepada keponakannya tersebut,” kata Agung.

Selanjutnya, Mayor Dedi mengajukan surat tertulis kepada Kakumdam pada 31 Juli 2023, agar diberikan fasilitas bantuan hukum.

Kakumdam Bukit Barisan pun menerbitkan surat bantuan hukum pada 1 Agustus 2023.

“Jadi sehari setelah permohonan tersebut. Kami nilai ini waktunya terlalu cepat dan kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas,” tutur Agung.

Namun, hingga 4 Agustus 2023, Rosid Hasibuan masih ditahan di Mapolrestabes Medan. “(Pihak Polrestabes Medan) keberatan atas penangguhan penahanan tersebut karena saudara Ahmad Rosid Hasibuan masih ada tiga laporan polisi yang berkaitan dengan yang bersangkutan,” kata Agung.

Mayor Dedi bertanya ke pihak Polrestabes Medan, tetapi hanya dijawab melalui pesan WhatsApp oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan. “Karena tidak ada jawaban tertulis, pada 5 Agustus 2023, Mayor Dedi bersama rekan-rekannya mendatangi Mapolrestabes Medan dan bertemu dengan Kasat Reskrim yang sebelumnya sempat ditemui oleh Kasat Intel,” kata Agung.

“Di situ sempat terjadi perdebatan keras antara keduanya,” ucap Agung.

Puspom TNI mengkonotasikan upaya itu merupakan show of force kepada penyidik Polrestabes Medan untuk berupaya memengaruhi proses hukum yang sedang berjalan.

“Terkait dengan mungkin ada indikasi bahwa tindakan tersebut bisa dikatakan obstruction of justice, kami belum bisa mengarah ke sana,” kata Agung.

Diberitakan sebelumnya, Mayor Dedi beserta belasan prajurit lainnya mendatangani Mapolrestabes Medan demi meminta penangguhan tahanan kerabatnya, Ahmad Rosid Hasibuan, yang menjadi tersangka pemalsuan surat tanah. Para prajurit dari Kodam I Bukit Barisan itu mendatangani Sat Reskrim Mapolrestabes Medan, Sabtu (5/8/2023) sekitar pukul 14.00 WIB.

Dalam video yang beredar, Dedi menemui Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa. Terjadi debat panas antara keduanya.

Mayor Dedi Hasibuan dengan nada tinggi, Dedi meminta agar Ahmad Rosid Hasibuan ditangguhkan penahanannya. Setelah berdebat panas, Polrestabes Medan akhirnya mengabulkan penangguhan penahanan Rosid Hasibuan.(cr28/cr25/tribun-medan.com)

Update berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter  

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved