Berita Viral

RESMI PENAMAAN KKB Papua Menjadi OPM, Ini Alasan Panglima TNI dan Dampaknya terhadap Masyarakat

TNI resmi mengganti penamaan kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok separatis teroris (KST) menjadi organisasi Papua Merdeka (OPM).

Editor: AbdiTumanggor
ho
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menjelaskan alasan pihaknya mengubah penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua kembali menjadi Organisasi Papua Mardeka (OPM). Menurut dia, kelompok separatis di sana menamakannya sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sehingga pantas bila mereka disebut OPM. (ho) 

Ini bukan masalah kriminal, melainkan kedaulatan. Paradigma penanganannya pun harus diubah.

"Yang saya sesalkan, OPM berubah menjadi KKB. Ini, kan, sekadar kelompok kriminal. Mereka berbuat kriminal lalu ditahan selesai. Padahal, di masa OPM, mereka yang tertangkap tetap saja ingin merdeka. Mereka tidak sekadar berkelompok untuk berbuat jahat. Justru dii masa KKB, kelompok bersenjata ini semakin besar,"jelasnya.

Menurut Hasanuddin, kelompok bersenjata di Papua justru semakin bagus persenjataannya. Mereka mendapatkannya dari hasil selundupan atau rampasan.

"Kelompok ini memiliki tiga bagian penting, yaitu kampanye politik di dalam negeri untuk meminta dukungan ASN dan TNI/Polri. Kampanye politik luar negeri yang menyuarakan kemerdekaan Papua kepada kedutaan-kedutaan asing. Dan bagian terakhir, kekuatan senjata," jelas dia.

"Bagaimana pun mereka adalah saudara kita. Ini tanggung jawab kita bersama menyelesaikan masalah Papua," pungkas Hasanuddin ketika itu.

Dikritik Kontras ketika perubahan nama dari OPM ke KKB

Ketika itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik pemerintah yang mengkategorikan OPM sebagai Kelompok Separatis Teroris (KST).

Pelabelan itu dikhawatirkan akan berdampak psiko-sosial pada masyarakat Papua. Sebab, tidak menutup kemungkinan pelabelan serupa akan dialami oleh orang Papua yang berada di daerah perantauan. "Dampak pelabelan teroris terhadap TPN-OPM cepat atau lambat juga akan membawa dampak psiko-sosial di masyarakat.

Orang yang berasal dari Papua yang menetap di daerah lain di Indonesia juga berpotensi dilabeli sebagai KST oleh masyarakat setempat," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, Kamis (8/4/2021) lalu.

Fatia mengatakan, pemerintah seharusnya belajar dari beberapa peristiwa kekerasan yang pernah terjadi. Misalnya, peristiwa rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Yogyakarta dan Surabaya pada tahun 2019. Peristiwa tersebut telah menimbulkan gejolak sosial, terutama bagi masyarakat Papua.

Menurut Fatia, wacana redefinisi KKB sebagai teroris justru akan membuat situasi di Papua semakin memburuk.

Ia juga menilai, wacana mengelompokkan KKB dalam klasifikasi organisasi teroris adalah langkah yang terburu-buru serta berpotensi abuse of power.

"Kami melihat pelabelan nama tersebut hanya menjadi celah bagi negara untuk melegitimasi langkah TNI dalam keamanan domestik melalui UU Terorisme yang berakibat pada makin buruknya situasi di Papua," kata Fatia.

Untuk itu, Kontras mendesak pemerintah supaya melakukan pendekatan humanis dalam menyelesaikan konflik di Papua.

"Melakukan pendekatan yang lebih humanis, bukan dengan pendekatan keamanan maupun dengan cara-cara militeristik dan kental akan kekerasan. Hal ini bisa dimulai dengan menarik pasukan dari beberapa daerah di Papua," imbuh dia.

Kondisi Pilot Susi Air Kapten Philips Max Marten (Tengah) setelah sekian lama ditahan OPM pimpinan Egianus Kogoya di Kabupaten Nduga, Papua Pegununungan. (Tribun-Papua.com/Istimewa)
Kondisi Pilot Susi Air Kapten Philips Max Marten (Tengah) setelah sekian lama ditahan OPM pimpinan Egianus Kogoya di Kabupaten Nduga, Papua Pegununungan. (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Menghadapi OPM dengan Perang Gerilya

Menghadapi perang gerilya dengan merebut hati rakyat, smart power, operasi dan pembinaan teritorial, komunikasi sosial, hingga merangkul kelompok bersenjata adalah istilah-istilah yang muncul dalam upaya TNI menjaga keamanan di Papua.Namun, hingga kini pendekatan itu disebut tidak menyelesaikan konflik yang justru semakin banyak korban di Papua.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved