Breaking News

Tribun Wiki

Mengenal Fenomena Kodokushi atau Lonely Death yang Makin Mengkhawatirkan di Jepang

Masyarakat Jepang mengenal sebuah fenomena bernama Kodokushi atau lonely death alias kematian sepi atau kematian sunyi

Editor: Array A Argus
Reuters
Hirotsugu Masuda, pemimpin kru yang membersihkan sebuah kamar apartemen di Tokyo, tempat penemuan jenazah pria 85 tahun saat berdoa di lokasi kejadian 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Sebuah fenomena memilukan yang terjadi di Jepang bernama Kodokushi (孤独死) kian mengkhawatirkan.

Kodokushi atau yang disebut sebagai lonely death, atau kematian sepi/kematian sunyi dilaporkan terjadi pada 17.034 orang pada tiga bulan pertama tahun ini, dengan rentang usia usia 65 tahun.

Sementara ASAHI melaporkan, bahwa data yang diperoleh dari National Police Agency Jepang mengungkap, total dari keseluruhan kasus mati terisolasi ini mencapai 21.716 di periode Januari-Maret 2024.

Baca juga: TAMPANG Ucil, Pelaku Pembunuhan Vina Cirebon, Lolos Hukuman Mati, Akui Stres Berat Hidup di Penjara

Statistik menunjukkan, bahwa kelompok kematian terbesar terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas sebanyak 4.922 kasus.

Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Jepang, terkait demografi di negaranya.

Apa Itu Lonely Death?

Lonely death atau kematian yang kesepian, sebuah istilah untuk kondisi di mana seseorang meninggal sendirian.

Artinya, orang tersebut meninggal ketika tidak lagi memiliki hubungan dengan orang terdekat dan rata-rata jenazahnya ditemukan tiga hari setelahnya.

Fenomena ini juga disebut sebagai "kematian sendirian" atau "kematian tanpa pengawasan".

Selain di Jepang, fenomena lonely death juga banyak dilaporkan terjadi di Korea Sealatan.

Baca juga: Bunuh Anak Balitanya, Ayah di Tulungagung Ngaku Dengar Bisikan Gaib, Aneh Sejak Pulang dari Taiwan

Lantas, apa yang menjadi pemicu terjadinya kematian dalam kesepian ini hingga banyak orang yang mengalaminya?

Seorang peneliti senior di Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Masataka Nakagawa, berusaha menjelaskan penyebab lonely death.

Menurutnya, ada tiga alasan mengapa kasus kematian karena kesepian tinggi di Jepang.

Hal ini, ada kaitannya dengan perubahan dalam tatanan kehidupan dalam keluarga Jepang.

"Dulu kami memiliki beberapa generasi keluarga yang tinggal bersama, namun hal ini tidak lagi terjadi karena anak-anak cenderung menjauh dari orangtuanya karena alasan pekerjaan," katanya kepada This Week in Asia.

Baca juga: Profil Fahad Haydra, Pemeran Egi dalam Film Vina, Pernah Perankan Sosok Anies Baswedan

"Selain itu, angka pernikahan telah menurun selama beberapa tahun dan itu berarti saat ini terdapat banyak orang lajang, bahkan di kalangan lansia," jelasnya.

Faktor penyebab yang terakhir, yakni rata-rata harapan hidup yang jauh lebih panjang.

Ini menyebabkan setengah dari pasangan lanjut usia, kebanyakan perempuan, hidup sendirian.

Nakagawa lebih lanjut menjelaskan, lingkungan sekitar biasanya saling melengkapi untuk memberikan dukungan bagi para lansian.

Namun, fenomena lonely death yang semakin marak, menunjukkan bahwa dukungan dan sistem jaminan sosial tidak memadai.

Baca juga: Batas Usia Pensiun Anggota Polri Menurut UU No 2 Tahun 2022, Lagi Diusulkan untuk Diperpanjang

Alasan mengapa fenomena ini lebih banyak terjadi pada para pria, karena perempuan memiliki kecenderungan menjaga hubungan baik dengan keluarga dan tetangga.

"Jadi saya yakin fokus yang lebih besar perlu diberikan pada laki-laki lanjut usia yang tinggal sendirian dan cenderungan lebih terisolasi," pungkasnya. 

Itulah penjelasan mengenai fenomena lonely death yang terjadi di Jepang dan Korea, serta beberapa faktor penyebabnya. (*)

(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

.REUTERS

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved