Jejak Cemerlang Karier Sekretaris Daerah Pemprov Sumut Arief Sudarto Trinugroho

Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumut, Arief Sudarto Trinugroho menceritakan perjalanan kariernya.

Editor: Jefri Susetio
tribun-medan.com/Rechtin
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatra Utara, Arief Sudarto Trinugroho saat diwawancarai, di rumah dinas gubernur di Medan. Berikut jejak kariernya hingga menuju puncak. 

TRIBUNMEDAN.COM, MEDAN -Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumut, Arief Sudarto Trinugroho menceritakan perjalanan kariernya. Mulai dari CPNS hingga merangkap sejumlah jabatan di Pemprov Sumut.

Adapun kunci suksesnya bisa berkarier cemerlang karena menjaga kepercayaan yang diberikan pimpinan.

Jejak cemerlang kariernya itu ia ceritakan pada wawancara eksklusif program Jumpa Tengah bersama Pemimpin Redaksi Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Iin Sholihin.

Baca juga: Sekda Pemprov Sumut Minta Anak Muda Jadi Petani: Sekarang Sudah Inovatif

 

Berikut ini rangkuman wawancara eksklusif yang berlangsung di studio-1 Tribun Medan, Senin (31/7/2023).

TRIBUN: Pak Arief merupakan sekda yang dilantik Pak Gubernur Sumut pada 19 Agustus 2022. Artinya, sudah setahun menjabat sebagai sekda. Dan, beberapa hari lagi tepat satu tahun menjadi sekda. Pak Arief kabarnya senang gowes ya? Jika dilihat dari body memang seperti gemar olahraga.

SEKDA: Gowesnya profesi dan sekdanya hanya hobi saja.

TRIBUN: Pak Sekda gowesnya pakai sepeda apa dan berapa rute rata-rata yang ditempu?

SEKDA: Kalau gowes itu pakai sepedanya macam-macam mungkin ada enam atau delapan sepda. Ada berbagai jenis. Ada sepeda lipat, dan macam-macam-lah. Saya masuk banyak komunitas sepeda.

Jadi kalau weekend saya bisa 60 sampai 70 kilometer. Hari Minggu saya bisa naik sepeda masuk kebun-kebun. Saya rutin setiap hari libur gowes kecuali tugas luar.

TRIBUN: Itu tadi hobinya Pak Sekda ditengah kesibukannya dan sekda ini jabatan paling tinggi di ASN. Jabatan kariernya paling tinggi. Artinya, Bapak komandannya ASN di wilayah Sumut. Ada berapa ribu ASN se-Sumut ini kira-kira Pak, kira-kira saja Pak?

SEKDA: Untuk yang langsung di Pemprov Sumut ada 24 ribu ASN. Tapi, yang tidak langsung di seluruh kabupaten/kota ada 280 ribu. Dari berbagai latar belakang suku, kebudayaan dan pendidikan.

TRIBUN: Nah Tribunnews kita akan galih lebih jauh, bagaimana Pak Arief bisa menjadi sekda yang hari memimpin Sumut. Dari awal kariernya hingga menduduki Sekda Sumut?

SEKDA: Tentunya kalau PNS itu bermula dari CPNS jadi saya masuk itu diterima sebagai CPNS di Kemendagri. Dulu itu namanya Deparrtemen Dalam Negeri (Depdagri). Itu juga saya kecemplung aja, tidak pernah terpikir akan menjadi pegawai negeri.

Dulu waktu kuliah saya aktivisi. Waktu itu dapat informasi dari teman bahwa Dedagri menerima pegawai baru dengan pendidikan planologi. Saya dulu kuliah di ITB. Berdasarkan informasi itu saya ikut teman mendaftar dan beberapa bulan kemudian ikut test macam-macam.

Bahkan, dulu ada tes bersih dan bersih lingkungan. Kita harus tidak terlibat pada organisasi terlarang dan melanggar hukum. Waduh dulu bersih, keluarga ayah siapa saja, keluarga ibu siapa saja. Apakah terkait dengan organisasi terlarang. Itu tahun 1990.


TRIBUN: Saat itu menjadi ASN, TNI, Polri agak ketat.

SEKDA: Kemudian zaman dulu setahun setelah mengikuti tes baru dipanggil. Jadi, waktu dulu saya masih Asmat, Papua tepatnya di Kota Agats. Saya di sana bekerja di perusahaan swasta. Karena prosesnya lama sekali saya tidak ingat tentang CPNS itu.

Lalu, saya ditelepon ibu saya. Ibu saya di jakarta. Ibu saya telepon dan sampaikan ada amplop di rumah, sehingga ibu saya yang membuka. Selesai kontrak tiga bulan, saya pulang dan masuk jadi CPNS.

Baru dua hingga tiga bulan CPNS waktu ada Rakornas, saya dipanggil Pak Dirjen, saya pikir ada apa? Rupanya di dalam ruang Pak Dirjen, ada Kepala Bappeda Sumut, Almarhum Abdul Pane dan Panusunan Pasaribu. Saya masih ingat itu, ada Amir Tobing dan Abdul Muis Nasution.

Rupanya mereka sedang menyusun RTRW Pemprov Sumut, pertama kali, ini ceritanya tahun 1992. Mereka tidak ada yang mengerti, tapi saya planologi. Ditugaskan Pak Dirjen diperbantukan ke Sumut. NIP saya Depdagri, diperbantukan daerah. Saat itu, saya masih CPNS, belum pengangkatan, masih 80 persen. Dan, gaji saja masih terima 80 persen dahulu. CPNS yang dibantukan ke Bappeda.

Yang nyusun konsultan tapi enggak ada ngerti, prosesnya selama dua tahun. Selesai ini. Lalu, saya lagi kerja di Bappeda itu ketemulah senior-senior ITB.

Waktu itu ada Pak Budi Sinulingga, ditawarkan saya untuk pindah ke Kota Medan. Apalagi saat itu, tidak ada planologi di Dinas Tata Kota Medan dan Bappeda, Kota Medan.

Pada dinas Tata Kota enggak punya pegawai perencanaan ruang, tidak punya tata kota. Lalu dirayu saya untuk pindah dan diming-iming jabatan. Saya awalnya dari staf dan pegang Subkasi. Akhirnya saya pindah ke Dinas Tata Kota Medan pada 1994 dengan jabatan subkasi. Mulai-lah berkarier di Medan.


TRIBUN: Apakah Ibu tidak resah dan gelisah Bapak pindah ke Medan?

SEKDA: Tidak. Sebenarnya begitu kerja saya tidak ingin kerja di Jakarta. Saya besar di Jakarta dan Bandung tapi sejak lulus saya memang tidak ingin bekerja di Jakarta. Saya kerja di Surabaya, Papua dan kalimantan. Tapi saya tidak mau bekerja di Jakarta. Semenjak lulus. Alasannya pribadinya, boleh orang lain setuju atau tidak.

Jadi, waktu kuliah saya dapat pelajaran bahwa manusia itu home sapiens. Manusia itu makluk sosial. Sebagai makluk sosial hidupnya harus seimbang. Semua seimbang. Saya menganggap walaupun saya SMP, SMA di Jakarta dan orangtua di Jakarta, sulit saya mendapat keseimbangan itu.

Kalau kerja di Jakarta harus berangkat pagi-pagi, bangun pukul 04.00 WIb. Kemudian berangkat kerja pukul 05.00 WIB. Dan pulang pulang kerja pukul 22.00 WIB. Karena itu, waktu sosialisasi tidak ada.

Sehingga, saya tidak mau hidup di Jakarta, saya mau cari keseimbangan.
Kemudian di Jakarta mohon maaf, tanpa bermaksud negatif, atau mengecilkan, kebanyakan buatan. Jadi ke mall bagi saya itu membosankan.

Untuk saya itu membosankan. Saya seperti mohon maaf, kalau ke Singapura, saya ke zoo, kebun binatang Singapura lebih nyaman untuk saya ketimbang ke mall. Bukan saya tidak suka tapi cukup sekali.

Baca juga: Jadi Salah Satu Calon Pj Gubernur Sumut, Ini Respons Sekda Arief Sudarto Trinugroho

 


TRIBUN: Dan, mungkin keputusan Bapak itu menjadi PNS.

SEKDA: Saya makanya hidup di Papua, di Kalimantan dan NTB. Untuk mencari lokasi transmigrasi, ke pelosok-pelosok.

Lalu, saya sudah menduduki sejumlah jabatan seperti Kepala Bappeda Kota Medan, Kepala Litbang Kota Medan, Kepala Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Selanjutnya pada 2018 saya ikut lelang yang kedua kali untuk menduduki kepala dinas di Pemprov Sumut.

Dari seleksi itu saya terpilih sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pemprov Sumut. Selanjutnya, pada 2020, saya menjabat sebagai Asisten Perekonomian Pemprov Sumut.

Meskipun definitifnya saya menjabat sebagai Asisten Perekonomian Pemprov. Namun masih menjabat sebagai Pjs Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu.

Kemudian pada September 2020, saya diberi kepercayaan sebagai Pjs Wali Kota Medan. Tiga jabatan saya pegang pada 2020. Perlahan satu persatu saya lepas. Kadis Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu saya lepas.

Lalu, Pjs Wali Kota Medan juga berakhir. Akan tetapi, Januari 2021, saya menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Pembangunan. Dan, pada 2022 saya ikut seleksi Sekda Pemprov Sumut.

Proses seleksi Sekda Pemprov Sumut dari Desember 2021 sampai Agustus 2022. Agak lama prosesnya.

TRIBUN: Ada perjalanan karier yang panjang dari ASN, ada pengorbanan itu tinggalkan keluarga, dan perjalanan karier dari eselon. Dari CPNS dan rangkap jabatan dan kemudian menduduki jabatan paling tinggi. Paling tidak bisa dijadikan jalannya. Kalau di kasih jabatan ditambah satu jabatan jangan ngeluh.

SEKDA: Itu kepercayaan harus dijaga.

(*)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved