Sumut Memilih

Wakapolri Komjen Agus Andrianto Masuk Radar PDIP Jadi Calon Gubernur Sumut, Duet dengan Rapidin

Nama Wakapolri Komjen Agus Andrianto masuk radar DPD PDI Perjuangan Sumut untuk dijagokan sebagai calon Gubernur Sumut pada Pilkada 2024

Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Array A Argus
INTERNET
Kolase foto Komjen Agus Andrianto dan Rapidin Simbolon 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Wakapolri Komjen Agus Andrianto namanya masuk dalam radar pengurus DPD PDI Perjuangan Sumut untuk dijagokan sebagai calon Gubernur Sumut pada Pilkada 2024 kali ini.

Rencananya, Komjen Agus Andrianto akan dipasangkan dengan Ketua DPD PDIP Sumut, Rapidin Simbolon.

Wacana ini dilemparkan oleh fungsionaris PDIP Sumut, Sutrisno Pangaribuan.

"Pilkada 2024 akan dimenangkan oleh paslon yang mengerti dan memahami Sumut dengan baik. Rapidin Simbolon- Agus Andrianto adalah harapan baru Sumatera Utara," kata Sutrisno, Selasa (2/4/2024).

Baca juga: PDIP Mau Impor Calon Gubernur Sumut dari Luar Daerah, Padahal Kader Lokal Ada yang Berprestasi

Ia mengatakan, karena PDIP Sumut mendapatkan 21 kursi di DPRD Sumut pada Pemilu 2024 ini, tentunya partai berlambang banteng ini dapat mengusung calon Gubernur Sumut.

Menurut Sutrisno, Rapidin yang merupakan Ketua DPD PDIP Sumut telah berhasil menambah suara PDIP di DPRD Sumut dan kabupaten/kota.

Sutrisno mengatakan, pada periode lalu, PDIP memeroleh 19 kursi dan meningkat menjadi 21 kursi di DPRD Sumut.

Sementara DPRD kabupaten dan kota, pada Pemilu 2019, PDIP mendapat 165 kursi, meningkat menjadi 181 kursi.

Selain itu, kata Sutrisno, Rapidin berhasil terpilih sebagai Anggota DPR RI dan layak didukung sebagai calon Gubernur Sumut.

"Pada Pilkada serentak 2024 diminta fokus memperkenalkan diri, ide, gagasan, dan program politik kepada masyarakat. DPP PDIP akan memberi surat tugas dan rekomendasi kepada kader untuk maju di Pilkada serentak jika memiliki kapasitas yang baik, elektabilitas yang tinggi," kata Sutrisno.

Baca juga: Ditinggal Golkar dan Gerindra, Edy Rahmayadi Merapat ke PDIP dan PKS, Akankah Dapat Perahu?

Ia mengatakan, alasan kenapa PDIP mewacanakan nama Komjen Agus Andrianto karena yang bersangkutan akan memasuki masa pensiun pada 16 Februari 2025 mendatang. 

Mantan Anggota DPRD Sumut ini mengatakan, alasan kuat kenapa PDIP memilih Agus Andrianto lantaran dia lama bertugas di Sumut.

Sejak masih perwira muda, Agus telah tugas keliling Sumut.

Agus mengawali karir di Polres Dairi, menjadi Kapolsek Sumbul 1992.

Kemudian menjadi Kapolsek Parapat 1993, lalu menjadi Kapolsek Percut Seituan 1995.

Agus kembali bertugas di Sumut saat menjadi Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum), Wakapolda, hingga menjadi Kapolda Sumut.

Maka Agus sangat mengerti dan memahami dinamika masyarakat Sumut.

Baca juga: Pengamat Sebut Golkar Bisa Bikin Muak Masyarakat Jika Calonkan Bobby Nasution Sebagai Gubernur Sumut

"Selain tugas di Polri, Agus juga dikenal dekat dengan sejumlah masyarakat dengan rutin berbagi sembako melalui ormas atau paguyuban. Maka dengan modal pengalaman profesional dan jejaring sosial tersebut, Agus diyakini saling melengkapi dengan Rapidin," kata Sutrisno.

Sutrisno juga melihat Rapidin dan Agus sama sama memiliki basis massa. 

Agus Andrianto menjadi representasi masyarakat di pantai timur dan dataran rendah Sumut, sementara Rapidin pada bagian Pantai Barat Sumut yang di dataran yang tinggi. 

Selain Rapidin dan Agus banyak sosok lain di PDIP yang disebut akan dimajukan sebagai calon Gubernur.

Sutrisno pun yakin tradisi PDIP untuk mengusung kader pada pemilihan Gubernur Sumut 2024.

"Sejak reformasi, PDIP konsisten mengusung pasangan calon (paslon) nasionalis di Sumut. Maka di Pilkada (2024) diharapkan PDIP akan mengusung Rapidin Simbolon- Agus Andrianto," katanya.

Baca juga: Gerindra Jagokan Ihwan Ritonga Jadi Calon Wali Kota Medan, Lalu Bagaimana Nasib Aulia Rachman?

Profil Komjen Agus Andrianto

Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, 16 Februari 1967, itu merupakan lulusan Akpol 1989.

Nama Agus mulai dikenal masyarakat saat menangani kasus penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Kala itu, Agus menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim pada 2016.

Selain itu, Agus juga pernah menempati jabatan Wakil Kapolda Sumatera Utara pada 2017.

Setahun berselang, ia naik jabatan menjadi Kapolda Sumatera Utara menggantikan Firli Bahuri yang dilantik menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman Pastikan Maju di Pemilihan Wali Kota, Singgung Bobby Nasution

Kekayaan

Agus terakhir melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada November 2016, atau saat ia menjabat sebagai Kepala Bagian Pengendalian Operasi Kepolisian Dearah Sumatera Selatan.

Adapun di LHKPN pada periode itu, Agus tercatat memiliki harta kekayaan sebanyak Rp 1,73 miliar.

Ia memiliki aset tanah dan bangunan senilai Rp 864,4 juta yang tersebar di Jakarta Timur (warisan dan hibah) dan Musi Banyuasin (hasil sendiri).

Kemudian, dia melaporkan harta bergerak berupa alat transportasi senilai Rp 470 juta yang terdiri dari mobil Toyota Vios tahun 2003, mobil Nissan Grand Livina 2012, dan mobil Mitsubishi Pajero Sport tahun 2011.

Lalu, Agus melaporkan harta bergerak lainnya yaitu logam mulia senilai Rp 38 juta.

Selain itu, ia tercatat memiliki Giro dan setara kas senilai Rp361 juta.

Sementara itu, Agus diketahui tidak memiliki catatan kepemilikan piutang.

Dalam LHKPN itu juga dilaporkan adanya peningkatan harta kekayaan Agus dibandingkan LHKPN yang dilaporkan pada 20 Desember 2011.

Pada saat itu, dia melaporkan kepemilikan harta mencapai Rp 1.203.400.000.

Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada 2016. Pada tahun 2016, Agus Andrianto melaporkan harta kekayaan yang telah mencapai Rp 1.733.400.000.

Tersandung Sejumlah Dugaan Kasus

Komjen Agus Andrianto sempat tersandung sejumlah dugaan kasus beberapa tahun terakhir.

Kasus pertama yang menyeret-nyeret nama mantan Kapolda Sumut ini yakni dugaan konsorsium judi.

Dalam sidang bersama Komisi III pada Agustus 2022 lalu, nama Komjen Agus Andrianto disebut.

Awalnya, anggota DPR RI, yang juga politisi PKB, Dipo Nusantara Pua Upa, bertanya mengenai kebenaran nama Komjen Agus Andrianto, yang kala itu masih menjabat sebagai Kabareskrim.

Nama Kabareskrim dicatut dalam bagan aliran dana konsorsium 303 judi.

Soal bagan jaringan konsorsium 303 yang beredar di media sosial, saya kira hal ini perlu diklarifikasi oleh Pak Kapolri beserta jajarannya," kata Dipo, Rabu (24/8/2022).

Dipo mengatakan, setelah seminggu bagan aliran dana konsorsium 303 judi pertama beredar, muncul versi kedua yang juga kembali beredar

"Pada bagian yang pertama, pak Ferdy Sambo berada di puncak struktur, yang melibatkan beberapa jenderal bintang satu dan bintang dua serta beberapa nama sipil yang menjadi pemasok dana judi,"

"Sedangkan pada bagian konsorsium 303 judi yang baru, menampilkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto di puncak strukturnya yang diduga menerima setoran bos judi online dari kelompok Medan," kata Dipo.

Kemudian, pada bagan aliran dana judi konsorisium 303 ini juga muncul nama Brigjen Andi Rian, yang saat itu menjabat sebagai Dir Tipidum Bareskrim Polri 

Sontak, pimpinan sidang Ahmad Saroni menyela Dipo.

Dari sinilah kericuhan dimulai.

Para anggota DPR RI saling berbalas pantun, hingga suasana menas, dan akhirnya diskors.

Terkait kasus ini, dugaan keterlibatan Komjen Agus Andrianto tak terbukti.

Setelah dugaan kasus konsorsium judi berlalu, Komjen Agus Andrianto kembali tersandera kasus dugaan setoran tambang ilegal.

Hal ini berembus setelah adanya isu 'perang bintang' di tubuh Polri.

Bahkan, Mahfud MD yang kala itu menjabat sebagai Menkopolhukam turut mengomentari masalah ini.

"Aneh ya. Tapi isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya," kata Mahfud.

Sebagaimana diketahui, kasus dugaan setoran tambang ini bermula dari munculnya sebuah video yang menampilkan pengakuan Ismail Bolong menyetor duit tambang ilegal kepada Komjen Agus Andrianto.

Video itu muncul dalam diskusi bertajuk Mengungkap Persengkokolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang di kafe Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022).

Dalam video itu, Ismail Bolong tampak sedang membacakan sebuah surat pengakuan yang menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutaikartanegara, Kalimantan Timur.

"Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin," kata Ismail Bolong di dalam video tersebut.

Menurut pengakuannya dalam video itu, dia memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp 5-10 miliar setiap bulan.

Keuntungan tersebur terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.

Setahun lebih mengeruk perut bumi tanpa izin, Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.

Koordinasi itu diduga untuk membekingi kegiatan ilegal yang dilakukan Ismail dan perusahaan tambang batubara agar tak tersentuh kasus hukum.

Koordinasi itu tak gratis. Ismail mengaku harus menyerahkan uang kepada Agus sebesar Rp 6 miliar.

Uang tersebut telah disetor sebanyak tiga kali, yaitu pada September 2021 sebesar Rp 2 miliar, Oktober 2021 Rp 2 miliar, dan November 2021 Rp 2 miliar.

"Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya."

Tak hanya Agus, Ismail Bolong jjga mengaku menyetorkan uang kepada pejabat reserse Polres Bontang.

"Saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang, AKP Asriadi di ruangan beliau," katanya.

Bahkan, dalam kasus ini, Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri yang kemudian dipidana atas kasus pembunuhan Brigadir Josua sempat mengaku pernah memeriksa Komjen Agus Andrianto dan Ismail Bolong.

"Iya sempat (diperiksa keduanya)," kata Ferdy Sambo kepada awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (29/11/2022) kemarin.

Bahkan, Ferdy menyebut bahwa laporan hasil penyelidikan kasus tersebut sudah diserahkan ke pimpinan kepolisian.

Di mana menurut Sambo, tugasnya saat menjabat sebagai pimpinan Propam dalam kasus dugaan tambang ilegal itu sudah selesai setelah menyerahkan hasil penyelidikan ke pimpinan Polri.

"Gini, laporan resmi kan sudah saya sampaikan ke pimpinan secara resmi ya, sehingga artinya proses di Propam sudah selesai, oleh karena itu melibatkan perwira tinggi," sebut Sambo.

Namun, pernyataan Ferdy Sambo itu dibantah keras oleh Komjen Agus Andrianto

“Seingat saya enggak pernah (diperiksa) ya. Saya belum lupa ingatan,” kata Komjen Agus Andrianto, sewaktu dikonfirmasi, pada Selasa (29/11/2022).

Komjen Agus meminta agar Ferdy Sambo mengeluarkan berita acara pemeriksaan (BAP) terkait adanya pemeriksaan yang dimaksudkannya tersebut.

“Keluarkan saja hasil berita acaranya kalau benar,” tegasnya.

Ismail Bolong menjadi perhatian publik pengakuan yang dibuatnya viral di media sosial.

Bahkan ia menyeret nama petinggi Polri yakni Kabareskrim Komjen Agus Andrianto turut mendapat setoran Rp 6 miliar untuk mengamankan usaha tambang ilegal.

Tidak lama setelah video itu viral, Ismail mengunggah video klarifikasi yang menyatakan tidak ada keterlibatan Kabareskrim.

Dalam video klarifikasinya, Ismail Bolong mengaku mendapat tekanan dan intimidasi untuk membuat video awal tersebut dari seorang perwira tinggi di Propam Polri.

Pengakuan Ismail Bolong belakangan terungkap lewat dokumen surat hasil penyelidikan Divisi Propam Polri yang ditandatangani eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo dan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan juga membenarkan adanya dugaan keterlibatan Kabareskrim dalam kasus ilegal itu.(cr17/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved