Breaking News

Berita Viral

Jokowi Nyaman dengan Golkar hingga Lampu Hijau Jadi Ketum, DPP: Dia Sudah Lama Jadi Kader

Presiden Jokowi nyaman dengan Partai Golkar dan lampu hijau menjadi Ketua Umum Partai Golkar tanpa harus mengubah AD/ART terlebih dahulu

HO
Jokowi Nyaman dengan Golkar hingga Lampu Hijau Jadi Ketum, DPP: Dia Sudah Lama Jadi Kader 

TRIBUN-MEDAN.COMPresiden Jokowi disebut nyaman dengan Partai Golkar.

Adapun isu Presiden Jokowi bakal bergabung dengan Partai Golkar dan bakal menjadi Ketua Umum Golkar tampaknya sudah lampu hijau.

Meski Presiden Jokowi masih bungkam, tetapi Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto sudah memberikan sinyal bahwa kader PDI-P tersebut bakal hengkang ke Golkar. 

Jokowi bahkan digadang-gadang mendapatkan karpet merah dari partai berlogo beringin itu untuk langsung menduduki jabatan strategis sebagai ketua umum. 

Airlangga menyebut Jokowi sudah nyaman dengan Golkar.

Polemik kemudian muncul soal  Jokowi yang bakal menduduki jabatan Ketua Umum Golkar. 

Pasalnya, Partai Golkar memiliki persyaratan bagi calon ketua umum. 

Ketua Umum Partai Golkar Periode 2004-2009, Jusuf Kalla menyebut, Partai Golkar terkait meritokrasi sudah membatasi calon ketua umum. 

Ada peluang Jokowi untuk menjadi ketua umum tetapi Partai Golkar harus mengubah AD/ART terlebih dahulu. 

Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Dewan Pembina Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golkar Aburizal Bakrie, menyambut baik wacana Jokowi menjadi ketum. 

Ia tak menampik bila aturan tersebut bisa diubah asal disepakati seluruh pengurus daerah. 

"Ya mungkin saja (diubah) kalau seluruh daerah mau," ujarnya. 

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) meninggalkan ruangan usai membuka secara resmi Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Jakarta, Selasa (3/12/2019)
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) meninggalkan ruangan usai membuka secara resmi Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Jakarta, Selasa (3/12/2019) (Kompas.com/Muhammad Adimaja)

Disisi lain, anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam, mengatakan tanpa mengubah AD/ART, sejatinya Jokowi sudah menjadi kader Partai Golkar sejak lama. 

Selain itu, kata dia, seorang kader tak perlu harus menjadi pengurus selama lima tahun sebagai syarat menjadi ketua umum. 

"Pak JK (Jusuf Kalla) itu bukan lima tahun pengurus DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie pun bukan pengurus DPP Golkar selama 5 tahun, tetapi mereka berdua ini memiliki rekam jejak, sejak Sekber Golkar, Golkar dan Partai Golkar," katanya seperti dilansir dari tayangan KompasTV pada Sabtu (16/3/2024). 

Ridwan menyampaikan bahwa Jokowi sudah merupakan kader Golkar sejak lama. 

Meski tidak pernah duduk di kepengurusan partai, tetapi Jokowi melaksanakan doktrin Golkar "Karya Siaga Gatra Praja".

Doktrin itu mengajarkan setiap kader bekerja secara profesional serta membela pemerintah. 

"Jadi doktrin kekaryaan itu sudah dilaksanakan dan Pak Jokowi ini pengurus Asosiasi Mebel Indonesia, di tahun 2002, dimulai tahun 97," pungkasnya. 

Pada saat itu, lanjut Ridwan, pengurus-pengurus organisasi pengusaha adalah kader Golkar.

Baca juga: KONDISI ART Jember Dianiaya dan Diikat Suami di Kandang Sapi, Penampakannya Bikin Pilu

Baca juga: PENGAKUAN Annisah, TKW di Malaysia Berhasil Pulang Dibantu Prabowo, Sempat Kabur, Paspor Disita Agen


Mudahkah Mengubah Aturan Internal?

Di sisi lain, tidak mudah bagi Partai Golkar untuk mengubah aturan internal mereka demi menjadikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai ketua umum partai berlambang pohon beringin tersebut.

Analisis tersebut disampaikan oleh Aditya Perdana, Direktur Algoritma Research and Consulting dalam dialog Kompas Malam, Kompas TV, Sabtu (16/3/2024), menjawab pertanyaan akankah Golkar rela mengubah syarat ketua umum demi Jokowi.

“Itu pertanyaan yang penting, tapi menurut saya itu tidak mudah karena Golkar adalah termasuk salah satu partai politik yang memiliki struktur kelembagaan yang relatif kuat,” jelasnya.

“Mereka sudah juga punya pengalaman yang cukup panjang menghadapi  dinamika internal yang cukup tinggi. Apalagi, di setiap pemilihan pengurus itu memiliki dinamika yang tinggi.”

Dengan kohesivitas kelembagaan yang cukup baik, ketika ada desakan dari luar atau  eksternal, misalnya Jokowi ingin menjadi bagian dari Golkar, sambung Aditya, pasti akan direspons dengan cara Golkar.

“Caranya Golkar itu maksudnya seperti apa? Itu bukan hal yang mudah karena tentu di dalam juga punya pandangan, persepsi yang pro kontra di antara sikap-sikap politik seperti itu, jadi itu bukan hal yang mudah untuk bisa diterima di kalangan internal Golkar.”

Menjawab pertanyaan mengenai seberapa besar nantinya gejolak yang akan muncul di tubuh Partai Golkar, ia menyebut Golkar termasuk partai yang memiliki kelompok atau faksi dengan kekuatan berimbang.

Jika menilik sejarah, kata Aditya, Golkar mempunyai kontribusi dan juga organisasi yang sangat solid, sehingga ketika merespons hal yang sangat penting terkait dengan pimpinan seperti ketua partai, tentu direspons dengan sangat positif.

“Problemnya adalah karena faksinya banyak, faksinya juga bukan hanya misalkan seperti SOKSI, MKGR dan sebagainya, tetapi di situ juga ada faksi-faksi kultural yang juga harus dipahami.”

Ketika misalkan Jokowi ingin masuk ke sana, kata dia, tentu yang harus dipatuhi adalah komitmen internal, termasuk di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD/ART-nya.

“AD/ART-nya itu mengatur seperti apa, kan sudah ada syarat misalkan harus menjadi kader, harus menjadi ini, mengikuti pelatihan ini, dan sebagainya,” tegasnya.

“Jadi itu bukan hal yang mudah ya, sehingga kemudian ketika misalkan taruhlah yang akan masuk adalah Pak Jokowi, tokoh bangsa misalkan, itu juga tentu akan menjadi pertimbangan yang akan menjadi diskusi menarik di internal Golkar.”

Jika Jokowi hanya akan masuk menjadi kader biasa, menurut Aditya, tidak ada masalah. Bahkan, Golkar diyakininya akan menerima dengan senang hati.

“Kalau sebagai kader, saya pikir nggak ada masalah, ya. Karena kan tentu Golkar menjadi sangat senang hati ketika misalkan tokoh besar seperti Pak Jokowi akan masuk ke dalam sebagai kader Golkar.”

“Pertanyaan berikutnya kan terkait dengan ketua umum ya, menjadi pemimpin partai. Itu yang tentu di dalam ada yang bisa menerima dan ada yang belum tentu bisa mudah menerima soal itu,” jelasnya.

Dalam dialog tersebut, ia juga berpendapat bahwa yang dibutuhkan oleh Golkar sebagai partai politik yang mapan adalah karakter pemimpin yang kuat.

“Karakter pemimpin kuat ini bisa berasal dari internal partai sendiri, jadi seperti Pak Airlangga, kemudian kader-kader menteri-menteri di kabinet sekarang itu sebetulnya juga sudah cukup banyak.”

“Jadi artinya Pak Jokowi itu bukan sosok yang "menjadi kekuatan internal di Partai Golkar”. Jadi kalau Golkar ingin menjadi semakin lebih maju, seharusnya dalam pandangan saya ya itu, harus dibangun dengan kadernya sendiri,” bebernya.

Jika memang Jokowi nantinya akan bergabung di Golkar, lanjut dia, mungkin bisa ditempatkan bukan sebagai ketua umum atau ketum.

“Misalkan ketua dewan penasihat atau apa pun pembina yang layak dalam posisi itu. Tetapi sebagai manajer atau pelaksana organisasai lebih baik dari kader internal, dan itu kader Golkar itu luar biasa banyaknya, jadi tidak mengkhawatirkan.”

(*/tribun-medan.com) 

Baca juga: Sosok Mutiara Adiguna, Dulu Viral Gelar Nikahan Ala Kpop, Kini Cerai Karena Suami Malas Kerja

Baca juga: Sakit Hati Suami Selingkuh dengan Sepupunya, Aksi Balas Dendam Sang Istri Bikin Keluarga Besar Syok

 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved