Perundungan Siswa SD di Sergai

Penjelasan Kepsek SD 76 Sergai soal Bullying Siswa, Setahun Terbaring dan Kini Tak Sadarkan Diri

Seorang pelajar berinisial GRH (13) di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumut, terbaring tak berdaya setahun terakhir akibat mengalami bullying

Editor: Juang Naibaho
Tribun Medan/Husna Fadilla
Kondisi GRH (13) pelajar asal Serdang Bedagai yang menjadi korban bullying kini terbaring tak berdaya di salah satu rumah singgah di Kota Medan, Rabu (22/11/2023). 

TRIBUN-MEDAN.com, SEIRAMPAH - Seorang pelajar berinisial GRH (13) di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumut, terbaring tak berdaya setahun terakhir akibat mengalami bullying oleh pelajar sekolah lainnya. 

Kepala Sekolah Dasar (SD) 76, Bandar Khalipah, Sergai, tempat GRH belajar, Amrizal mengatakan, pihaknya turut prihatin atas kejadian yang terjadi.

Kata dia, korban saat kejadian masih merupakan siswa SD 76.

"Kalau nasib pendidikannya, kalau sekarang Insya Allah dia (GRH) sudah menerima ijazahnya. Sudah kami bantu dia. Istilahnya, karena sakit itu selama sekitar setahun, ya itulah yang bisa kami bantu," kata Amrizal kepada Tribun Medan, Rabu (22/11/2023).

Amrizal melanjutkan, pihaknya juga turut membantu beasiswa terhadap GRH yang diberikan langsung ke orangtuanya.

"Beasiswanya kami bantu, program PIP-nya juga kami bantu. Langsung ke orangtuanya kami berikan. Pas sakit itu dia masih kelas 6 SD, udah sempat tamat dia," ucapnya lagi.

Amrizal menyebut, kejadian perundungan yang dialami oleh GRH itu terjadi di luar sekolah.

Ia mengaku awalnya tidak tahu perihal apa yang menimpa korban.

Amrizal sempat masuk mengajar di kelas 6, dan mendapati mata GRH memerah dan sembab.

Ia menanyakan apa yang terjadi, namun GRH tidak memberitahukan penyebabnya.

"Itu kejadiannya di luar sekolah. Meskipun begitu, saya tidak lepas tanggung jawab ya. Saya sempat masuk ke kelasnya untuk mengajar, saya lihat mata GRH ini merah. Terus saya tanya, tapi dia jawab tidak apa-apa," ujarnya.

Disinggung mengenai langkah penyelesaian yang ditempuh, Amrizal menjelaskan, para kepala sekolah bersama orangtua pelaku dan korban sempat dimediasi oleh Polres Tebingtinggi.

Menurut dia, ini adalah masalah internal keluarga sehingga para kepala sekolah sifatnya hanya mendampingi.

Ia mengaku tidak mencampuri pembahasan selama mediasi.

"Di bawah naungan Polres Tebingtinggi mediasinya. Dijumpakanlah antara orangtua korban dan pelaku. Dalam mediasi ini yang berunding mereka (orangtua korban dan pelaku), polisi cuma minta keterangan saja dari kepala sekolah," ucapnya.

Baca juga: Pilu Siswa SD Jadi Korban Bullying, Kaki Diamputasi, Pihak Sekolah di Bekasi Malah Anggap Candaan

Sebelumnya, beredar video seorang ibu bernama Hotmaida Manalu (47), warga Desa Juhar II, Kecamatan Bandar Kalipa, Kabupaten Sergai meminta bantuan Presiden Jokowi terhadap anaknya yang menjadi korban perundungan hingga sakit dan dirawat sejak setahun lalu.

Saat Tribun Medan temui Rabu (22/11/2023), di rumah singgah tempat GRH dirawat di Kota Medan, Hotmaida Manalu bercerita, bahwa sebelum mendapat perundungan anaknya adalah siswa yang pintar.

GRH langganan juara kelas, juga aktif mengikuti berbagai perlombaan di sekolahnya.

"Terakhir di bulan Agustus dia ikut lomba cerdas cermat perwakilan sekolahnya," cerita sang ibu sambil menunjukkan foto putranya sehari setelah memperoleh juara cerdas cermat kala itu.

Bahkan disebutnya GRH adalah anak yang aktif dan periang. Ia juga dipilih sebagai ketua kelas di sekolahnya.

Tetapi kini ia harus menahan kesedihan melihat putra keempatnya itu hanya bisa terbaring tak berdaya di tempat tidur dan harus mendapat perawatan intensif.

"Tangannya pun kalau dipegang udah nggak respons lagi, beginilah kondisinya sekarang. Saya juga udah nggak tau mau gimana lagi, saya cuman mau keadilan untuk anak saya," ungkapnya.

Hotmaida mengatakan ada empat orang pelajar SD yang menjadi pelaku perundungan terhadap anaknya yaitu, GS (11), GAPS (10), APS (11), dan ARH (10).

Kasus ini sempat berproses di ranah hukum. Hotmaida juga sempat mengikuti mediasi di Polres Tebingtinggi bersama keempat orangtua pelaku.

Dalam proses itu, keempat orangtua pelaku memberikan Rp 1,7 juta sebagai bentuk pertanggungjawaban dan biaya berobat.

Ia menjelaskan, para pelaku bullying adalah siswa SD 76 Sergai, sedangkan anaknya SD 75. Kedua sekolah ini berada di dalam satu lokasi yang sama.

Selama perawatan GRH, Hotmaida mesti menemani sang anak di rumah singgah di sekitaran RS Adam Malik Medan.

Sedangkan 4 lagi anaknya harus mengurus diri sendiri di kampung halaman.

Hotmaida tak berharap banyak dari kasus putranya ini. Ia hanya berharap mendapat keadilan, lantaran sang anak yang kini menderita antara hidup dan mati.

"Saat saya masih dalam kondisi yang memikirkan hidup dan mati anak saya, di situ saya dipanggil untuk mediasi. Sempat di rumah sakit Tebing anak saya ini sadar dan mengaku ketakutan, setiap kali pulang sekolah ditunggu dan dipukuli. Jadi saya berharap ada pemeriksaan ulang untuk kasus anak saya, saya butuh keadilan," tuturnya.

Sudah hampir setahun Hotmaida mengurus putranya dengan kondisi yang belum pasti.

Kondisi terkini GRH saat ini hanya bisa terbaring, tidak merespons pergerakan atau sentuhan apapun dan tidak bisa berbicara.

Bahkan ujar sang ibu, punggung anaknya sudah mengalami luka serius karna terbaring terus di tempat tidur.

"Bagaimanalah nasib anakku ini, saya hanya berharap ada pertolongan dari pemerintah untuk kasus anak saya ini. Bahkan ketika saya baca berita soal perundungan saya histeris, mengingat hal itu telah terjadi pada anak saya. Itu makanya saya mau kasus ini mendapat perhatian agar tidak terjadi pada anak lainnya pula," pungkasnya.

(cr12/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved