Tribun Wiki

Mengenal Faluya, Tarian Perang Suku Nias yang Menggambarkan Sukacita dan Kerja Sama Kelompok

Faluaya, tarian perang suku Nias yang menggambarkan sukacita dan kerja sama antarkelompok usai bererang

Editor: Array A Argus
INTERNET
Tarian perang suku Nias atau tarian baluse 

TRIBUN-MEDAN.COM,NIAS- Masyarakat suku Nias di Sumatra Utara dikenal memiliki beragam tradisi dan budaya yang unik.

Satu diantara budaya suku Nias adalah faluaya, atau tarian perang.

Tarian perang ini dahulunya dilakukan setelah para pejuang suku Nias memenangkan peperangan.

Mereka akan berkumpul, lalu menari diiringi dengan syair-syair yang kemudian disebut dengan hoho.

Baca juga: Tradisi Anta Mangaji pada Etnis Aneuk Jamee di Aceh

Dilansir dari Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, biasanya, faluaya atau tarian perang ini dilakukan oleh puluhan hingga ratusan orang dengan jumlah yang tidak terbatas.

Namun, biasanya, jumlah pesertanya ganjil. 

Dalam tarian perang atau faluaya ini, peserta tari akan melantunkan hoho secara bersahut-sahutan yang berhubungan dengan asal-usul, kejadian, sejarah, hukum adat, dan hal lain yang berhubungan dengan masyarakat.

Hoho dalam berbagai versi merupakan salah satu tradisi lisan yang dapat dijadikan rujukan dalam memahami kebudayaan lama mereka.

Baca juga: Tradisi Upacara Mbengket Beges pada Suku Pakpak saat Mendirikan Rumah

Hoho ini telah berakar dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Seluruh kehidupan masyarakat nias pada zaman dahulu diatur hoho.

Hoho dalam tari Faluaya merupakan salah satu bagian dari beberapa jenis hoho yang ada pada kebudayaan mereka.

Tarian faluaya dulunya hanya merupakan sebuah rangkaian gerakan yang dirangkai sedemikian rupa untuk mengekspresikan sukacita atas kemenangan di medan perang.

Namun, saat ini, tarian perang faluaya disajikan dalam acara-acara kebudayaan. 

Baca juga: Bahasa Jamee, Akulturasi Suku Minangkabau yang Bermigrasi ke Pesisir Barat Aceh

Ada beragam gerak tari perang Nias ini, di antaranya gerak hugö, gerak ohigabölöu, gerak hivfagö, gerak fu’alö, gerak faluaya zanökhö, gerak fataélé, gerak famanu-manu, gerak fasuwö, gerak fadölihia, dan gerak siöligö.

Gerak hugö merupakan posisi kuda-kuda siap menyerukan, sedangkan gerak ohigabölöu yakni melompat sambil berjalan dan berjingkat.

Adapun gerak hivfagö merupakan gerakan yang hampir sama dengan gerak ohigabölöu dan hanya dilakukan di tempat.

Gerak fu’alö juga merupakan gerakan di tempat dengan melangkahkan satu langkah kaki kiri, kemudian kembali lagi pada posisi awal.

Baca juga: Mengenal Tradisi Ritual Marrobu-robu Masyarakat Batak Simalungun Sebelum Menanam Padi

Gerak faluaya zanökhö membuat lingkaran untuk mengepung musuh dan gerak fataélé merupakan atraksi tunggal penari dalam menunjukan ketangkasannya.

Pada gerak famanu-manu, penari akan bergerak satu lawan satu, selanjutnya gerak fasuwö menggambarkan terjadinya peperangan antara dua kelompok yang melakukan aksi perlawanan.

Dalam gerak fadölihia, penari akan membuat gerakan yang membentuk berliku-liku.

Gerakan selanjutnya adalah gerak siöligö.

Dalam pertunjukannya, para penari mengenakan busana warna-warni, yakni perpaduan hitam, kuning, dan merah yang dilengkapi mahkota di kepala.

Beberapa properti yang digunakan, di antaranya tameng, pedang, dan tombak.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved