Sumut Terkini

Mantan Anggota DPRD Sumut Kritik Gubernur Edy Rahmayadi yang Buru-buru Sahkan APBD 2024

Mantan Anggota DPRD Sumatra Utara, Sutrisno Pangaribuan mengkritik Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

TRIBUN MEDAN/HO
Mantan Anggota DPRD Sumut sekalogus Presidium Kongres Rakyat Nasional (Koran), Sutrisno Pangaribuan saat diwawancarai beberapa waktu lalu. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Mantan Anggota DPRD Sumatra Utara, Sutrisno Pangaribuan mengkritik Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, jajaran Pemerintah Provinsi Sumut serta DPRD yang terkesan terburu-buru mengesahkan APBD Provinsi Tahun Anggaran 2024.

Sutrisno curiga pengesahan yang sangat cepat itu ada hubungannya dengan kepentingan politik di tahun 2024.

"Ranperda APBD TA. 2024 Sumut dibahas dan disahkan Gubernur dan DPRD sebelum adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD TA. 2024. Pedoman yang berisi tahapan dan jadwal penyusunan, pembahasan, pengambilan keputusan tentang Ranperda APBD TA. 2024 belum ditandatangani, disahkan dan diedarkan oleh Menteri Dalam Negeri," ujar Sutrisno, Rabu (23/4/2023).

Dikatakan Sutrisno, pengesahan APBD tahun 2024 Pemprov Sumut bahkan melampaui Presiden dan DPR RI yang baru menggelar rapat paripurna masa persidangan I tahun 2023-2024, pada Selasa (22/8/2023) dengan agenda pandangan fraksi terkait RUU APBN TA. 2024.

"Pembahasan RUU APBN TA. 2024 baru saja disepakati untuk dilanjutkan. Pembahasan anggaran antara alat kelengkapan DPR bersama kementerian dan lembaga pemerintah baru akan dimulai sebelum diputuskan di sidang paripurna DPR," katanya.

Sutrisno juga menyinggung kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Gatot Pujo Nugroho pada tahun 2014.

"Barangkali publik belum lupa aksi Begal APBD Jilid I yang melibatkan Gubernur dan DPRD Periode 2009-2014. Korupsi massal tersebut berawal dari konspirasi pembahasan APBD TA. 2014. Gubernur dan DPRD di akhir periode secara sengaja menyusun APBD demi kepentingan politik jelang Pemilu dan Pilkada," ujarnya.

Ia menuturkan, apa yang dilakukan Gubernur Edy Rahmayadi dan DPRD Sumut dalam membahas dan memutuskan APBD TA. 2024 secara buru- buru diduga berkaitan erat juga dengan kepentingan politik jelang Pemilu dan Pikada serentak 2024.

Masa jabatan gubernur yang berakhir 5 September 2023, kata Sutrisno, menjadi salah satu penyebabnya. DPRD merasa nyaman dengan Gubernur, sehingga DPRD tidak rela membahas APBD TA. 2024 dengan Penjabat Gubernur.

"Akhirnya kolaborasi Gubernur dan DPRD berjalan mulus, karena semua pihak eksternal juga bungkam. Seolah peristiwa tersebut hal biasa, sehingga tidak ada kelompok masyarakat yang ribut, baik ormas, okp, ormawa, maupun ornop," katanya.

Untuk menghindari terjadinya praktik begal APBD Sumut 2024, kata Sutrisno, pihaknya melalui Kongres Rakyat Nasional (Kornas) meminta beberapa hal kepada pihak terkait yakni:

Pertama, bahwa tidak terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk buru- buru membahas dan memutuskan APBD TA. 2024. Pembahasan terburu- buru pasti tidak terkait kebutuhan dan kepentingan rakyat, tetapi demi ambisi dan kepentingan politik Gubernur dan DPRD. Maka Kemendagri diminta untuk tidak mengevaluasi (mengembalikan atau membatalkan) Ranperda APBD TA. 2024 yang telah diputuskan bersama Gubernur dan DPRD.

Kedua, bahwa keberanian Gubernur dan DPRD menyusun, membahas, hingga melakukan pengambilan keputusan terkait Ranperda APBD TA. 2024 diduga melibatkan oknum pejabat Kemendagri. Oknum pejabat tersebut diduga memberi advice, arahan, dan jaminan "aman" terkait APBD TA. 2024. Maka Inspektur Jenderal Mendagri diminta untuk melakukan pemeriksaan terhadap oknum- oknum yang diduga terlibat dalam pemberian advice, arahan, dan jaminan aman kepada Gubernur dan DPRD.

Ketiga, bahwa pembahasan Ranperda APBD tanpa menggunakan Permendagri Pedoman Penyusunan APBD TA. 2024 adalah pelanggaran serius dan memiliki konsekuensi hukum, sehingga batal demi hukum. Maka Gubernur dan DPRD harus mengulang semua proses dan tahapan penyusunan, pembahasan, dan pengambilan keputusan kembali setelah Permendagri Pedoman Penyusunan APBD TA. 2024 diterbitkan dan diedarkan.

Keempat, bahwa pembahasan Ranperda APBD TA. 2024 yang dipaksakan tersebut diduga berkaitan dengan "pemberian hadiah atau janji". Maka KPK RI sebagai lembaga negara yang diberi tugas khusus untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi diminta untuk melakukan penyelidikan terhadap semua pihak yang terlibat dalam proses pembahasan hingga pengambilan keputusan tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved