Tribun Wiki

Tradisi Takko Binoto pada Suku Mandailing yang Berhubungan dengan Adat dalam Perkawinan

Suku Mandailing mengenal tradisi Takko Binoto. Tradisi ini muncul karena persoalan masalah adat dalam perkawinan

Editor: Array A Argus
(Unsplash/ Eric Ward)
Ilustrasi pasangan (Unsplash/ Eric Ward) 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Masyarakat suku Mandailing mengenal sebuah tradisi bernama Tokko Binoto.

Tradisi Tokko Binoto ini lahir karena persinggungan masalah adat dalam perkawinan.

Menurut asal usul katanya, Takko berarti mencuri atau melarikan.

Baca juga: Tradisi Marsidudu pada Suku Mandailing Bagi Ibu yang Baru Melahirkan

Sementara Binoto artinya diketahui.

Jadi, Takko Binoto ini tradisi mencuri atau melarikan seorang gadis yang diketahui orangtuanya.

Dalam jurnal skripsi yang ditulis oleh Irman Antoni dengan judul Tradisi Takko Binoto Dalam Adat Mandailing Ditinjau Menurut Hukum Islam pada UIN Sultan Syarif Kasim, disebutkan bahwa tradisi Takko Binoto ini sebenarnya untuk memudahkan seorang laki-laki menikahi gadis pujaannya.

Secara arti, memang mengandung makna melarikan anak gadis orang.

Baca juga: Tradisi Markobar pada Suku Mandailing yang Masih Terjaga Hingga saat Ini

Namun, ada hal yang mendasari kenapa tradisi Takko Binoto ini terjadi.

Dalam jurnal tersebut diuraikan, bahwa tradisi Takko Binoto terjadi karena persoalan adat dalam pernikahan.

Sebagai contoh, ada seorang lelaki yang ingin meminang dan menikahi gadis dalam suku Mandailing.

Lalu, orangtua gadis meminta syarat adat kepada si lelaki berupa pesta tiga hari tiga malam dengan memotong kerbau.

Baca juga: Tradisi Ngelegi Bayang-bayang pada Suku Karo yang Mulai Pudar

Karena si laki-laki tidak mampu memenuhi syarat adat itu, sang laki-laki kemudian 'melarikan' atau membawa jauh gadis pujaannya itu selama beberapa hari.

Tujuannya, semata-mata agar dipermudah untuk melaksanakan pernikahan.

Karena membawa kabur gadis itu tidak baik dan bisa menimbulkan rasa malu, maka keluarga gadis pun mencari keduanya.

Baca juga: Tradisi Marari Sabtu, Hari Penyucian Bagi Agama Parmalim

Setelah bertemu, pasangan itu kemudian dinikahkan secara agama.

Sehingga, hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Dan kedua belah pihak terhindar dari pandangan buruk di masyarakat.(ray/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter  

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved