Viral Medsos

MK Panggil 4 Menteri ke Sidang Sengketa Pilpres 2024, Kapolri hingga Kepala BIN Turut Diminta Hadir

Diketahui, MK mengaku telah bersurat secara resmi ke empat menteri yang akan dipanggil untuk memberikan keterangan dalam sidang lanjutan sengketa

Editor: AbdiTumanggor
HO
Hakim MK dalam sidang sengketa Pilpres Senin (2/4/2024). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Sejumlah menteri akan menghadiri sidang sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, Kapolri, Kepala BIN hingga Megawati Soekarnoputri turut diusulkan agar dihadrikan ke persidangan MK.

Diketahui, MK mengaku telah bersurat secara resmi ke empat menteri yang akan dipanggil untuk memberikan keterangan dalam sidang lanjutan sengketa pilpres 2024.

"Sudah disampaikan, hari ini," sebut juru bicara MK, Fajar Laksono, Selasa (2/4/2024).

Adapun surat pemanggilan kepada empat menteri itu, yakni, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Satu pihak lain yang akan dipanggil MK dalam sidang yang dijadwalkan pada Jumat (5/4/2024) itu adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

Ketua MK Suhartoyo menegaskan, pemanggilan ini bukan berarti MK mengakomodir permintaan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD selaku pemohon, yang memang sebelumnya meminta agar sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju dipanggil Mahkamah.

Ia berujar, dalam sidang sengketa seperti ini, MK tidak bersifat berpihak dengan mengakomodir keinginan salah satu pihak terlibat sengketa.

"Jadi semata-mata untuk mengakomodir kepentingan para hakim. Jadi dengan bahasa sederhana, permohonan para pemohon sebenarnya kami tolak, tapi kami mengambil sikap tersendiri karena jabatan hakim, pihak-pihak ini dipandang penting untuk didengar di persidangan yang mudah-mudahan bisa didengar di hari Jumat (5/4/2024)," jelas Suhartoyo.

Sebelumnya, kubu Anies meminta agar MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju meliputi Sri Mulyani, Risma, Zulkifli Hasan, serta Airlangga Hartarto.

Sementara itu, kubu Ganjar meminta Mahkamah memanggil dua menteri yakni Sri Mulyani dan Risma.

Belakangan, kubu capres-cawapres nomor urut 3 itu juga meminta MK menghadirkan Muhadjir Effendy.

Kedua pemohon itu mendalilkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo mengerahkan sumber daya negara untuk membantu pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, utamanya melalui penggelontoran bansos secara jor-joran dengan jumlah yang hampir menyamai bansos era pandemi Covid-19.

Tidak bisa diwakili

Juru bicara hakim MK, Enny Nurbaningsih, menegaskan, empat menteri Kabinet Indonesia Maju yang dipanggil Mahkamah untuk memberikan keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 tidak dapat diwakili.

"Pihak yang diminta keterangan di persidangan adalah orang yang namanya disebut dalam surat panggilan sidang," ucap Enny.

Enny meyakini, para menteri itu tidak akan mangkir dari panggilan sidang dengan alasan apa pun.

"Akan disampaikan pemanggilan oleh MK secara sah dan patut, sehingga tentunya hadir," ucap dia.

Enny tidak menjawab lebih lanjut ketika ditanya, apakah terdapat alasan yang dapat menjadi pembenaran menteri-menteri itu tidak memenuhi panggilan Mahkamah, seperti adanya kunjungan kerja atau tidak memperoleh izin Presiden Jokowi.

Dia menyebutkan, Mahkamah sudah memiliki pertimbangan tersendiri di balik keputusan mereka memanggil 4 nama menteri itu ke dalam sidang sengketa Pilpres 2024.

"Sebagaimana dalil-dalil para pemohon, bukti-bukti yang diajukan, jawaban KPU, keterangan pihak terkait (Prabowo-Gibran, red.) dan Bawaslu, maka yang perlu untuk didalami lebih lanjut 4 pihak tersebut," ujar dia.

Ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pertanyaan lain, semisal, mengapa nama Zulkifli Hasan tak masuk dalam daftar sebagaimana dimintakan Anies-Muhaimin, begitu pula Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Padahal, baik Anies maupun Ganjar memasukkan soal pengangkatan 271 penjabat kepala daerah sebagai salah satu dalil permohonan sengketa Pilpres 2024.

Hakim MK dalam sidang sengketa Pilpres 2024 Senin (2/4/2024).
Hakim MK dalam sidang sengketa Pilpres 2024 Senin (2/4/2024). (HO)

Pihak Ganjar Minta Dihadirkan Kapolri

Terbaru, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan bahwa pihaknya mengajukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan keterangan pada sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

Hal ini pun langsung mendapatkan respons dari tim hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Kami meminta kepada Ketua Majelis untuk menghadirkan Kapolri pada sidang berikutnya," kata Todung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Todung mengungkapkan, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Mahkamah Konstitusi atau MK terkait permintaannya tersebut.

Ia pun menjelaskan alasan pihaknya mengajukan nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan keterangan karena menurutnya terdapat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Ada cukup banyak hal-hal yang menyangkut kepolisian, di antaranya pihak polisi yang melakukan intimidasi, kriminalisasi, dan yang terlibat dengan ketidaknetralan dalam kampanye," tuturnya.

Melalui pemanggilan tersebut, Todung menuturkan, Tim Hukum TPN berharap bisa mendapatkan penjelasan yang akuntabel mengenai kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dikeluarkan oleh kepolisian.

"Tidak cukup hanya melihat soal bansos, tapi kita juga melihat aspek-aspek pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang mencederai demokrasi dan integritas pemilihan umum," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mempersilakan MK menghadirkan Kapolri untuk dimintai keterangan.

"Kapolri silakan saja mereka mohon dan seperti juga misalnya pemohon 1 juga mau memohon menghadirkan beberapa menteri dan sudah dikabulkan oleh MK," kata Yusril kepada wartawan, Selasa (2/4).

"Kalau kami sendiri sih tidak berkepentingan untuk menghadirkan Kapolri.”

Hanya saja, kata guru besar hukum Universitas Indonesia (UI) itu, keterangan Listyo Sigit nantinya jika memang dihadirkan oleh MK bukan berada di bawah sumpah.

Menurut dia, Kapolri adalah satu jabatan institusi. Oleh karena itu, kehadirannya tidak bisa diminta atau dihadirkan oleh pemohon. Jika dihadirkan oleh pemohon, pihak tersebut akan menjadi saksi atau ahli dan harus disumpah.

"Tapi kalau Kapolri menteri dihadirkan, dipanggil MK, itu adalah pemberi keterangan dan tidak disumpah. Beda kedudukannya. Kalau disumpah itu, keterangannya menjadi alat bukti," ucap Yusril.

"Tapi kalau pemberi keterangan itu barangkali menjadi semacam memorandum ad inforandum. Dia memberikan suatu informasi atau keterangan. Hakim tidak bisa menjadikannya alat bukti, tetapi (Kapolri) memberikan info kepada hakim untuk memahami konteks persoalan ini.

Usulkan kehadiran Kepala BIN

Sementara, kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengusulkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) turut dihadirkan dalam sidang sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Demikian disampaikan oleh anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Nicholay Aprilindo, menjelang berakhirnya sidang sengketa pilpres di MK, Selasa (2/4/2024).

"Tadi kami mendengar ada permohonan dari kuasa hukum paslon 3 yang meminta dihadirkan, usulan, dihadirkan Kapolri. Kami dari pihak terkait (tim Prabowo-Gibran), mengusulkan juga seandainya dikabulkan oleh majelis hakim usulan kami, kami juga meminta dihadirkan kepala Badan Intelijen Negara," ujarnya. 

Mendengar hal tersebut, Hakim MK, Suhartoyo mengaku bakal mempertimbangkan usulan itu diterima atau tidak. Begitu juga dengan pemanggilan Kapolri ke sidang MK, seperti yang diusulkan oleh kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebelumnya. Suhartoyo bersama hakim lainnya akan membahas terlebih dahulu untuk mengambil keputusan.

"Tapi nanti akan kami diskusikan dengan para hakim," tuturnya.

Di sisi lain, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri siap datang memberi keterangan jika MK memanggilnya sebagai saksi sidang sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Ganjar-Mahfud ke MK. "Jadi, Bu Mega siap, sekiranya dihadirkan dan beliau akan datang. Kami akan mengawal sebaik-baiknya," kata Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Sebelumnya, permintaan Megawati untuk bersaksi di MK disampaikan tim hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan.

Saat mendengar kabar tersebut, Hasto mengatakan, Megawati tertawa. "Ketika itu saya sampaikan kepada Ibu Mega, beliau tertawa," ujarnya.

Menurut Hasto, Megawati bersedia jika dipanggil MK untuk memberikan keterangan sebagai saksi di MK.

"Kemudian (Megawati) mengatakan, 'lho kalau kemudian saya dipanggil sebagai saksi di MK, saya sangat dengan senang hati untuk menanggapi itu'," ucapnya.

Bansos demi elektoral

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Padjadjaran, Didin Damanhuri, selaku ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), menyebut ada tiga jenis bantuan sosial (bansos) yang dipolitisasi pada Pemilu 2024.

Dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, Selasa (2/4/2024), Didin menjelaskan, bansos bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan di masa krisis.

Normalnya, jumlah bansos yang didistribusikan akan menurun sesuai dengan kondisi perekonomian.

“Tapi kita lihat, dari 2020-2023 ada penurunan, tapi tiba-tiba 2024 mengalami lonjakan, Rp 496,8 triliun, ditambah automatic adjustment sekitar Rp50 triliun, lebih dari Rp500 triliun,” ungkap Didin, dipantau dari Breaking News Kompas TV.

“Ini adalah jumlah penggelontoran bansos yang tak berpreseden dalam sejarah, bahkan sejak 1998,” sambungnya.

Dia mengatakan bansos yang digelontorkan pemerintah dibagikan dengan berbagai alasan.

Didin mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan volume bansos 2024 naik karena untuk menanggulangi dampak bencana El Nino dan menjaga inflasi.

“Faktanya, bansos digelontorkan tahun akhir 2023 dan awal 2024, El Nino sendiri sudah relatif berakhir November 2023,” jelasnya.

Selain itu, menurut dia, inflasi telah terkendali dengan rata-rata di bawah 3 persen sehingga alasan tersebut tidak relevan.

Didin berpendapat bansos dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral karena dibagikan kepada masyarakat pada bulan Februari 2024, saat tahapan pemilu tengah berlangsung.

“Bulan Februari 2024, dengan pertimbangan elektoral, pemerintah menggelontorkan Rp600 ribu per individu yang seharusnya untuk Januari-Maret,” ungkap Didin.

Dia mengatakan bansos dibagikan dengan total anggaran Rp11,2 triliun dalam bentuk tunai untuk 18,8 juta orang.

Selain bansos tunai, pemerintah juga menggalakkan bansos beras. Didin menyampaikan, terjadi pengalihan kewenangan pembagian bansos dari Kementerian Sosial kepada Badan Pangan Nasional dan Bulog melalui Peraturan Presiden Nomor 125/2022.

“Ini adalah bentuk penyingkiran keterlibatan Menteri Sosial dalam penyaluran bansos beras atas dasar yang lebih bernuansa politis.”

(*/Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved