Pilpres 2024
Alasan Yusril Ihza Mahendra Bela Jokowi, tak Salah Presiden Kampanye, Ini Kata KPU soal Aturannya
Pernyataan Jokowi tersebut teloah menimbulkan pro dan kontra. Meski demikian, Yusril Ihza Mahendra justru membela Jokowi.
TRIBUN-MEDAN.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa presiden boleh kampanye terkiat Pilpres 2024 jadi sorotan.
Pernyataan Jokowi tersebut teloah menimbulkan pro dan kontra.
Meski demikian, Yusril Ihza Mahendra justru membela Jokowi.
Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tersebut menegaskan bahwa pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh kampanye sama sekali tidak salah.
Yusril mengatakan, tidak ada salahnya bagi seorang presiden untuk berpihak ke salah satu pasangan calon (paslon).
"Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Jokowi tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024).
Yusril menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemilu saat ini, presiden dan wakil presiden (wapres) memang dibolehkan untuk berkampanye.
Mengutip ketentuan Pasal 280 UU Pemilu, pejabat-pejabat negara yang tidak boleh kampanye di antaranya seperti ketua dan para Hakim Agung; ketua dan para Hakim Mahkamah Konstitusi; ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya.
Yursil lantas menekankan bahwa presiden, wapres, serta para menteri tidak termasuk dalam pejabat negara yang dilarang kampanye.
"Bahkan Pasal 299 Ayat 1 UU Pemilu secara tegas menyatakan: 'Presiden dan Wakil Prediden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye'. Pasal 281 UU itu mengatur syarat-syarat pejabat negara dan Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkampanye antara lain harus cuti di luar tanggungan negara dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara," katanya.
Menurut Yusril, Presiden dan Wapres boleh berkampanye, baik mengkampanyekan diri sendiri sebagai petahana maupun mengkampanyekan orang lain. Dia juga mengingatkan bahwa ada pasal-pasal yang mengatur mengenai Presiden yang akan berkampanye.
"Pasal-pasal tentang Presiden yang akan berkampanye itu juga mengatur pengamanan dan fasilitas kesehatan Presiden dan Wakil Presiden yang berkampanye. Ketentuan lebih lanjut bagi presiden dan wakil presiden yang akan kampanye diatur oleh Peraturan KPU," ujar Yusril.
Lantas, bagaimana terkait keberpihakan presiden? Yusril mengatakan, jika presiden berkampanye, maka dia diperbolehkan untuk berpihak.
Dia mempertanyakan mana mungkin seseorang mengkampanyekan satu paslon, tapi tidak berpihak ke paslon tersebut.
"UU kita tidak menyatakan bahwa presiden harus netral, tidak boleh berkampanye, dan tidak boleh memihak. Ini adalah konsekuensi dari sistem presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, dan jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45," kata Yusril.
"Keadaan Jokowi dalam Pemilu 2024 tidak bisa dibandingkan dengan Bung Karno dalam Pemilu 1955.
Waktu itu, kita menganut sistem parlementer. Sebagai kepala negara, Bung Karno harus berdiri di atas semua golongan. Bung Karno tidak memikul tanggung jawab sebagai kepala pemerintahan yang ada pada Perdana Menteri Burhanudin Harahap waktu itu. Wapres Hatta juga mengambil sikap netral dalam Pemilu 1955," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, seorang Presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu).
Istana Meluruskan yang Sebenarnya
Pernyataan Jokowi boleh memihak bahkan kampanye di Pilpres 2024 menuai banyak reaksi.
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bahwa banyak yang salah mengartikan pernyataan Presiden tersebut. Menurutnya pernyataan Jokowi itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan dari media mengenai adanya menteri yang ikut berkamoanye.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses," kata Ari, Kamis, (25/1/2024).
Ari mengatakan dalam menjawab pertanyaan media tersebut, Presiden Jokowi lalu menjelaskan mengenai aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.
Presiden memaparkan bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
"Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," katanya.
Meskipun demikian ada sejumlah syarat bila Presiden akan ikut berkamoanye. Diantaranya tidak menggunakan fasilitas negara dan harus mengajukan cuti.
"Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara," katanya.
Ari mengatakan dengan dibolehkannya Presiden berkampanye, maka Presiden pun diizinkan memiliki referensi politik pada partai atau pada pasangan Capres-Cawapres.
"Artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," katanya.
Menurut Ari apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan merupakan hal baru. Aturan mengenai sikap Presiden dalam Pemilu sudah ada dalam UU Pemilu. Selain itu Ari mengatakan dalam sejarah Pemilu setelah reformasi, Presiden Presiden sebelumnya juga memiliki referensi politik. Bahkan mereka ikut berkampanye.
"Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," katanya.
Presiden dan Menteri Wajib Cuti
Anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 281 ayat 1 memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati wakil bupati, walikota dan wakil walikota ikut dalam kegiatan kampanye.
Namun, Ketua Divisi Teknis KPU RI ini mengingatkan dalam kampanye tersebut, presiden dan menteri dilarang menggunakan fasilitas negara.
Selain itu, Idham menuturkan presiden dan menteri juga wajib untuk cuti jika akan berkampanye.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Sumber: TribunSolo.com/tribunnews.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.