Berita Viral

Saksi Mahkota Kasus Korupsi BTS Beber Kominfo Ditekan Dalam Rapat di DPR, Komisi I Disiram Rp70 M

Dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS, pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo, terungkap adanya aliran dana ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Editor: Liska Rahayu
Tribunnews
Sidang lanjutan kasus korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com - Dalam sidang lanjutan kasus korupsi BTS, pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo, terungkap adanya aliran dana ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak Rp 70 miliar.

Uang haram itu diduga mengalir ke Komisi I DPR untuk meredam tekanan-tekanan terkait proyek BTS 4G yang tak rampung pada waktu yang sudah ditentukan.

Menurut saksi mahkota, Irwan Hermawan dalam sidang kasus ini, tekanan itu muncul dalam rapat Komisi I DPR sebagai mitra kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Irwan mengetahui tekanan tersebut dari cerita eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif sebagai kawannya.

"Apa kepentingan menyerahkan uang 70 miliar ini?" tanya jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).

"Ada tekanan-tekanan demikian yang dialami, di mana karena keterlambatan atau hal lain gitu. Ada rapat atau tekanan yang alot gitu," jawab Irwan.

Kemudian dalam berita acara penyidikan (BAP) yang dibacakan jaksa di persidangan, terungkap alasan lain adanya saweran ke Komisi I DPR, yakni terkait perjuangan penambahan anggaran proyek BTS.

Namun, terkait keterangan anggaran itu, Irwan mengaku tak mengetahuinya.

"Apakah ini ada hubungannya dengan perjuangan penambahan anggaran untuk PNPB di tengah tahun 2021?" tanya jaksa penuntut umum.

"Kalau yang anggaran Pak Anang tidak pernah berbicara," ujar Irwan.

Dalam persidangan Selasa (26/9/2023) lalu terungkap bahwa Rp 70 miliar ke Komisi I DPR diantar oleh kawan Irwan dan Anang Latif, yakni Windi Purnama.

Windi sebagai kurir menyerahkan uang ke Komisi I itu melalui sosok bernama Nistra Yohan.

Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.

"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama.

Sejauh ini, kasus korupsi pengadaan tower BTS sudah menyeret 6 terdakwa, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Tiga di antaranya, yakni Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan tak hanya dijerat korupsi, tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kemudian ada dua orang yang perkaranya tak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan, ialah Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.

Yusrizki dijerat pasal korupsi, sedangkan Windi Purnama TPPU.

Lalu seiring perkembangan proses persidangan, ada empat tersangka yang telah ditetapkan, yakni: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kominfo, Elvano Hatohorangan; Kepala Divisi Backhaul/ Lastmile BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan; dan Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang.

Keempatnya dijerat dugaan korupsi dalam kasus BTS ini.

Terkhusus Walbertus, selain dijerat korupsi juga dijerat dugaan perintangan proses hukum.

Mereka yang dijerat korupsi, dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sementara yang dijerat perintangan proses hukum dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved