Mangrove Lubuk Kertang Alami Kerusakan Berat Akibat Penebangan oleh Oknum tak Bertanggung Jawab

kerusakan mangrove di kawasan Lubuk Kertang di antaranya disebabkan penebangan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Editor: Eti Wahyuni
HO
Penjabat (Pj) Gubernur Sumut Hassanudin bersama Pj Ketua TP PKK Sumut Dessy Hassanudin melakukan penanaman dan pemeliharaan mangrove untuk pemulihan kawasan hutan dan penyelematan ekosistem mangrove di Hutan Mangrove Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat, Jumat (13/10/2023). 

TRIBUN–MEDAN.com, STABAT - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mencatat dari beberapa lokasi, hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat memiliki kerusakan yang paling berat.

Pj Gubernur Sumut Hassanudin menyebut, kerusakan mangrove di kawasan Lubuk Kertang di antaranya disebabkan penebangan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

"Perlu kita edukasi masyarakat kita, betapa pentingnya mangrove, dan harus kita cari solusi agar masyarakat memiliki penghasilan lain, sehingga mereka tidak menebang untuk dijual," kata Pj Gubernur Sumut Hassanudin dalam kegiatan menanam 10 ribu bibit mangrove di Lubuk Kertang, Jumat (13/10/2023).

Menurut Hassanudin, menanam kembali bibit mangrove memang merupakan langkah untuk memulihkan hutan mangrove. Namun tetap membutuhkan waktu yang lama dan tidak bisa dilakukan dengan jalan pintas.

Dikatakannya, perlu penyelesaian masalah sosial dan ekonomi, sehingga masyarakat dapat ikut melestarikan mangrove.

Baca juga: Sudah 1.200 Hektar Rusak Karena Ulah Mafia, Petani Tanam 10 Ribu Mangrove di Desa Lubuk Kertang

"Ini bukan short cut, ini cuma salah satu langkah karena mangrove butuh waktu lama untuk besar, padahal kita sangat butuh mangrove, melindungi dari intrusi air laut, tempat kembang biak ikan, perdagangan karbon dan kita punya hutan mangrove terluas ketiga di Indonesia," kata Hassanudin.

Sementara itu, Kepala Dinas LHK Sumut Yuliani Siregar mengatakan, kerusakan hutan mangrove Lubuk Kertang karena pemangkasan habis mangrove di kawasan ini. Menurut Yuliani, Lubuk Kertang dengan luas hutan mangrove sekitar 500 hektare merupakan primadona objek wisata di Langkat.

"Sebelum Covid ini menjadi tempat wisata yang diminati, tetapi saat Covid menurun drastis dan penghasilan sebagian masyarakat juga terganggu, jadi sebagian masyarakat mulai mengeksploitasi mangrove, sayangnya itu dipangkas habis, padahal ada tata cara kita menebang mangrove," kata Yuliani Siregar.

Yuliani Siregar mengatakan, Pemprov Sumut akan bekerja sama dengan Badan Restorasi Mangrove dan Gambut (BRMG) memulihkan kawasan mangrove, termasuk aspek sosial dan ekonomi.

"Kita akan kerja sama dengan BRMG dan semua stakeholder, kita juga libatkan anak-anak muda agar kecintaan mereka pada mangrove tumbuh, karena mereka yang kita harapkan bisa melestarikan ini," kata Yuliani Siregar.

Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BRGM Gatot Subiantoro menjelasakan, selain aspek sosial dan ekonomi, dampak kerusakan lingkungan juga sangat penting diperhatikan. Setiap tahunnya, daratan Sumut terkena intrusi air laut sekitar 14 meter per hektare dan untuk memperbaikinya butuh sekitar Rp 5 juta – Rp 6 juta per meter.

"Kalau terkena intrusi harus dibenahi agar tidak merusak perkebunan, pemukiman, di Labuhanbatu ada masyarakat yang harus merelakan sebagian kebun sawitnya untuk jadi hutan mangrove, ada lagi kebun kelapa yang rusak dan jumlahnya ribuan," kata Gatot.

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved