Terduga Mafia Tanah
Jaksa Pulangkan Berkas Terduga Mafia Tanah Ahmad Rosyid Hasibuan ke Polisi, Alasan tak Lengkap
Jaksa Cabjari Labuhan Deli mengaku sudah memulangkan berkas terduga mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan ke Polrestabes Medan
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- , Kasubsi Pidum/Pidsus Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Labuhan Deli, Putra Siregar mengatakan pihaknya sudah lama mengembalikan berkas pemalsuan surat tanah dengan tersangka Ahmad Rosyid Hasibuan ke Polrestabes Medan.
Alasan pemulangan berkas ini karena ada yang tidak lengkap.
Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut, apa yang tidak lengkap dalam berkas terduga mafia tanah itu.
"Kemarin sudah kami P-19 (kembalikan). Ada yang tidak lengkap," kata Putra, Rabu (6/9/2023).
Setelah berkas dipulangkan, penyidik Sat Reskrim Polrestabes Medan tak kunjung mengembalikan berkas dan kelengkapan yang diminta jaksa.
Namun lagi-lagi, Putra tak menjelaskan apa yang tidak dilengkapi polisi.
Ditahan Cuma 7 Hari
Kepala Penerangan Kodam I/Bukit Barisan, Kolonel Inf Rico J Siagian menegaskan, bahwa Mayor Dedi Hasibuan, anggota Kumdam I/Bukit Barisan yang menggeruduk Polrestabes Medan sudah dipenjarakan di tahanan Polisi Militer.
Namun, penahanan cuma tujuh hari saja, atau satu minggu.
Selain hukuman kurungan badan di tempat khusus (Patsus), Mayor Dedi Hasibuan juga dijatuhi sanksi disipilin lainnya.
"Sanksi disiplinnya berupa lari pakai ransel, dan piket selama satu minggu," kata Rico, Selasa (5/9/2023).
Ia menegaskan, bahwa Mayor Dedi Hasibuan sudah menjalani hukuman yang diberikan institusi TNI AD.
Profesor Pagar Kehilangan Uang Rp 80 juta
Profesor Pagar, Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara kehilangan uang Rp 80 juta ulah Ahmad Rosyid Hasibuan.
Ia mengaku tidak tahu, bahwa surat tanah yang diberikan Ahmad Rosyid Hasibuan kepada dirinya adalah palsu.
"Saya merasa benar. Kalaupun salah, bukan salah saya. Surat palsu bukan salah kita. Kenapa kita yang jadi dipersoalkan," kata Profesor UINSU Pagar, Jumat (11/8/2023).
Meski sudah ditetapkan tersangka dan ditangguhkan penahanannya, Guru Besar Hukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara ini merasa dirinya benar.
Dia mengaku menyerahkan uang pembelian lahan eks HGU PTPN II itu ke Ahmad Rosyid Hasibuan.
Bahkan, di kwitansi penyerahan uang itu ada tandatangan Rosyid.
Terkait lahan yang sudah dibeli ternyata bermasalah karena ada dugaan pemalsuan tandatangan, Profesor Pagar berpasrah diri.
Baca juga: Kolonel Rico Siagian Akui Kumdam I/BB yang Terbitkan Surat Penangguhan untuk Terduga Mafia Tanah
Dia menyerahkan semuanya ke Sat Reskrim Polrestabes Medan.
"Soal tanah itu terserah polisi la itu saya gak tahu. Saya kan beli."
Pernyataan berbeda keluar dari tersangka Ahmad Rosyid Hasibuan. Dia mengaku hanya sebagai perantara.
Dia menyebut kasus bermula pada 2019 lalu, saat pria bernama Endi Bachtiar sebagai penguasa lahan seluas 10,7 hektare di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Sumut meminta dirinya mencarikan pemodal.
Kemudian Rosyid mencarinya dan didapat la Prof PGR sebagai calon pembeli lahan.
Baca juga: Danpuspom TNI Bongkar Borok Mayor Dedi, Petentengan Bawa Puluhan Anggota Geruduk Polrestabes
Singkat cerita, Profesor Pagar mengirim tim mengecek lahan sebelum membelinya.
Akhirnya disepakati lahan yang dibeli oleh Profesor Pagar dengan luas sekitar 640 meter, dari total lahan yang dikuasai Hendi Bachtiar.
"saya carilah. begitu dapat investor pak Profesor Pagar, disampaikan pak pagar, kita survei dulu lahannya, kita ketemu dulu lah pak Hendi,"cerita Ahmad Rosyid Hasibuan.
Setelah terjadi kesepakatan jual beli, maka Profesor Pagar, yang membeli lahan melalui Ahmad Rosyid Hasibuan ke Hendi menyerahkan berkas.
Lantas, Rosyid pun menanyakan kapan seluruh berkas jual beli lahan eks HGU PTPN II itu selesai dan Hendi Bachtiar menyanggupi dua hari kemudian.
Dua hari kemudian surat menyurat lahan yang dibeli Profesor Pagar selesai dan Ahmad Rosyid Hasibuan disuruh menjemput ke Hendi.
Kemudian surat itu pun diantar kepada Profesor Pagar sebagai pembeli.
"saya jemput ini surat. Setelah saya jemput, saya serahkan ke Prof pagar."
Seiring berjalannya waktu usai jual beli dilakukan, mantan kepala Desa Sampali, Saptaji, melapor ke Polrestabes Medan karena merasa tandatangannya dipalsukan dalam jual beli tersebut.
Lalu kasus bergulir dan Polisi mengamankan Profesor Pagar dan Ahmad Rosyid Hasibuan.
Dalam perkara ini Ahmad Rosyid Hasibuan menolak disebut sebagai mafia tanah.
Dia bersikeras hanya sebagai penghubung antara Hendi Bachtiar pihak yang mengklaim memiliki lahan ke Profesor Pagar sebagai pembeli.
“Ada bahasa saya mafia tanah. Mohon maaf, 640 meter yang dipersoalkan. Saya bukan mafia tanah," katanya membela diri.
Pascaditahan, Ahmad Rosyid Hasibuan berusaha bebas kembali.
Dia mengajukan permohonan penangguhan melalui keluarganya ke Polrestabes Medan, namun ditolak.
Sampai akhirnya dia meminta bantuan kepada Mayor Dedi Hasibuan, perwira Kodam I/Bukit Barisan yang diklaim sebagai saudara sepupunya.
Rosyid pun mengklaim kalau dirinya layak dibela atau ditangguhkan oleh Kumdam I/Bukit Barisan karena sebagai keluarga anggota TNI aktif.
Katanya, itu diperkuat dengan adanya undang-undang nomor 34 tahun 2004 Pasal 50 ayat 3 kalau anggota keluarga TNI mendapat bantuan hukum.
Kemudian dia juga berpedoman dari keputusan Panglima TNI nomor KEP/1089/XII/2017 tanggal 27 Desember 2017 Pasal 12 ke C dan Keputusan KASAD tentang petunjuk teknis bantuan hukum
"Kebetulan sepupu saya, kebetulan keluarga dekat saya, kebetulan atas nama Mayor Chk Dedi Hasibuan. Maka beliaulah yang membantu saya untuk memberikan bantuan hukum melakukan permohonan penangguhan penahanan," kata Ahmad Rosyid Hasibuan.
Kena Sanksi
Karena Ahmad Rosyid Hasibuan, kini Mayor Dedi Hasibuan, anggota Kumdam I/Bukit Barisan yang sempat mati-matian membebaskan tersangka kasus pemalsuan dokumen itu kena sanksi.
Mayor Dedi Hasibuan telah dibawa ke Jakarta untuk diperiksa Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Sementara, 13 prajurit lain yang ikut mendatangi Mapolrestabes Medan masih didalami perannya oleh Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan.
Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko mengatakan, penggerudukan bermula saat ditahannya Ahmad Rosid Hasibuan, yang merupakan keponakan dari Mayor Dedi. Untuk diketahui, Rosid Hasibuan terjerat kasus dugaan pemalsuan tanda tangan pembelian tanah.
“Setelah mengetahui keponakannya ditahan, DFH (Mayor Dedi Hasibuan) melaporkan kepada atasannya, dalam hal ini Kepala Hukum Kodam (Kakumdam) Bukit Barisan (Kolonel Muhammad Irham), untuk dapat difasilitasi memberikan bantuan hukum kepada keponakannya tersebut,” kata Agung saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (10/8/2023).
Selanjutnya, Mayor Dedi mengajukan surat tertulis kepada Kakumdam pada 31 Juli 2023 agar diberikan fasilitas bantuan hukum. Kakumdam Bukit Barisan kemudian menerbitkan surat bantuan hukum pada 1 Agustus 2023. “Jadi sehari setelah permohonan tersebut. Kami nilai ini waktunya terlalu cepat dan kami nilai juga tidak ada urgensinya dengan dinas,” ujar Agung.
Namun, hingga 4 Agustus 2023, Rosid Hasibuan masih ditahan di Mapolrestabes Medan. “(Pihak Polrestabes Medan) keberatan atas penangguhan penahanan tersebut karena Saudara Ahmad Rosid Hasibuan masih ada tiga laporan polisi yang berkaitan dengan yang bersangkutan,” kata Agung.
Mayor Dedi Hasibuan kemudian disebut bertanya ke pihak Polrestabes Medan, tetapi hanya dijawab melalui pesan WhatsApp oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan.
“Karena tidak ada jawaban tertulis, pada 5 Agustus 2023, Mayor Dedi bersama rekan-rekannya mendatangi Mapolrestabes Medan dan bertemu dengan Kasat Reskrim yang sebelumnya sempat ditemui oleh Kasat Intel,” ujar Agung. “Di situ sempat terjadi perdebatan keras antara keduanya,” katanya lagi.(cr28/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.