Berita Viral

Adik Ipar Jokowi dan 8 Hakim MK Dilaporkan Usai Putusan Batas Usia Capres, Dugaan Pelanggaran Etik

Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi dan delapan hakim MK dilaporkan usai putusan batas usia capres dan diduga melakukan

KOMPAS.com
Sembilan Hakim konstitusi yang hadir dalam sidang putusan uji materi terkait batas usia capres dan cawapres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim MK dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.

Adapun Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi dan delapan hakim MK lainnya dilaporkan usai putusan batas usia capres.

Anwar Usman dan delapan hakim MK itu dilaporkan oleh para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kepada Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi pada Rabu (18/10/2023).

Para hakim MK tersebut dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hukum konstitusi setelah memproses sejumlah gugatan uji materi mengenai syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Putusan atas sejumlah gugatan tersebut telah dibacakan pada Senin (16/10/2023) lalu.

"Kami melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang diduga dilakukan oleh Anwar Usman sebagai hakim MK yang merangkap Ketua MK dan delapan hakim MK," ujar Petrus dikutip Tribun-Medan.com dari Kompas.com, Kamis (19/10/2023).

Rocky Gerung menyoroti keputusan MK soal batas usia capres-cawapres
Rocky Gerung menyoroti keputusan MK soal batas usia capres-cawapres (Tribun Medan)

Menurut Petrus, laporan dari pihaknya sudah diterima oleh bagian Kesekjenan MK pada Rabu sore.

Petrus lantas menyampaikan alasan pelaporannya. Menurut dia, para advokat dari Perekat Nusantara dan TPDI melihat keganjilan pada putusan-putusan MK.

Utamanya, putusan atas perkara Nomor 90/PPU-XXI/2023 yang dikabulkan secara sebagian. Padahal, sebelum perkara itu diputuskan dikabulkan secara sebagian ada tiga perkara lain, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang ditolak seluruhnya.

"Anwar Usman dan beberapa hakim lain yang mungkin saja bisa mempengaruhi. Karena tadinya perkara yang sebelumnya diputus kan mayoritas hakim kan menolak," kata Petrus.

"Lalu mengapa di perkara 90 itu mendadak berubah ? Dan di perkara 90 ini kelihatannya Anwar Usman aktif seperti yang dituduhkan oleh saudara (hakim konstitusi) Saldi Isra," ucap dia.

Baca juga: Hakim Saldi Isra Bingung Pendirian MK Cepat Berubah Buat Putusan yang Bikin Gibran Bisa Maju Pilpres

Baca juga: ANEH! Keputusan MK Berubah, Hakim Saldi Isra Bingung Hingga Cium Keanehan : Baru Kali Ini

Petrus berharap, laporan dari Perekat Nusantara dan PTDI bisa segera diproses supaya bisa membersihkan Marwah MK yang saat ini menurutnya mengalami kehancuran dan kerusakan secara sistemik oleh ketua MK sendiri.

Selain itu, pihaknya meminta agar Dewan Etik Hakim Konstitusi bisa mendengarkan keterangan dari dua hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat sebagai saksi fakta atas dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Petrus juga berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo, putranya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep perlu didengar keterangannya terkait dengan penyebutan MK sebagai Mahkamah Keluarga.

Adapun saat membacakan putusan pada Senin (16/10/2023), MK menyatakan mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah), Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023).
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah), Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023). (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Gugatan tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru. Gugatan itu mempersoalkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017. Pasal tersebut sedianya berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

Anwar Usman dalam pembacaan putusan juga menyatakan, bahwa Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Wakil Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan Anwar Usman
Wakil Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan Anwar Usman (Tribun Medan)

MK juga menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024. Atas putusan MK, maka seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

Sebelumnya pada Senin siang, MK telah membacakan tiga putusan soal permohonan uji materi aturan yang sama. Ketiga perkara itu diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah.

Gugatan yang ditolak tersebut tercatat sebagai perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023. Pada pembacaan putusan tiga perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Mahkamah berpandangan, perihal aturan batas usia capres-cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, dalam hal ini presiden dan DPR.

Hakim MK Saldi Isra menyampaikan, dalam hal tersebut Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi capres dan cawapres.

Sebab dimungkinkan di kemudian hari akan ada dinamika dalam persoalan batas usia tersebut.

Baca juga: Susi Pudjiastuti Minta Menteri LHK Tetap Simpan Blok Migas Warim Harta Karun Rp37 Ribu T di Papua

Baca juga: Bereder Curhatan Diduga Iptu AH Usai Tahu Istri Selingkuh: Kamu Sudah Buat Aku Paling Hina di Dunia


Hakim Saldi Isra Bingung Pendirian MK Cepat Berubah

Sebelumnya diberitakan, Ada empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang punya dissenting opinion atau pendapat berbeda atas hasil keputusan dalam sidang perkara 90/PUU-XXI/2023.

Empat hakim itu ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Dalam membacakan dissenting opinion, Saldi Isra merasa bingung. Sejak menjadi hakim konstitusi pada 2017 lalu, baru kali ini ia mengalami peristiwa aneh dan luar biasa.

“Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar,” ujar Saldi di ruang sidang Gedung MK, Senin (16/10/2023). 

Saldi juga heran melihat mahkamah yang pendiriannya berubah dalam seketika. 

Sebelumnya dalam Putusan MK Nomor 29, 5, 55/PUU-XXI/2023 secara eksplisit, lugas, dan tegas MK menyatakan ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentukan undang-undang untuk mengubahnya. 

"Padahal, sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang," ujar Saldi.

Namun dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 kali ini di hari yang sama, MK mengubah putusan terbaru atas tiga perkara sebelumnya. 

"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," tutur Saldi. 

"Perubahan demikian tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat" sambungnya.

Pertanyaannya, lanjut Saldi, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 hari ini

"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman dalam ruang sidang MK, Jakarta Senin (16/10/2023).

Hal ini berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)

Dalam pertimbangannya MK melihat bata usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945. 

MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.

Termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden. 

“Pandangan demikian ini tidak salah, sesuai logika huku dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan juga sejalan dengan pendapat sebagian kalangan yang berkembang di masyarakat,” ujar hakim Guntur Hamzah dalam ruang sidang. 

Putusan sidang ini segera berlaku mulai dari Pemilu 2024 dan seterusnya.

Dengan adanya putusan terbaru, perkara sebelumnya yang menolak menggubah usia minimal capres cawapres pun d

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

 

 Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

an tidak berlaku.

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved