Berita Medan
Dibangun dengan Putih Telur, Masjid Kedatukan Sunggal Berdiri Kokoh Selama Ratusan Tahun
Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti merupakan Raja ke VII dari Kerajaan Sunggal.
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Masjid Kedatukan Sunggal yang berada di Jalan PDAM Sunggal, Kecamatan Sunggal, Kota Medan masih berdiri kokoh.
Masjid yang berdampingan dengan instalasi PDAM Tirtanadi itu dibangun pada tahun 1885 oleh seorang Raja Sunggal yakni Raja Serba Nyaman atau dikenal luas dengan sebutan Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti.
Datuk Diraja Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti merupakan Raja ke VII dari Kerajaan Sunggal.
Masjid itu bukan saja simbol perjalanan Islam di Tanah Melayu, namun juga memperlihatkan nilai-nilai perlawanan terhadap kolonialisme terhadap bangsa Belanda kala itu.
Badiuzzaman adalah salah raja yang memimpin perang Sunggal yang terjadi antara 1872 sampai dengan 1895.

Perang itu adalah salah satu perang paling lama yang melibatkan antara kerajaan Sunggal dengan Belanda.
"Sejak awal nama masjid ini adalah Masjid Raya Kedatukan Sunggal yang diresmikan oleh Raja masa itu yakni Satu Badiuzzaman pada tahun 1885. Namun oleh masyarakat luas dikenal dengan nama Masjid Badiuzzaman," ujar Ketua Kenaziran Masjid, Datuk Indra Jaya, Jumat (29/3/2024).
Masjid Badiuzzaman dahulunya tak hanya dijadikan untuk beribadah namun juga tempat para pejuang dari Kerajaan Sunggal berkumpul dan bermusyawarah melawan penjajahan Belanda.
Masjid ini kata Indra merupakan milik Kedatukan Sunggal yang diresmikan oleh Raja ketika itu yakni Badiuzzaman Surbakti.
"Jadi masjid ini adalah milik Kerajaan Sunggal yang diresmikan oleh Raja Badiuzzaman ketika itu. Dan disinilah tempat berkumpulnya orang orang kerajaan saat itu untuk melawan Belanda," kata dia.
Konon katanya pembangunan masjid Kedatukan Sunggal itu sama dengan pembangunan candi Borobudur yang menggunakan ribuan putih telur sebagai perekat meterial bangunan.

Dari cerita yang turun dari generasi ke generasi itu, Indra menyebutkan, ketika itu, Belanda melarang pengiriman semen ke daerah Sunggal yang tak henti hentinya memberikan perlawanan terhadapnya.
Karena perlawanan itu lah, Badiuzzaman kemudian dihukum dan harus menjalani pengasingan ke Jawa Barat.
Hingga akhir hayatnya, Badiuzzaman tidak pernah kembali ke Kerajaan Sunggal karena tidak ingin menyerah terhadap Belanda.
Di sekitar Masjid Badiuzzaman, terdapat makam-makam kerabat Kerajaan Sunggal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.