Kejanggalan Surat Penangkapan SYL Diteken Ketua KPK Firli Bahuri, Novel Baswedan: Menabrak UU
Surat penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diiteken Ketua KPK Firli Bahuri dipersoalkan.
TRIBUN-MEDAN.com - Surat penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang diiteken Ketua KPK Firli Bahuri dipersoalkan.
Kuasa hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah hingga mantan penyidik KPK Novel Baswedan melihat ada kejanggalan hal tersebut.
Di antaranya, kejanggalan surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan SYL sama-sama tertanggal 11 Oktober 2023.
Febri berpendapat ada suatu hal dibalik penangkapan SYL karena sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan pemeriksaan pada Jumat (13/10/2023) ini.
Berdasarkan surat yang didapat Tribunnews.com, surat panggilan pemeriksaan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu.
Sementara surat perintah penangkapan diteken oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Berdasarkan surat itu, surat perintah penangkapan tersebut berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, sebagaimana diketahui pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.
"Ada dua surat yang dikeluarkan KPK pada tanggal 11 Oktober 2023 yaitu surat perintah penangkapan dan kedua surat panggilan kedua. Padahal, surat panggilan itu juga sudah kami konfirmasi akan dihadiri oleh pak SYL yaitu pada hari Jumat ini," ucap Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023) dini hari.
"Kami tidak tahu kejanggalan-kejanggalan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa," imbuhnya.
Febri menyebut hingga pukul 00.30 WIB tadi belum diperbolehkan menemui dan mendampingi SYL.
Berdasarkan informasi yang dia terima, hal itu dikarenakan dirinya telah diperiksa sebagai saksi.
"Tadi ada informasi yang disampaikan tidak bisa karena pernah dipanggil sebagai saksi. Jadi, seolah-olah advokat tidak bisa mendampingi karena pernah dipanggil sebagai saksi. Tentu saja ini jadi pertanyaan soal dasar hukumnya," kata Febri.
"Padahal fungsi advokat memberikan bantuan hukum untuk memastikan hak-hak tersangka. Kami berharap ke depan hal-hal seperti ini bisa lebih proporsional diterapkan sesuai hukum acara berlaku," sambungnya.
Febri menjelaskan SYL dalam menjalani pemeriksaan didampingi oleh perwakilan pengacara atas nama Ervin Lubis dan Arianto W Soegio.
Sementara itu, Ervin mengatakan SYL diperiksa hingga pukul 03.00 WIB dan akan dilanjutkan pada pagi ini.
"Dari pukul 11.00 WIB (kami diizinkan masuk), tadi barusan selesai. Beliau (SYL) dalam keadaan sehat. Diajukan sekitar ada 25 pertanyaan, kemudian pemeriksaannya akan dilanjutkan hari ini," tutur Ervin.
Menabrak UU
Mantan penyidik senior lembaga antirasuah Novel Baswedan mengkritik langkah Ketua KPK Firli Bahuri yang nekat menabrak undang-undang dengan menandatangani Surat Perintah Penangkapan atau Sprinkap Syahrul Yasin Limpo.
Diketahui, Syahrul Yasin Limpo merupakan mantan Menteri Pertanian yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi berupa pemerasan dalam jabatan di lingkungan Kementerian Pertanian atau Kementan.
Politikus Partai NasDem itu ditangkap KPK di sebuah apartemen di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/10/2023) petang.
Setelah penangkapan itu, beredar surat penangkapan Syahrul Yasin Limpo yang ternyata ditandatangani oleh Firli Bahuri pada 11 Oktober 2023 dengan frasa Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “Selaku Penyidik”.
Terkait hal tersebut, Novel mengatakan bahwa Firli Bahuri selaku pimpinan harusnya menyadari bahwa Undang-Undang KPK yang baru mengatur bahwa pimpinan bukan lagi penyidik.
“Ini yang harus dilihat. Ini dahsyat, parah, nekat, yang seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan Undang-Undang KPK yang baru ini, pimpinan bukan lagi penyidik. Mestinya dia tidak bisa menandatangani,” kata Novel dikutip dari Kompas.com, Jumat (13/10/2023).
Adapun pihak yang mempunyai wewenang untuk menadatangani surat perintah penangkapan itu adalah pejabat struktural di KPK.
Namun, Novel menduga mereka menolak menandatangani surat perintah penangkapan itu karena tidak ingin melakukan perbuatan sewenang-wenang.
“Kemudian karena enggak mau, dia (Firli) tandatangani sendiri karena dia yang memerintahkan,” ujar Novel.
Menurut Novel, penangkapan yang dilakukan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo merupakan tindakan sewenang-wenang.
Sebab, kata dia, sebelumnya sudah ada surat penjadwalan ulang terhadap Syahrul untuk menjalani pemeriksaan pada hari ini, Jumat (13/10).
Surat itu ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada 11 Oktober 2023 dan juga telah diterima pihak Syahrul.
Selain itu, pengacara Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah, juga telah berkoordinasi dengan tim penyidik terkait pemeriksaan kliennya pada Jumat.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Sumber KompasTV/Tribunnews.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.