Ramadan 2024

Tradisi Mandi Pangir yang Sering Dilakukan Masyarakat Sumut Menyambut Bulan Ramadan

Mandi Pangir adalah mandi rempah-rempah yang terdiri dari beberapa lembar daun nilam, daun pandan wangi, batang sereh, daun jeruk, dan putik pinang. 

Penulis: Rizky Aisyah | Editor: Randy P.F Hutagaol
ISTIMEWA
ILUSTRASI MARPANGIR - Personel Polres Padangsidimpuan mengamankan kegiatan "Marpangir" Umat Muslim Padangsidimpuan jelang Ramadhan di Padangsidimpuan, Sabtu (2/4/2022). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Masyarakat Sumatera Utara, khususnya kota Medan, memiliki tradisi khusus saat menyambut bulan suci Ramadan, salah satunya adalah tradisi Marpangir (Mandi Pangir).

Mandi Pangir adalah mandi rempah-rempah yang terdiri dari beberapa lembar daun nilam, daun pandan wangi, batang sereh, daun jeruk, dan putik pinang. 

Semua bahan tersebut direbus dan direbus dan digunakan untuk keramas (mencuci rambut) sebagai bentuk pembersihan diri dengan berbagai rempah-rempah daun yang beraroma harum.

Kadang-kadang ditambahkan akar kautsar dan embelu jika mudah ditemukan.

Beberapa orang mengatakan bahwa yang paling penting adalah mengandung tujuh jenis daun dan rempah yang berbeda untuk memberikan aroma terapi yang segar. Bahan-bahan mentahnya juga dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Dijual di banyak pasar tradisional dan hanya tersedia selama bulan Ramadan.

Cara membuat pangir adalah dengan merebus pangir, setelah itu air rebusannya digunakan untuk mandi. Biasanya, mandi pangir dilakukan satu hari sebelum Ramadan.

Di kota, mandi pangir dilakukan di kamar mandi masing-masing rumah. Di desa-desa, mandi pangir dilakukan secara beramai-ramai di pemandian karena keterbatasan warga yang tidak memiliki kamar mandi di rumah.

Meskipun dikatakan sebagai tradisi lama di Sumatera Utara, masih banyak masyarakat yang meneruskan tradisi ini di kota Medan dan wilayah Tapanuli bagian selatan.

Sejarah Marpangir

Tradisi mandi ini diyakini sebagai perpaduan dari tradisi Hindu sebelum Islam datang ke Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Hindu kuno di Sumatera Utara.

Setelah kedatangan Islam, awalnya masyarakat Batak Muslim suku Mandailing Natal hanya melakukan marpangir secara berkelompok, baik di rumah masing-masing maupun di tempat pemandian dengan air sungai,  namun yang masih melakukan tradisi ini sampai sekarang adalah Kota Medan.

Hal ini diyakini dapat membuat tubuh lebih wangi dan bersih sehingga dapat memperlancar pelaksanaan ibadah puasa, terutama saat menjalankan salat Tarawih.

Hal ini dikarenakan wangi yang ditimbulkan memberikan rasa nyaman dan sejuk.

(cr30/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved