Sumut Memilih

Sejumlah Ketua Parpol di Siantar Ragukan Pemilu 2024 Tanpa Praktik Transaksional

Dalam obrolan ini, para petinggi partai politik masih mengeluh soal praktik-praktik transaksional pada Pemilu 2024.

Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN / ALIJA MAGHRIBI
Diskusi para Ketua Partai Politik Kota Pematangsiantar menjelang hari-hari pencoblosan Pemilu 2024, Sabtu (3/2/2024) 

TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Ngobrol bareng para ketua partai politik digelar oleh sejumlah wartawan senior di 2De Point Cafe & Resto, Kota Pematangsiantar, Sabtu (3/2/2024).

Dalam obrolan ini, para petinggi partai politik masih mengeluh soal praktik-praktik transaksional pada Pemilu 2024.

Gusmiyadi, Ketua DPC Partai Gerindra Kota Pematangsiantar yang membuka diskusi mengatakan dalam Pemilu ini, seharusnya menjadi ajang merawat demokrasi, pendidikan politik dan konsistensi pembangunan. 

"Maka kita penting untuk mengevaluasi langkah langkah politik yang kita ambil. Apakah sudah ideal dalam merawat demokrasi, konsisten dalam pendidikan politik? Kita belum lepas dari pragmatisme politik," katanya. 

Dalam urusan merebut kekuasaan, terang Gusmiyadi, ia bisa melihat bahwa proses transaksional masih sangat kental.

Rekrutmen anggota parpol masih sangat memerlukan tamu-tamu eksternal untuk tetap ikut terlibat pertarungan meskipun tidak punya pengalaman pengkaderan politik. 

"Transaksional tampaknya masih sangat mewarnai demokrasi kita. Karena berbasis indikator yang ada di tengah-tengah kita. Pragmatisme masih tetap menjadi panglima dalam demokrasi kita," kata Gusmiyadi. 

Ketua DPC PKB Pematangsiantar, Imran Simanjuntak tak kalah menohok.

Ia mengatakan bahwa demokrasi tak lagi bersuara dari rakyat oleh rakyat. Demokrasi yang terjadi saat ini adalah demokrasi harapan yang lahir dari penguasa.

"Partai politik masih diwarnai oleh personifikasi dalam konteks finansial, hedonisme dan kemampuan-kemampuan lainnya, bukan dalam pendidikan politik. Harusnya peserta politik tidak sekonyong-konyong hadir, bahkan ada yang menjadi pucuk pimpinan akibat kedekatan dengan oligarki, penguasa, dan sebagainya," kata Imran. 

Sementara itu, sebagai partai politik baru yang ikut berkompetisi di Pemilu 2024, Ketua Exco Partai Buruh Eljonnes Simanjuntak mengaku kesulitan untuk menggerakkan buruh sebagai calon legislatif.

Fenomena tersebut dinilai wajar karena nyaris buruh tak punya pertimbangan untuk mencaleg. 

Buruh, terang Eljonnes hanyalah penonton dalam pertandingan (Pemilu). Padahal beberapa kebijakan pemerintah seperti RUU Ciptaker yang melemahkan status buruh seharusnya bisa ditentang para buruh.

"Banyak yang bilang tidak transaksional, tapi kenyataannya, partai pemilik modal melakukan aksi transaksional bagi-bagi sembako. Kami tidak memiliki apa-apa. Kenapa (buruh) apatis untuk berpartai politik.

Kenapa sekali lima tahun hanya menunggu apa yang diharapkan. Artinya janji-janji yang selama ini tidak terealisasi," kata Eljonnes. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved